Litotes Kedua Belas: Bambu

16.9K 1.8K 94
                                    

Bambu – Ketika sebuah rasa merasuk di antara celah hati.

Kusadari akhirnya kerapuhan imanku...

Telah membawa jiwa dan ragaku...

Ke dalam dunia yang tak tentu arah...

Kusadari akhirnya Kau tiada duanya...

-Akhirnya – Gigi-

Sakit yang tiba-tiba Ijen rasakan adalah alasan kenapa dia nggak bisa tidur malam ini. Dia nggak tahan lagi. Pikirannya sedang buntu. Kalut, galau dan juga sedih. Dia nggak sanggup bertemu Wilis lebih daripada ini. Wilis seolah mempermainkan hatinya. Wilis seolah membuatnya jadi berpikir lebih keras dari sebelumnya. Tidakkah Wilis tahu bagaimana perasaannya? Apa Wilis nggak merasakannya? Kenapa Wilis senang sekali membuat percikan-percikan di hatinya? Apa ini artinya Wilis harus pergi? Cukup satu saja alasan kenapa Wilis harus pergi. Karena Ijen tahu, Wilis nggak sekuat itu untuk menerima. Yang paling ironis adalah... Wilis begitu karena ulah Ijen sendiri!

Apalagi kemarin... Wilis mengatakan kalau dia ingin kembali!!

Bodohnya lagi, Ijen nggak mencegah tubuh Wilis yang berbalik lalu meninggalkannya. Ayolah Ijen... kenapa kamu masih ragu? Apa sebenarnya yang kamu pikirkan dan rasakan? Cowok itu akhirnya lelah dan menyerah terhadapmu.

Ijen melangkah cepat, mencari keberadaan cowok asing itu. Namun hanya Nini yang dia temui. Nini sedang menatapnya sambil mengerutkan kening. Nini itu sakti, Nini bisa tahu apapun. Nini adalah peramal.

"Jangan bohong pada perasaanmu, nak! Kamu nggak akan selamanya menggenggam batu..." Nini berkata tajam padanya. Ijen diam.

"Nini..."

"Saat hati yang bicara, maka otak harus mendengarkannya... Pakai nuranimu, nak!"

"Ijen salah, Nini! Salah..."

"Lalu untuk apa kamu di sini, Ijen? Kejar dia, nak..."

Ijen menggeleng. Bagaimana kalau Wilis menolaknya? Bagaimana kalau Wilis menghindarinya lagi? Lalu bagaimana Rinjani kalau Ijen memilih bersama Wilis. Ijen sudah terikat dengan Rinjani. Nggak, bukan karena Ijen mencintainya. Tapi karena ikatan ini telah disahkan oleh ketua suku. Tapi ketua suku sedang sakit keras dan tertidur sekarang. Nah, Ijen.. sudah sadar dengan apa yang kamu rasakan itu Ijen? Kenapa kamu masih keras kepala dengan itu?

"Ijen, kamu lihat Wilis?" Lawu, Bromo dan yang lain tiba-tiba muncul dengan raut panik. Bahkan Lu, bocah tengil itu sudah menangis kencang. Lu menggenggam erat tangan Ringgit. Nggak biasanya bocah tengil itu menangis. Meski jatuh, Lu nggak pernah nangis. Tapi kali ini? Dia menangis karena Wilis.

"Ada apa?"

"Dia.. dia ngomong soal balik dan yang lain. Kami cemas..."

Lalu setelah itu Ijen mulai kehilangan arah. Dia menyentuh dada kirinya. Sakit. Ada sakit yang kasat mata di sana. Logikanya mulai tumpul. Ijen berdiri, meninggalkan Nini tanpa kata dan mulai mengikuti teman-temannya. Mencari Wilis.

"Ini pasti gara-gara Lu!" Lu masih meracau. Bocah itu menangis makin kencang. Ijen menoleh ke arahnya, berlutut di depan Lu lalu memegang kedua bahu bocah itu.

"Ada apa sebenarnya, Lu?"

"Tadi Wilis sedih. Lu dan yang lain ingin menghibur. Kami memeluk Wilis, tapi Wilis jadi makin sedih. Lalu Wilis menangis dan pergi sambil bilang maaf..."

Ijen kaku di tempatnya.

"Ijen... gimana kalau Wilis pergi?" Lu masih menangis, menjerit kencang. "Lu janji nggak akan meluk Wilis lagi. Lu nggak akan membuat Wilis menangis lagi..."

Love In The JungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang