Bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Rasanya aku telah bebas dari mata pelajaran yang amat aku tidak sukai. BIOLOGI. Entah kenapa aku tidak suka mata pelajaran itu,padahal aku sangat suka dengan kawannya. FISIKA."ndy!" Panggil Juli saat aku sedang merapihkan barang-barangku yang ada di atas meja.
"Hah?" Juli menghampiriku di iringi dengan Okta.
"Abang ganteng jemput lu lagi ngga?" Juli duduk di kursi belakangku sementara Okta disampingku.
"ngga!" Terlihat mukanya mendung, padahal tadi terlihat cerah sekali.
"Kenapa?"tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Lu mah. Emang dia kenapa ngga jemput lu?" Sebelum aku menjawab sudah dijawab oleh Okta dengan nada yang sedikit kesal.
"Lu kira si Rendy itu supirnya si Nindy? Dia juga punya kerjaan kali!" Melihat ekspresi juli kami berdua tertawa "Hahahaha"
"ekh, jul. Lagian ya kemaren itu kak Rendy jemput gw ya cuma karena gw mao di bawa ke kantornya buat jadi saksi tawuran yang kemaren doang. Lu pikir dia bakal anter jemput gw gitu? Ngaco aja lu."
Semakin kusutlah tuh mukanya Juli. Udah beberapa tahun terakhir ini si Juli menaruh hati ke kak Rendy. Iya sih kita udah temanan dari orok. Dan pasti Juli juga udah kenal Kak Rendy sejak itu juga.
Katanya Juli, kak Rendy itu semakin 'Sesuatu' setelah dia resmi menjadi polisi.
Postur badan pasti berubah. Walaupun nggak banyak. Yang pasti aku merasa badannya tambah tinggi dan makin jadi bentukkan. Udah jagi Cowok beneran. Dari muka sebenernya juga ngga jelek-jelek amat dan ngga ganteng-ganteng amat. Kalo kata juli, kak Rendy itu manis bangat kaya gulali. Apalagi ditambah lesung pipitnya yang dalem bangat kaya Afgan. Reaksi aku paling setelah Juli memujinya abis-abisan aku berasa mual. Ingin muntah. Ya walaupun yang di katakan juli sebenarnya ada benarnya juga.
Umur Kak Rendy engga jauh beda sama aku. Perbedaannya hanya 6 tahun saja. Dan kami memang begitu akrab. Walaupun kami cuma sepupuan. Kak Rendy udah kaya abang kandung ku sendiri. Dia selalu berdiri paling depan jika ada yang berani menyakitiku. Yah, walaupun itu ngga guna juga sih. Soalnya aku selalu bisa menyelesaikannya dengan mulus. Entah itu pakai kekerasan, mulut, maupun otak.
"udah akh yuk kita balik. Betah bangat sih lu disini." Okta tampak mulai tidak betah dan beranjak dari tempat duduknya.
"Iye." Aku berdiri dari dudukku dan menarik tangannya Juli.
"ayo buruan! Alay bangat dah lu! ngga mau pulang apa lu?" Juli masih ogah-ogahan untuk beranjak dari tempat duduknya. Dan akhirnya dia pun ikut kami berjalan keluar kelas.
"ndy kemaren gimana?" Tanya okta kepadaku
"ya gitu. Ditanya-tanya awal kenapa gw bisa berada disitu sampe akhirnya gw ketemu sama kak Rendy."
"trus?"tanya juli penasaran
"ya gw ceritain aja semuanya yang kaya gw ceritain kekalian pada. Kecuali yang itu"
"yang bantuin lu turun dari pohon?" Tebak Okta
"Yups." Kami pun sampai dilapangan basket sekolah yang tidak jauh dari gerbang. Kami pun duduk di pinggir lapangan yang kebetulan ada pohon besar di sana.
"guys."
"Hmmm" jawab Okta dan Juli bersamaan.
"masa kemarin pas gw dateng ke rumah korban gw liat orang yang bantuin gw turun dari pohon itu."
"lah, bukannya elu bilang lu ngga liat mukanya karena gelap?" Tanya Okta melihatku serius.
"iya sih, tapi dari tatapannya yang tajam dan dingin itu. Gw masih inget,ta. matanya itu berwarna coklat tapi ada warna merahnya gitu juga."
"itu orang lagi sakit mata kali" celetuk Juli yang sepontan membuat aku dan okta tertawa.
"iya bener-bener" okta menganguk-anguk tanda setuju.
"gw nggak bego-bego amat kali. Gw masih bisa bedain mana mata yang sakit sama yang sehat." Okta dan Juli terdiam.
"kemarin saat gw ingin masuk kerumahnya korban gw sempet papasan sama dia. Mata kami pun sempat saling menatap walaupun ngga lama" aku membetulnya posisi dudukku agar lebih nyaman. Juli dan Okta pun masih serius mendengarkan ceritaku.
"tatapanya itu ngga bisa gw lupain. Dalem banget.""terus gimana?"tanya okta.
"ya begitu aja. Dia langsung pergi. Entah kemana. Ngilang gitu aja."
Kami masih terdiam. Aku menghela nafas yang terasa berat. Penasaran. Yups, aku penasaran dengan laki-laki itu. Kenapa dia menatapku begitu tajam dan dingin. Apa aku pernah punya salah sama dia? Tapi kapan? Ketemu aja baru itu doang.
Tiba-tiba ada suara yang manggilku yang berhasil membuyarkan lamunanku.
"Nindy Andriana!" TeriaknyaAku, Juli, dan Okta pun menegok asal suara berasal.
"Kak Rendy!" Teriak Juli yang mengagetkanku.Kak Rendy berjalan mendekati kami. "ekh, manusia! dari tadi gw panggilin ngga nyaut-nyaut lu" dari nada bicaranya kak rendy terdengar kalau di lagi gondok.
"Ngapain lu kesini? Lu nggak kerja?" Sekarang kak Rendy tepat berada di depanku, sehingga aku mendongak ke atas.
"gw libur. Bapak lu nyuruh gw jemput lu. Takut lu ngga nyampe rumah."
Etdah, dikira aku ini anak kecil kali yang akan tersesat dan ngga akan nyampe rumah. Ya walau pun aku akui aku masih trauma kalau pulang sendiri juga sih.
Baru saja aku mau menjawab, kak Rendy sudah menarik tanganku. Juli dan Okta hanya melongo melihatnya.
"iye,,,, iye,,,, sabar napa ya!" Aku melepaskan tangan kak Rendy dari tanganku
"Buruan! gw ada janji nih. Jangan sampe gw telat gara-gara elu yang lelet."
"Bentar!" Aku memukul-mukul pantatku untuk membersihkannya.
"Guys gw duluan yak!" Tangan ku melambai ke arah Juli dan Okta.
Dengan kasarnya kak Rendy menarik tanganku kembali. Dan kami berjalan menuju motor kak Rendy yang terparkir tidak jauh dari pintu gerbang.
***
Malam semakin larut. Sementara aku masih terpaku diam, padahal niatnya aku ingin belajar untuk uas hari senin nanti.
Tapi pikiranku tidak berada disini. Bayangan itu masih menggelayuti dengan berbagai pertannyaan di otakku.
Aneh banget sumpah! Sebenernya kenapa sih itu orang?! Kenapa dia kaya gitu ke aku? Why? Tatapanya itu loh. Ini udah lewat dari satu minggu. Dan aku masih memikirkannya.
Sial! bentakku dalam hati. Baru ketemu dua kali udah bikin aku penasaran.
Oke, Fokus Nindy! Besok udah UAS. Jangan sampe elu dapet nilai jelek gara-gara kepikiran dia. Aku berussaha menyemangati diri sendiri.
Besok UAS, 2 minggu setelah UAS ada US. Abis itu ngga lama UN. Semangat NINDY!!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE WITH YOU
ספרות נוערBaru pertama kali ini Nindy Andriana bertemu dengan seseorang yang selalu memenuhi pikirannya. Seseorang yang belum pernah ia,kenal. Tiba-tiba memintanya untuk menikah. Dimas Nugroho, laki-laki itu seketika membuat dunia Nindy berubah.