Paralelisme Kelima Belas: Tanjung

18.1K 1.7K 220
                                    

Tanjung – harus disadari apa makna hidup hingga kau menghargainya.

You and I go hard, at each other like we're going to war....

You and I go rough, we keep throwing things and slamming the door...

You and I get so damn dysfunctional, we stopped keeping score...

You and I get sick, yeah, I know that we can't do this no more

-One More Night – Maroon 5-

Wilis menyentuh bibirnya sendiri. Nini sudah memberinya obat dari tumbuhan tadi. Rasanya pahit. Bukan karena Nini menyuruhnya menelan daun-daunan itu, melainkan daun-daun itu tertempel sempurna di bibirnya. Mau nggak mau lidahnya juga nggak sengaja menjilat daun itu. Pahitnya super sekali! Tapi mungkin masih lebih pahit hatinya. Nah, baper kan?

"Jadi, ada kejadian apa antara kalian berdua?" Nini menginterogasi. Wilis bungkam. Dia harus jawab apa? Mana mungkin Wilis mengatakan kalau dia bertengkar dengan Ijen, lalu Ijen menciumnya. Ah, Wilis harus menceritakan alasan berantemnya itu! Bukan membahas ciuman Ijen.

"Ijen marah, Nini..." Wilis menjawab pelan. Malu juga.

"Lalu memukulmu? Sampai menggigit?" Nini menunjuk bekas gigitan di bibir bawah Wilis. Wilis mengernyit nyeri. Ijen benar-benar gila.

"Luka Ijen bagaimana, Nini?" Wilis salah tingkah, jadi dia mencari topik yang lain.

"Dia sudah biasa dengan luka, Wilis!" Nini tersenyum santai. Wilis menggaruk tengkuknya. Wilis juga sudah biasa dengan luka. Dia sering dipukul, tapi tetap saja... luka adalah luka. Nini tersenyum menatapnya. Rupanya Nini tahu apa yang sedang dia pikirkan.

"Kamu nggak harus mengerti luka untuk tahu apa itu sakit, Wilis! Luka yang nggak tampak jauh lebih berbahaya daripada luka fisik. Ijen bukannya nggak mengerti perasaanmu, nak!" Nini duduk tenang. Wilis mendongak, menatap Nini.

"Wilis hanya lelah, Nini... Juga putus asa..."

"Kenapa, nak?" Nini bertanya lagi. Wilis tahu kalau Nini bisa membaca pikirannya, tapi Nini memberikan kesempatan padanya untuk bercerita.

"Ijen seolah sedang menarik-ulur hati Wilis, Nini! Apalagi kami berdua sama-sama lelaki..."

"Bukan menarik-ulur hatimu, nak! Dia terus menariknya. Meskipun terkadang dia harus berhenti sejenak karena lelah. Ijen bukannya nggak peka, Wilis... Tapi dia hanya sedang menyelami rasa. Ijen kehilangan orang yang dia sayangi. Kedua orang tuanya. Lalu setelah itu, anak itu mulai berubah jadi dingin. Tertutup. Karena dia takut, kalau dia mencintai seseorang.. dia akan ditinggalkan lagi. Dia nggak ingin merasakan sakit itu lagi. Ketika kamu datang dan mengusik hatinya, dia telah membuka sedikit hatinya. Kamu masuk, Wilis.. tapi dia nggak sadar kalau sudah ada kamu di dalamnya."

Wilis nggak tahu darimana Nini belajar soal filosofi hati Ijen. Yang Wilis tahu, Nini keren sekali!

Tapi Wilis nggak mau melepaskan Ijen dengan ideologinya itu. Wilis nggak mau Ijen tersesat dengan perasaannya sendiri. Wilis berpikir soal itu.

"Ijen baru sadar betapa berartinya seseorang ketika orang itu meninggalkannya. Sisi yang hilang dari Ijen muncul kembali, tapi ego tetap saja mempertahankannya..." Oh, Nini! Kenapa Nini jadi mirip motivator begini?

"Lalu aku harus apa, Nini?"

"Beri dia waktu, nak!"

"Masalahnya, semakin lama Wilis di sini... semuanya akan terasa sulit, Nini! Bisa-bisa Wilis nggak bisa melepaskan Ijen lagi..."

"Jangan lepaskan kalau begitu, nak!"

"Tapi ada hati yang harus Wilis jaga, Nini! Hati itu bukan milik Wilis..."

Love In The JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang