Putri Malu – satu sentuhan berarti meluluhkan segalanya.
Seharusnya cinta mengembang...
Terjadilah harap cemas asa..
Ternyata masa lalu jadi keangkuhan...
Andai saja kau mengenalku...
Aku tak seduri yang kau kira...
Ku harap rayumu membuatku tersipu...
-Putri Malu – Rossa-
Setahu Wilis, ada banyak wanita yang kini dekat dengannya. Wanita. Iya, wanita bukan cewek. Dalam artian, wanita yang sudah dewasa. Sudah menikah. Sudah punya suami, punya anak-anak. Bahkan ibu Lu sangat dekat dengannya. Ibu Lu sering mengajari Wilis tentang kegunaan tumbuhan di hutan. Misalnya soal putri malu. Tumbuhan itu ternyata memiliki fungsi untuk meredakan batuk berdahak dan juga susah tidur. Wilis menaikkan alisnya. Boleh juga, jadi kalau nggak bisa tidur sekarang Wilis tahu harus minum apa. Di sini kan nggak sedia pil tidur.
"Wilis..." Seorang cewek memanggilnya. Kali ini beneran cewek. Bukan wanita. Cewek seusianya. Seusia Ijen juga. Wilis menoleh. Dia mencoba mengingat nama cewek ini. Eng, siapa ya? Dia mencoba mengingat lagi. Lagi. Lagi. Yang dia ingat hanya nama Nini. Wilis bodoh. Pikun.
"Rinjani..." Ibu Lu memanggil cewek itu. Wilis menepuk dahinya. Ah, iya! Itu namanya. Rinjani. Cewek ini cantik sekali. Anggun. Matanya agak sipit, kulitnya kuning langsat. Wilis ingin sekali mendekatinya, kalau saja dia nggak ingat.. Nini bilang, Rinjani sudah terikat. Jauh sebelum Wilis datang ke tempat ini. Wilis belum tahu siapa cowok yang beruntung itu. Oh, jangan lupa! Siapa tahu Nini bisa mencarikannya cewek secantik Rinjani juga, sehingga Ijen akan mengizinkan dia tinggal di sini selamanya!
"Ada yang bisa aku bantu, bi?" Rinjani melangkah anggun ke arah mereka. Kalau saja di hutan ini ada pemilihan puteri hutan semacam miss universe begitu, mungkin Rinjani yang akan jadi juaranya.
"Bantu Wilis di sini, Rinjani!" Ibu Lu memerintahkan Rinjani. Rinjani mengangguk dan menurut. Wilis menatapnya sambil tersenyum canggung. Kenapa? Wilis nggak berniat menggoda tunangan orang, kok! Haram hukumnya. Wilis mau jadi orang baik saja. Dia memang lemah, tapi dia nggak mau jadi orang jahat. Jadi dia harus berusaha keras di hutan ini. Bahkan tiap pagi dia sudah jogging di hutan, lalu berolahraga. Dia juga mengangkuti batu sebagai pengganti barbel. Kenapa? Hutan ini sudah memiliki segalanya. Dia harus punya otot seperti Ijen dan kawan-kawannya.
"Kenapa Wilis ada di sini?" Rinjani bertanya pelan. Wilis tersentak dari lamunannya dan tersenyum canggung.
"Karena aku terdampar di pulau ini..."
"Bukan itu maksudku, Wilis! Maksudku... kenapa laki-laki seperti Wilis malah berada di dapur? Harusnya Wilis kan ada di...." Rinjani menoleh ke arah kerumunan cowok-cowok itu. Ada Ijen di sana. Dia dan kawan-kawannya sedang mempersiapkan senjata untuk berburu.
"Aku diusir dari sana, jadi hanya di sini yang mau menerimaku..." Wilis masih menjawab canggung. Juga malu. Nggak masalah dia di sini, tapi sepertinya para wanita merasa lucu dengan keberadaan Wilis di dapur.
"Wiliiisssss....!!" Anak-anak mulai bermunculan. Tentu saja Lu sebagai pemimpin komplotan. Lu menarik lengannya. Tangan Wilis yang masih sibuk dengan potongan daging akhirnya terpaksa melepaskannya.
"Anak-anak, Wilis sedang membantu ibu kalian memasak. Jangan ganggu!" Rinjani mengusir mereka.
"Tapi kami harus bermain dengan Wilis. Dia ratuku!" Lu memberontak. Wilis ingin tertawa. Sejak kemarin Lu sudah memberikan gelar padanya. Ratu Lu.
"Mana ada ratu laki-laki, Lu!" Rinjani sedikit melotot ke arah Lu. Lu masih nggak peduli. Dia menarik lengan Wilis lebih kencang lagi, bahkan anak-anak lain juga menarik lengannya. Wilis hanya sanggup tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Jungle
Fiction généraleIni adalah kisah yang mengatasnamakan ketidaktahuan. Bahkan di dalam hutan belantara pun kisah itu bisa saja terjadi. Ini adalah kisah tentang seorang pria yang terdampar di sebuah pulau terpencil, di sebuah hutan pedalaman. Hingga dia bertemu denga...