EPILOGUE

460 22 7
                                    

Nathan memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Ia juga mengepak beberapa barang dan memasukkannya ke dalam koper.

Tok tok tok

"Mas, Mbak Vania udah datang," ucap seorang pembantu dari ambang pintu.

Nathan mengangguk dan mempercepat kegiatannya.

Sembari menarik koper, Nathan berjalan menuruni tangga. Laki-laki itu langsung menuju ruang tengah. Di sana, Vania sudah menunggu sambil tersenyum.

"Kamu ikut nganterin aku ke bandara?" tanya Nathan.

Vania mengangguk.

"Ya udah, yuk." Nathan mengulurkan tangannya untuk membantu Vania untuk berdiri.

Vania tersenyum tipis mendapat perlakuan tersebut. Nathan dengan erat menggenggam tangan Vania menuju mobilnya.

Setelah Nathan dan Vania masuk ke dalam mobil tersebut, sang sopir pun langsung mengendarai mobil hitam tersebut keluar dari rumah Nathan menuju bandara.

Di dalam mobil, Nathan tidak mau melepas genggamannya di tangan Vania. Bahkan di saat ia tidur selama perjalanan. Setiap Vania ingin melepaskannya, Nathan justru mengeratkan genggamannya.

Setelah dua puluh menit berjalan, mobil tersebut berbelok ke sebuah pemakaman yang sangat Vania kenal. Itu area pemakaman tempat Nizma dikubur. Vania melirik Nathan. Laki-laki tersenyum tipis dengan mata yang masih terpejam.

"Ke sini dulu, ya," ucap Nathan.

Mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke area pemakaman tersebut. Blok demi blok mereka lewati hingga akhirnya mereka sampai di sebuah kuburan yang terlihat baru dengan rumput di atasnya. Keduanya berjongkok di samping pusara tersebut.

Vania perlahan mengusap batu nisan yang ada di kepala makam. Senyum tipis mengembang di bibir Vania.

Bun, Vania dateng nih. Vania ga dateng sendirian. Vania dateng sama sahabat Vania yang sangat Vania sayangi. Bunda tau, 'kan, siapa? Nathan, Bun. Sekarang aku sama Nathan pacaran, lho. Aku bahagia banget sama dia. Dia bahkan bawa aku ke sini. Dia tau aku ga sempet ke sini karena tugas sekolah aku numpuk. Bun, Vania kangen banget sama Bunda. Bunda baik-baik, ya, di sana. Suatu saat nanti Vania bakal nyusul kok, batin Vania.

Hai, Tante. Ini aku Nathan. Tan, aku sama anak perempuan Tante sekarang pacaran, lho. Nathan ga nyangka kalau Nathan seberani itu. Tante, makasih, ya, udah ngelahirin anak yang cantik, sabar, berani, dan bijak. Walaupun dia agak manja. Nathan bersyukur kenal sama keluarga Tante. Nathan bersyukur karena Nathan sadar kalau Nathan punya keluarga lain yang bikin nyaman. Tante, aku balik ke Perancis, titip Vania di Indonesia, ya. Dadah, Tante, batin Nathan.

Keduanya berdoa untuk Nizma. Setelah berdoa, mereka kembali ke mobil. Sang sopir pun langsung melajukan kendaraan roda empat tersebut menuju arah tujuan.

"Pak, minggir ke sana dulu, ya," ujar Nathan sambil menunjuk sebuah restoran dengan suara paraunya.

"Iya, Mas," jawab sopir tersebut.

Sopir tersebut membelokkan mobilnya ke restoran yang Nathan maksud. Nathan dan Vania menuruni mobil tersebut.

"Bapak mau makan?" tanya Vania.

"Mas Nathan sama Mbak Vania aja. Saya nanti makannya," ucap sopir itu ramah.

Vania mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Gadis itu langsung menyusul sang pacar masuk ke dalam restoran tersebut. Di dalam, Nathan sudah duduk di sebuah meja untuk dua orang.

"Kamu flight jam berapa?" tanya Vania sambil menarik kursi.

"Jam dua belas lewat lima belas," jawab Nathan sambil membolak-balikkan buku menu.

ValeNaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang