SEVENTEEN

272 22 6
                                    

Hari pertama di semester dua sudah dimulai. Vania sudah siap dengan seragam, tas sekolah, serta gitarnya. Vania langsung mengenakan sepatunya, lalu berjalan keluar dari kamarnya. Vania menyambar roti yang ada di meja makan, lalu berjalan menuju mobil Azra.

"Ngapain bawa gitar?" tanya Azra yang sedang membetulkan rambut.

"Ada music day," jawab Vania sekenanya.

"Terus drama musikalnya kapan?"

"Hari ini juga. Sekalian," jawab Vania. "Agra mana sih? Lama banget," gerutu Vania.

"Itu baru keluar," jawab Azra sambil mengklaksonkan Agra yang masih sibuk dengan dasinya.

Setelah Agra masuk ke dalam mobil, Azra mengeluarkan mobil dari garasi. Vania mengeluarkan gitar akustiknya dari hard case-nya. Ia memetik senar gitar dan sedikit bersenandung.

Tak sampai sepuluh kemudian, mobil Azra berhenti di depan gerbang sekolah Vania. Gadis itu segera turun dari mobil dengan tangan yang menjinjing hard case gitar.

Sesampainya di kelas, Vania segera meletakkan tasnya di kursi yang meletakkan gitarnya di lantai. Vania menghela napas panjang sambil meluruskan kakinya.

"Van." Feliza yang baru saja datang langsung duduk di kursi samping Vania dan menatap lurus mata Vania.

"Apaan?" tanya Vania sambil mengernyitkan dahi.

"Naila sama Nathan pacaran." Dung tek ces plung. Vania menahan napasnya dan merasakan dadanya sedikit perih. Matanya terasa panas, tetapi tidak mau menangis.

"Oh." Satu kata sejuta makna. "Btw lo nyuruh gue bawa gitar kenapa? Emang Dehan ga bisa?" Vania mencoba mengalihkan topik.

"Dehan masuk rumah sakit. Terus yang hafal chord daftar lagu anak musik lo doang. Gue nyuruh lo juga karena Jessi minta tolong buat kasih tau lo," jawab Feliza santai.

"Emang mau nyanyi apa sih? Biar gue latihan dulu," ucap Vania sambil membuka kotak gitarnya.

"Di ruang musik aja sana, udah ada Jessi sama Aryo." Feliza membuka bungkus makanan ringan yang tadi ia beli.

Vania mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia meraih gitarnya dari kotak. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Vania melambaikan tangannya dan berjalan menuju ruang musik untuk bergabung dengan Jessi dan Aryo.

Di koridor menuju ruang musik, Vania melihat Nathan yang sedang berjalan bersama Naila. Tangan Naila bertaut di lengan Nathan. Wajah Nathan terlihat datar, tetapi setiap Naila mengeratkan pegangannya, Nathan selalu tersenyum tipis sambil menatap wajah Naila.

Vania menutup matanya sejenak, lalu melanjutkan berjalan. Ia melewati dua sejoli yang masih baru tersebut. Dadanya terasa seperti diremas saat melewati mereka. Sesak.

Vania terus berjalan menuju ruang musik. Setelah sampai di ruang musik, Vania menekan perlahan kenop pintu ruangan tersebut dan masuk ke dalamnya. Jessi dan Aryo sudah menunggu sambil berlatih.

"Track list-nya apa?" tanya Vania setelah duduk di kursi yang ada.

"Stitches, Love Yourself, Sorry, sama Could It Be," jawab Jessi.

"Nanti lo nyanyi, ya, Van," ujar Aryo, ringan.

"Hah? Nyanyi apa? Suara gue serek." Vania mengernyitkan dahi. Wajahnya terlihat begitu ragu.

"Lagunya terserah lo," kata Jessi, "gue punya obat buat serek lo."

Jessi berjalan menuju tasnya yang ada di kursi yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Gadis jangkung itu mengambil sesuatu dari tasnya.

ValeNaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang