Sinekdok Ketujuh: Waru

20K 1.9K 158
                                    

Waru – Daun berlambang hati, hati manusia serapuh daun.

Wahai wanita...

Wanita yang berada di seluruh dunia...

Tak kira bangsa, umur atau rupa...

Oh asalkan kau wanita...

-Projek Pistol – Wanita Seluruh Dunia-

Wilis benar-benar takut. Bukan takut pada kemarahan Ijen. Wilis hanya takut kalau Ijen menolaknya, lalu mengusirnya. Wilis sanggup menahan sakit di fisiknya lebih dari ini, tapi dia nggak akan pernah sanggup saat melihat Ijen menjauh darinya. Ijen menatapnya dengan tatapan benci itu. Nggak, nggak... Wilis sudah sampai di titik ini, menetesi hati Ijen dengan titik-titik air. Dia nggak akan mundur hanya karena Ijen mengusirnya. Dia akan tetap tinggal meskipun Ijen menyuruhnya pergi. Kenapa? Kenapa? Ini bukan soal keberadaan Wilis secara fisik di sini, tapi ini lebih sensitif. Wilis ingin Ijen mengakuinya. Jauh dari lubuk hati Ijen yang paling dalam.

"Apa masih sakit?" Ijen muncul di depannya lagi. Di tangannya sudah ada makanan. Daging hasil buruan mereka tadi. Wilis menggeleng kencang. Dia nggak akan merepotkan Ijen lagi. Wilis sadar bagaimana Ijen menatapnya. Ijen risih. Ijen kesal. Muak. Bete. Wilis tahu diri, tapi dia nggak bisa meluruskan niatnya. Dia hanya ingin Ijen tahu betapa cintanya dia pada tempat ini. Dia ingin tinggal di sini. Selamanya. Hingga anak cucu nanti. Tapi Wilis bisa apa? Ijen selalu salah paham terhadapnya. Ijen selalu menyuruhnya menjauh.

Juga... akhir-akhir ini Wilis selalu memikirkan banyak hal. Terutama... soal Rinjani. Wilis benar-benar ingin tahu. Ada apa dengan suku ini? Kenapa juga ada perjodohan?

Ijen keluar dari sana setelah itu, meninggalkan Wilis yang sedang menyuapkan makanannya. Ketika makanan di mangkuk batok kelapanya sudah nggak bersisa, kakinya melangkah tertatih. Dia bukan bos di sini, jadi dia juga harus membereskan apa yang sudah dia mulai. Kakinya melangkah tertatih ke luar, menatap para penduduk yang sedang sibuk. Mereka tertawa, bercengkrama dengan keluarga mereka.

"Wilis...!!"

O-Oh... bocah-bocah itu muncul lagi! Mereka berlari ke arah Wilis, memeluknya dengan erat. Berebutan. Wilis hampir saja terjatuh kalau saja nggak ada Rinjani yang membantu memapah tubuhnya. Rinjani. Ijen. Ah, dua nama itu seolah membuatnya sedih akhir-akhir ini! Apa? Kenapa? Wilis nggak tahu soal itu. Dia benar-benar nggak mengerti. Rinjani anggun. Ijen juga ganteng. Mereka serasi. Ah, apakah ini rasa iri karena Wilis nggak bisa mendapatkan cewek seperti Rinjani?

"Kenapa kamu malah berjalan, Wilis?" Rinjani siap mengomel. Wilis tersenyum canggung.

"Aku nggak betah di dalam. Sumpek rasanya..."

"Kalau kamu di luar, anak-anak ini makin membuat kamu sumpek..."

Bocah-bocah itu serentak berteriak nggak terima. Mereka sayang sekali pada Wilis. Wilis adalah harta berharga mereka. Mungkin karena tubuh Wilis kecil dan nggak seperti cowok-cowok di kawanan Ijen. Mereka mungkin menganggap Wilis adalah hal yang aneh. Tubuh mulus tanpa bulu. Ups, ini bukan soal iklan ya!

"Duduklah..." Rinjani membantunya duduk. "Aku harus menyelesaikan tugasku.." Dia berdiri dan kembali ke dapur. Ketika langkah kaki Rinjani melewati Ijen dan teman-temannya, Ijen menghampirinya. Dan... Uggghhh!! Kaki Wilis jadi sakit tiba-tiba. Sakit itu kini bahkan sudah menjalar, merasuk ke dalam hatinya. Wilis menelan ludahnya gugup.

"Apa kamu sibuk?" Rinjani menatap Ijen dengan wajah malu. Lihat itu... betapa serasinya mereka! Wilis, kamu bukan apa-apa di antara mereka!

Kamu nggak akan bisa dibandingkan dengan Rinjani. Rinjani itu luar biasa. Bahkan cewek-cewek temanmu yang seksi-seksi itu pun kalah dibanding dia. Nah? Kenapa Wilis bisa cemburu dengan Rinjani? Harusnya kan dia merasa iri dengan Ijen karena sanggup mendapatkan wanita secantik Rinjani.

Love In The JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang