Aidan menatapku dengan sorot tajam. Aku hanya terdiam dan mengulum bibir gugup. Cowok itu lalu mendekat hingga ujung sepatu kami bersentuhan. Ia membungkuk hingga kepalanya berada tepat disamping kepalaku. Ia lalu menoleh ke arah ku sehingga dapat kurasakan napasnya yang pelan.
Aidan lalu berbisik. "Tukang nyolong loker."
Rasanya seperti disambar petir lima kali. Mataku terbelalak, lalu sadar bahwa ternyata di depanku adalah mading dan bukannya Aidan, membuatku lega sekali.
Khayalan seperti itu rasanya nyata, lalu mengingat bahwa ada kemungkinan itu terjadi di realita, aku langsung menutup wajah dengan tangan sambil menghela napas lesu.
"Hadu kalau gini mana kuat gue muncul depan dia," ujarku dalam hati
Terlebih lagi membuat spanduk itu butuh banyak kerja sama.
Aku menenggelamkan wajahku ke dalam lipatan tangan. Menendang-nendang udara geram.
"Anya, lo bareng Aidan mau kerja spanduknya di mana?" Kira tersenyum jahil. "Kalau gue sama Dino sih di rumah gue, kalau elo? Di rumahnya Aidan ya?"
Pipiku serasa merah padam, aku menunduk dan segera berjalan gontai menuju kelas.
"Halah pake acara sok gusar segala, padahal dalam hati senang banget udah kayak kayang." kira mengikutiku dari belakang.
Pikiranku kacau, aku tidak tahu ini perasaan apa. Antara takut, bingung, malu, dan juga marah. "Diem!" Aku menggerutu, tetap meneruskan langkahku menuju kelas.
"Eh, eh, Anya!" Kira kesulitan menyusulku "Anya tungguin gue!"
***
Aku sama sekali tidak fokus ke pelajaran, otakku terus memikirkan kejadian tadi, ditambah lagi spanduk itu.
"Duh, gimana mau ngerjain bereng, muncul di depannya aja gue enggak bisa," batinku resah. "Apa sebaiknya gue ngerjain sendiri aja ya? Ah! Enggak mungkin, harus ada yang bantu."
Melihatku yang tidak kunjung menulis, Kira memutar arah duduknya menghadapku "Anya, gue enggak bermaksud usil ya, tapi...," Kira memberi jeda, "lo mau ngerjain spanduknya di mana? Lo udah bikin rencana bareng, Ehm, Aidan?"
Aku mendengus. Kira benar, aku harus segera berbicara pada Aidan. Harus.
"Kalau elo?" tanyaku lesu.
"Gue sekelompok sama Dino, bagian panitia lomba balap karung. Katanya, Dino bakalan datang ke rumah gue siang ini," jawab Kira.
Aku hanya mengangguk, apa aku harus ke kelas Aidan sepulang sekolah nanti? Aku menenggelamkan kepalaku ke lipatan tangan lagi.
Tiba-tiba, Kira menepuk-nepuk bahuku "Anya!" Kira berbisik tertahan "Anyaa!"
Dia kenapa lagi sih? Aku menoleh malas "Apa lagi sih, Kir?" tanyaku tanpa minat. Masih tidak mau mengangkat kepalaku dari meja.
"I-itu" Kira terbata "Anya itu!" Kira menunjuk ke arah meja guru.
"Ap-" aku terkesiap, bibir bawahku kugigit keras ketika melihat sosok itu berdiri di sana, tengah berbincang dengan Pak Anton.
Aidan.
Kenapa dia ada di sana? Sejak kapan ia masuk?!
Aku hanya bisa menunduk, berharap agar ia tidak melihatku.
Murid-murid perempuan mulai berbisik-bisik memuji tampang Aidan yang memang ganteng.
![](https://img.wattpad.com/cover/57250349-288-k891178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sketcher's Secret
Novela Juvenil(Completed) Bagi orang-orang lain, Aidan itu; -Cakep -Suka musik dan basket -Agak pendiam -Suka bawa buku sketsa ke mana-mana Tapi bagi Anya, Aidan itu; -Tidak hanya cakep, tapi juga ramah dan punya senyum yang manis. -Tidak hanya sekedar suka...