Paradoks Kesepuluh: Matoa

19.1K 1.8K 170
                                    


Matoa - Pernah tahu apa itu hati yang terluka?

Aku yang pernah engkau kuatkan...

Aku yang pernah kau bangkitkan...

Aku yang pernah kau beri rasa...

Saat ku terjaga hingga ku terlelap nanti...

Selama itu aku akan selalu mengingatmu...

-Puisi - Andien-

Diam. Harus diam. Kalau memang nggak punya alasan yang tepat, dia memang harus diam. Kalau dia harus bicara, maka akan ada kata-kata menyakitkan yang muncul. Itu yang sedang Ijen alami. Dia nggak paham kenapa. Ada apa dengan hatinya, ada apa dengan perasaannya. Apalagi saat menduga Wilis menyukai Rinjani, iya.. itu hanya dugaan. Karena Wilis enggan untuk menjawab pertanyaannya. Ijen harus bertahan. Harus bersabar. Kalau dia ingin mengetahui perasaan Wilis yang sebenarnya, dia harus bertanya baik-baik. Tapi sanggupkah?

Ijen masih penasaran apa alasan Wilis menjauh darinya. Rinjani? Oh, ayolah! Ijen benar-benar sudah putus asa. Dia bertanya pada Rinjani, tapi dia Rinjani sama sekali nggak paham soal itu. Dia juga sudah bertanya pada Nini, tapi Nini mempermainkannya!

"Kenapa kamu nggak cari tahu sendiri, Ijen?" Nini waktu itu tersenyum jahil. Ijen merinding. Dia jadi ingat Lu. Mereka berdua punya sifat tengil yang sama, hanya saja Nini harus bersikap bijak karena tetua di sukunya.

"Ijen sudah tanya, tapi dia nggak mau jawab! Bertele-tele terus. Kesimpulan pertama Ijen adalah... dia suka Rinjani!"

Nini tersedak, lalu terbatuk-batuk. Nini juga kaget. Mungkin Nini terkejut karena Wilis diam-diam menyukai Rinjani. Nini menggeleng lalu menepuk-nepuk pipi Ijen.

"Nini tahu apa yang terjadi, tapi kamu harus cari tahu sendiri..."

"Nini nggak bisa beri petunjuk?"

"Ini bukan soal teka-teki, Ijen!"

"Aku nggak paham kenapa anak itu menjauh, Nini! Ijen kan sudah menerimanya.."

"Lalu apa kamu sudah mengatakan itu padanya?"

Ijen bungkam. Dia malu. Gengsi dan juga salah tingkah. Dia nggak mungkin mengatakan secara gamblang pada Wilis kalau dia sudah menerima Wilis di sini. Tentu saja itu bukan tipe Ijen banget. Itu bukan Ijen. Ijen yang mereka tahu adalah pribadi yang kaku dan juga tajam. Enggan untuk bicara yang nggak perlu. Tapi ini perlu, Ijen! Biar nggak salah paham lagi!

Memangnya apa peduli Ijen kalau Wilis mengacuhkannya?

Nah!

Ijen menggaruk kepalanya gugup. Dia juga jadi aneh akhir-akhir ini. Hidupnya jadi nggak tenang. Dia sering sekali bertindak bodoh. Dia suka mengganggu Wilis, menghadang jalan Wilis, menumpahkan pekerjaan Wilis di dapur, hingga sengaja membuat Lu terikat di pohon agar Wilis datang menyelamatkannya.

Ijen jadi mirip anak kecil. Kemarin Wilis mengatainya. Childish. Itu kata Wilis, sebelum akhirnya dia melarikan diri lagi. Ijen memangnya sekelas om-om genit kekanakan apa? Bahkan Ijen juga merayu Lu agar mengajak Wilis mandi di sungai. Walaupun harus gagal. Wilis pura-pura tidur waktu itu. Wilis kapok mungkin karena insiden telanjang itu. Ah, nggak masalah! Ijen juga enggan melihat Wilis telanjang. Nggak rela, lah! Nah, apa ini Ijen? Apa sebenarnya yang kamu rasakan?

"Wilis, Wilis...!" Itu suara Lawu. Ijen sebenarnya nggak suka dengan Lawu. Lawu seolah-olah selalu mendekati Wilis. Ijen benar-benar terganggu. Apalagi Wilis juga senang-senang saja saat tangan Lawu merangkulnya. Bahkan hal paling menyebalkan yang pernah Lawu lakukan adalah... Lawu pernah memeluk Wilis. Ijen nggak terima. Maksudnya nggak suka. Ah, itu sudahlah! Kenapa ini jadi membahas perlakuan Lawu padanya?

Love In The JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang