Hiperbola Kesebelas: Angsana

18.6K 1.8K 84
                                    

Angsana – Harus berani berbunga untuk menjadi indah

Betapa hancur hati...

Hilang gairah hidup....

Serasa hampa, selimuti di jiwa...

Tak ada lagi tawa, dan tak ada ceria...

Semua hilang terkubur dalam duka...

-Selalu Ada – Blackout-

Kali ini bagian Wilis untuk menceritakan semua perasaannya. Kalau ditanya bagaimana perasaannya terhadap Ijen, dia akan menjawab jujur kali ini. Dia sakit karena melihat Ijen. Dia sakit saat melihat Ijen bersama Rinjani. Itu sudah jadi alasan yang cukup kalau dia memang benar-benar sedang jatuh cinta.

Tapi... Ijen... MENARIK ULUR HATINYA!

Apa ada hal yang lebih buruk daripada itu?

Kemarin setelah upacara, Wilis melangkah cepat menghindari Ijen sebisa mungkin. Dia memang sudah nggak terlalu menjauh, tapi masalahnya adalah.. ada Rinjani di sana. Wilis nggak mau nangis hanya karena cowok hutan itu bermesraan dengan orang lain. Lagipula, Wilis harus tahu diri. Dia siapa memangnya untuk Ijen?

Bukan karena Ijen sudah memeluknya dan menerimanya, dia jadi resmi akrab dengan Ijen. Nggak, nggak... sebisa apapun otaknya memerintahkan Wilis untuk kembali seperti yang dulu, tapi hatinya nggak bisa diajak kerja sama. Dia bingung harus apa. Dia galau.

"Wilis, tunggu!" Ijen menghentikan langkahnya tiba-tiba. Wilis sudah kepalang tanggung, berhenti. Dia menoleh lalu memasang cengirannya sebisa mungkin. Walaupun itu jadi aneh sekarang.

"Iya, ada apa Ijen?" Wilis jadi kaku.

"Nanti ada perkumpulan. Malam. Setelah senja."

"Aku boleh ikut?" Wilis mengerjap. Ijen mengajaknya? Ini sungguhan? Nggak mimpi yang sudah jadi nyata, kan?

"Iya..." Ijen mengangguk pelan. Wilis tersenyum lebar kali ini. Dia menoleh dan mendapati Lu yang sudah mengacungkan jempolnya.

"Lu nanti malam juga ikut!" Lu berlari ke arahnya dengan semangat.

"Ini buat para pemuda. Bukan buat para bocah!"

"Lu sudah remaja!"

"Sana Lu! Jangan ganggu Wilis lagi! Wilis bukan anak kecil!" Entah sejak kapan Ijen sudah berdiri di depan mereka. Ijen menatap Lu dengan raut galak, mengabaikan Rinjani yang sedang berdiri di belakangnya. Oh, poor Rinjani!

"Tapi Ijen nggak suka Wilis! Hanya Lu yang suka Wilis! Ijen saja yang pergi!" Lu, bocah tengil itu nggak terima. Dia bahkan sudah memeluk lengan Wilis, lalu menyelipkan sebelah kakinya di antara kaki Wilis. Wilis ingin ngakak, tapi dia masih ingin tahu apa yang akan mereka berdua perdebatkan.

"Memangnya anak kecil bisa apa?"

"Wilis adalah ratu Lu! Ijen sudah punya Rinjani!" Lu menunjuk muka Ijen dan Rinjani bergantian. Bocah itu kini tersenyum menang. Puas. Karena setelahnya Ijen bungkam. Dia nggak tahu harus bicara apa sepertinya.

"Ah, udah! Udah, jangan berantem! Lu, nanti malem mendingan kamu bobok yang ganteng. Anak kecil harus banyak tidur biar bisa tumbuh besar!" Wilis menengahi. Lu melepaskan diri dan menatap Wilis dengan pandangan nggak percaya.

"Sungguh? Wilis nggak lagi bohong, kan?" Lu menatap Wilis. Wilis berlutut dan menatap wajah Lu agar sejajar dengan wajahnya sendiri.

"Pertumbuhan terjadi saat seseorang sedang tidur. Lu sudah belajar ini dari Nini, kan?" Wilis mengangguk cepat.

Ijen mengernyitkan kening nggak percaya.

"Apa putri tidur yang Wilis ceritakan itu tinggi sekali? Kan dia tidur terus..." Lu mengerutkan dahinya lagi. Wilis menelan ludahnya gugup. Mati, dah! Dia harus jawab apa kali ini?

Love In The JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang