FIFTEEN

287 23 5
                                    

Feliza, Kino, Gwen, dan Tommy sedang berada di sebuah lapangan di dekat rumah Vania. Mereka sedang menyiapkan pesta kejutan untuk Vania yang akan bertambah usia beberapa jam lagi. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat dua belas menit. Keempat sahabat Vania itu sedang menunggu dua orang lagi, Satya dan Nathan. Feliza dan Kino mengajak kedua orang tersebut.

"Akhirnya dateng juga," ucap Kino saat melihat Satya datang dengan motornya, sedangkan Nathan datang dengan sepedanya.

"Belum beli kuenya?" tanya Satya saat melihat keempat orang sedang duduk di kursi taman itu dengan tangan kosong.

"Belum diambil, Kak Sat," jawab Gwen ramah.

"Panggil Satya aja, ga usah pake kakak," tukas Satya dengan santai.

"Ke rumah gue dulu, yuk! Masih lama juga, 'kan?" ujar Nathan seperti biasa; datar, dingin, dan tanpa ekspresi.

Kelimanya berpikir sejenak, lalu tak lama kemudian mereka mengangguk serempak. Mereka berenam segera menaiki kendaraan mereka masing-masing dan melajukannya menuju rumah Nathan.

Sesampainya di rumah Nathan, si tuan rumah langsung menawarkan tamunya untuk bermain play station miliknya di ruang tengah. Sedangkan Nathan sendiri lebih memilih membaca komik di teras rumahnya.

"Nama lo ... Nathan?" Tiba-tiba Satya sudah berdiri di sebelah kursi yang diduduki oleh Nathan. Nathan menoleh, lalu ia mengangguk. "Boleh gue duduk di sini?" Satya menunjuk kursi di sebelah Nathan. Lagi-lagi Nathan hanya mengangguk. "Boleh gue nanya-nanya?" tanya Satya lagi.

"Cepetan!" ucapnya tegas yang membuat Satya menelan salivanya.

"Lo sahabat kecilnya Vania?" tanya Satya serius. Yang ditanya mengangguk ragu. "Vania gimana sih orangnya?" Mimik wajah Satya berubah menjadi antusias.

"Ribet." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Nathan.

"Selain itu?" Satya menaikkan alisnya. Wajahnya terlihat begitu penasaran.

"Cengeng, bawel, udah," jawab Nathan sekenanya. Di dalam hati ia sudah merengut kesal karena Satya sudah mengganggu kegiatannya membaca komik.

"Nath ... lo mau bantuin gue buat deketin Vania?" Senyum lebar mengembang di bibir Satya.

"What?!" Wajah Nathan terlihat terkejut. Satya yang duduk di sampingnya langsung terlihat bingung. "Ada gitu yang mau sama dia?" tanya Nathan santai dan dingin.

Satya terkekeh. "Gue mau, kok." Karena dia pengobat rindu gue sama Kinan, batin Satya.

"Oh." Nathan mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Jadi lo mau bantuin gue?" tanya Satya hati-hati.

"Ngga," jawab Nathan santai. "Gue males berurusan dia, kecuali kalau kepepet," Nathan melontarkan alasannya dengan datar.

Satya terlihat bingung pada awalnya, tetapi pada akhirnya ia bisa mengerti dan membungkam mulutnya. "Gue masuk dulu," ucap Satya sambil bangkit dari kursi. Itu manusia apa es, sih? Dingin banget. Pantes aja dipanggil titisan beruang kutub, batin Satya jengkel. Satya berjalan menuju ruang tengah rumah tersebut dan bergabung dengan yang lain.

Sedangkan Nathan, ia sibuk dengan komik yang baru saja ia beli tadi siang. Ia membaca komiknya ditemani stik keju yang juga ia beli tadi siang.

^^^

"Nath, gue sama Gwen mau ambil kue dulu, ya," ucap Tommy yang diikuti anggukan dari Nathan.

Tommy dan Gwen berjalan menuju motor Satya. Sedangkan Nathan menutup komiknya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Ia tak mengacuhkan orang-orang yang sedang berada di ruang tengah, dan lebih memilih masuk ke dalam kamarnya.

ValeNaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang