TWELVE

289 29 2
                                    

Satya berjalan di sebuah pusat perbelanjaan bersama kakaknya. Wajahnya tertekuk karena bosan. Mulutnya tak henti-henti merutuki kakaknya yang hobi belanja itu.

"Karet...." Karet adalah panggilan sayang dari Satya untuk sang kakak yang merupakan singkatan dari 'Kak Retha'.

"Apa sih, Sat?" Retha menoleh sekilas, kemudian kembali fokus dengan sekumpulan baju di depannya.

"This is almost five hours! You break your promise!" Matanya memutar malas.

Retha tak menghiraukan sang adik yang sudah mengeluh sejak dua jam lalu. Dia memang berjanji untuk tak berlama-lama di pusat perbelanjaan, tetapi pernak pernik lucu membuatnya semakin betah berada di gedung itu.

"I give you ten minutes!" Satya berjalan meninggalkan Retha dan duduk di sebuah kedai es krim di dekat toko tempat Retha mematut diri.

Laki-laki itu memesan es krim gelato dengan taburan kukis yang disajikan dalam sebuah cup. Ia menikmati makanan dingin tersebut dengan lahap. Saat laki-laki itu tengah melahap sentuhan terakhir dari es krim tersebut, ia melihat seseorang yang ia kenal.

"Vania..." panggilnya sedikit berteriak. Yang dipanggil pun menoleh, membuat Satya menghembuskan napas lega karena ia tidak salah panggil.

Vania berjalan menghampiri Satya. Ia menyunggingkan senyum tipis. "Di sini juga?" tanyanya tenang.

Satya mengerutkan dahinya seraya tersenyum bingung. "I'm here and you know the answer." Senyum bingung tersebut berubah menjadi senyum simpul yang bersahabat.

Vania tertawa pelan. Tawa pelan yang berhasil membuat lawan bicaranya terhanyut dalam pesona tawanya yang terlihat manis. Satya menyukai tawa itu, bahkan ia tak sadar jika Vania telah berhenti tertawa.

"Sat?" panggil Vania seraya melambaikan tangannya di depan wajah Satya.

"...."

"Kak Satya?" Vania mengulangi kegiatannya lagi.

"...."

"Kak Rinan Satya Wardhana!" Vania sedikit memekik untuk menyadarkan Satya yang masih melamun seraya melihat ke arah wajahnya.

Satya langsung terlonjak kaget. Ia tak menyadari bahwa sejak tadi ia melamun saat melihat Vania tertawa. Ia langsung tersenyum getir, menyesali perbuataannya tadi.

"Kok bengong sih?" tanya Vania santai.

"Hah?" Mampus! Mau jawab gimana coba? batinnya bingung. "Ga apa-apa kok," tuturnya sembari tersenyum.

"Oh gitu," ucap Vania sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue duluan, ya ... udah ditungguin Bunda." Tanpa menunggu jawaban Satya, Vania langsung berjalan meninggalkan laki-laki itu di depan kedai es krim.

Setelah Vania meninggalkan Satya, laki-laki itu masuk ke dalam ke dalam toko baju untuk memarahi Retha yang tak kunjung keluar dari toko tersebut. Kakinya melangkah menuju tempat terakhir Retha berdiri, dan ia menemukan Retha masih berkutat di sana.

"Reth..." panggil Satya memelas.

"Iya, Sat. Ini udah mau bayar kok." Retha memutar tubuhnya dan menyeringai jahil pada sang adik. Gadis dengan kemeja berwarna peach itu pun berjalan menuju kasir. Satya pun mengekor di belakang.

Seusai membayar belanjaannya, Retha mengajak Satya untuk makan. Mereka berkeliling mencari restoran yang tidak ramai. Saat sedang berjalan, Satya menangkap sosok Vania yang sedang duduk di dalam sebuah restoran bersama sang bunda.

"Ke sini aja, yuk!" ajak Satya sambil tersenyum. "Ga terlalu rame," laki-laki itu menambahkan.

Retha mengangguk seraya melangkah mengikuti adiknya. Mereka berdua mencari tempat duduk, dan setelah mendapatkannya, mereka duduk. Seorang pelayan datang ke meja kakak beradik tersebut untuk memberikan menunya.

ValeNaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang