Liam: When I Tell The Truth, You're just....

694 27 10
                                    

Kesempurnaan itu memang hanya milik Tuhan, bagaimana dengan dirimu? Secara harfiah aku memang tak bisa mengatakan bahwa kau adalah manusia yang paling sempurna. Tapi dalam hatiku selalu mengatakan bahwa kau yang mampu menyempurnakan diriku. Kau tak pernah tahu berapa kali aku harus teringat olehmu. Sebisa apapun aku mengumpat perasaan ini, kau selalu muncul dari lubang-lubang masa lalu. Hari ini aku mendengar melalui kedua telingaku sendiri. kau memang tak mencintaiku, kau memang tak ada rasa sama sekali. Aku tak menyesal telah mendoakanmu tiap hari dalam napasku, mendoakan yang terbaik dalam hidupmu. Yang aku selalu permasalahkan adalah..... aku telah menyita waktu dua tahun untuk bertahan dengan orang yang sama. The person who always be in my heart.

*******************

Aku tertegun melihat Cady yang terbaring lemah di kamar tidur Niall. Segala infus yang dipasang dan disambungkan ke urat nadi Cady terlihat mengerikan. Namun tak ada yang lebih mengerikan lagi adalah ketika aku melihat Niall yang terus memandang Cady dengan genggaman tangannya yang erat di tangan mungil Cady. Miris. Namun, apa yang harus aku lakukan? Mereka berdua saling mencintai, hanya Cady yang belum bisa jujur dengan perasaannya.

“Hey dude”, panggil Harry dari dapur.

Aku menengok dan mengangkat alis kananku. Harry menggunakan body language yang berarti menyuruhku untuk bergegas keluar apartment. Aku menunduk dan kemudian meninggalkan pintu kamar Niall yang terbuka tipis. Lebih baik pergi daripada melihat mereka.

*******************

Jalanan kota London mulai dipadati oleh turis-turis mancanegara. Beberapa turis sedang berfoto ria di depan istana Buckingham. Ada juga yang hanya duduk-duduk di taman menghabiskan waktu sore bersama kekasihnya. Aku dan Harry sedari tadi hanya berjalan menyusuri jalan yang tak berujung. Melihat beberapa perempuan yang hanya memerhatikanku sambil melantunkan hymne fangirling milik mereka. Aku hanya bisa tersenyum kecut melihatnya.

“Li, kita ke starbucks yuk”, ajak Harry sambil menunjuk kedai kopi diujung belokan.

Aku mengangguk setuju. Kami berjalan masih dalam keadaan diam. Sulit memang bila aku berada di posisi seperti ini.

“Kau tak bisa seperti ini terus menerus”, ucap Harry ketika sampai di depan Starbucks.

Aku menghela napas. Aku tahu topik apa yang diangkat oleh Harry kali ini. Bagaimana aku bisa menenangkan hati ini.

Harry mendorong pintu untuk masuk ke dalam Starbucks. Sudah kutebak, banyak sekali orang-orang yang memerhatikanku. Terkadang aku rindu dengan New York. Kesibukan orang-orangnya membuat mereka tak memiliki waktu untuk menyadari siapa aku.

“Kau mau pesan apa?”, tanya Harry. Aku menelaah plang menu yang ada diatas kasir.

“I want.. err.. Epresso Con Panna”, ucapku ragu.

Harry mengangguk dan segera memesan di kasir. Aku melihat sekeliling, mencari tempat duduk kosong untuk aku dan Harry. Beberapa orang khususnya para perempuan sudah memberikanku berbagai senyuman. Dan akhirnya mataku terhenti pada smoke area di luar toko. Aku menunjukkan tempat tersebut pada Harry. Harry hanya mengangguk dan melanjutkan traksasinya.

Aku berjalan menuju tempat duduk tersebut. menarik bangku dan segera untuk mengistirahatkan tubuh. Mencoba untuk menenangkan hati yang terinjak. Kau tahu kan rasanya?

“Your Epresso, sir!”, ucap Harry sambil tersenyum dan kemudian duduk di depanku.

“Thank you”, kataku.

Aku menyeruput dan memainkan krim yang ada di atasnya. Harry mulai memainkan ponselnya. Memang aku sedikit sulit untuk bercerita mengenai kehidupan cinta padanya. Ya, kau tahu saja. Harry adalah member ter-badboy dalam masalah cinta. Sedangkan aku?

Summer Love: LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang