TWENTY TWO

278 20 0
                                    

Masalah Vania dengan Naila sudah berlalu seminggu yang lalu. Naila sudah mengakui kesalahannya walau masih gengsi untuk bertatap muka dengan Vania, murid-murid di SMA Nusantara pun sudah mengubah pandangan mereka pada Vania dan meminta maaf pada Vania dan Kino.

Nathan pun sudah kembali berbicara Vania walau hanya sebatas urusan tugas. Satya juga sudah bisa menghela napas lega ketika Vania sudah tidak menangis lagi dan semangat lagi untuk latihan karate setelah dua minggu tidak mau latihan.

Vania yang cerewet sudah kembali. Ia sudah bisa berlari sambil memamerkan deretan gigi putihnya. Feliza, Kino, Tommy, dan Gwen juga sudah bisa tersenyum kembali dan tidak perlu repot-repot menjaga Vania agar tidak menangis dan asal menarik rambut orang.

"Senyum mulu. Nanti kering, lho, giginya," ucap Satya yang sedang duduk di sebelah Vania.

"Lo juga sering senyum-senyum ngeliatin gue. Hahaha." Vania terkekeh sambil memasang wajah anehnya.

Wajah Satya langsung memerah. Ketauan dah, ah! Bangsyat! pikir Satya.

"Lagian lo cantik, sih. Kalau ga cantik ga bakal gue liatin," ucap Satya membela diri.

"Ah masa?" Vania menaikkan sebelah alisnya. "Cantikan gue atau Xena?" tanya Vania.

Xena adalah perempuan paling cantik di SMA Nusantara. Tak ada satu pun yang bilang Xena jelek atau biasa saja. Mata besar dengan iris berwarna hitam pekat, hidung yang tidak pesek tapi tidak mancung juga, bibirnya merah alami, alis yang rapi, rambut yang halus dan indah tanpa dibentuk, dan bulu mata yang lentik. Ditambah Xena pintar dan berbakat.

"Cantikan Xena lah. Tapi, 'kan, Xena udah punya Vier. Masa gue ngeliatin dia? Mending ngeliatin lo, belum ada yang punya. Walaupun hati sudah memilih. Hahaha," ucap Satya.

"Ga ada yang punya? Gue punya Bunda, Ayah, Kak Azra, sama Agra." Vania menjulurkan lidahnya ke arah Satya.

Mulai deh mirip Kinan lagi, batin Satya.

Sebuah ide usil terlintas di otak Satya. Laki-laki itu berjalan ke depan Vania dan berjongkok. Satya memandangi mata Vania. Pada awalnya Vania biasa saja, tetapi lama kelamaan Vania menjadi salah tingkah. Vania langsung memalingkan wajahnya dan fokus dengan ponselnya.

"Kok, mukanya merah, sih, Van?" goda Satya sambil menahan senyum.

"Au amat." Vania mencebikkan bibirnya.

Satya menjawil hidung Vania. "Cie, salting, cie," goda Satya.

Vania tersenyum tipis dan memasukkan ponselnya ke dalam kantung. Vania menopang dagunya dengan tangannya yang ditumpukan di pahanya. Vania tersenyum tipis sambil menatap wajah Satya.

"Bales dendam nih ceritanya?" Satya kembali menatap mata Vania sambil tersenyum.

Mereka saling bertatapan sambil mengeluarkan jurus andalan masing-masing. Vania dengan senyumannya dan Satya dengan matanya. Mereka bertatapan cukup lama. Hingga akhirnya mereka tertawa bersama.

^^^

Vania baru saja pulang dari sebuah taman yang tadi ia kunjungi bersama Satya. Di depan rumah Vania sudah ada Nathan yang sedang duduk dengan mata yang tertuju pada layar ponsel.

"Ada apa, Nath, ke sini?" tanya Vania dengan ramah.

"Ajarin gue kimia, dong," pinta Nathan.

"Udah ga marah lagi nih sama gue gara-gara gue ngejambak Naila?" tanya Vania sambil terkekeh.

Nathan berdiri dan langsung memiting kepala Vania. "Jangan ngomongin dia lagi, gue udah putus sama dia," ucap Nathan lalu mencium puncak kepala Vania.

ValeNaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang