Dear Penny,
----
***
Aidan's POV
Aku memperhatikan lokasi GPS Anya di ponselku lekat-lekat. Aku menyipitkan mataku, mengalihkan fokus secepatnya ke kemudi mobil, lalu berpikir keras. Mencocokkan setiap belokan-belokan dengan ingatan dan lokasi pada ponsel.
Menghindari pejalan kaki sebisa mungkin, menggerakkan kemudi di setiap belokan yang rasanya per detik jarak waktunya. Kecepatan sama sekali tak kukurangi. Tak peduli dengan suara-suara di sekitarku yang semakin gaduh.
Satu fokus saja.
Aku mengecek GPS.
Sialan! Dia terlalu cepat!
Lepas kendali, aku menginjak pedal gas sekuat-kuatnya. Mencuri kesempatan karena telah keluar dari jalanan sempit. Kemudi terus membanting, membuat tanganku pegal.
Satu-dua-tiga-bahkan lebih dari lima mobil kulambung dengan belokan tiba-tiba. Klakson-klakson mereka mulai berbunyi, membuat jalanan raya yang padat itu kacau dan gaduh. Tapi ...
Satu fokus saja.
Mobil sialan milik Dino juga rasanya tak mau kalah. Arahnya semakin jauh dan berkelok-kelok, jalan raya padat berhasil ia lewati. Sementara aku masih sibuk memacu mesin, membelokkan setir, dengan mata yang menyipit kualihkan semua fokusku ke satu hal saja. Berusaha semoga tidak ada benturan.
Aku terkejut begitu arah lokasi Anya membelok ke arah jalan yang lain. Aku membetur klakson kesal. Dari jalanannya tadi, ia dengan mudah putar arah. Aku tiba-tiba teringat sebuah jalan pintas yang pernah kutuju dulu.
Aku menginjak pedal gas lebih keras, mengihilangkan getar pada lututku. Keringat dingin dari dahiku mulai mengucur. Aku berpikir keras.
Mana jalan pintasnya?
Aku tak sadar ...
Mataku melebar.
... Pedal gas terus kuinjak,
Aku memutar setir secepat mungkin, sikuku mengeras.
Hingga mencapai kecepatan tertinggi.
***
Anya's POV
Aku membuka mata perlahan, lalu menemukan pelipisku bertumpu pada sebuah permukaan kasar yang keras.
Aku menggerakkannya pelan, lalu meringis begitu merasakan pedih pada bagian pelipis tadi. Kerikil kecil itu menggesek kulit dahiku sewaktu kepalaku kegeser ke samping, aduh, perih.
Aku memaksa badanku terduduk. Aku menggigit bibir bawah, seluruh badanku terasa pegal dan nyeri sesaat setelah bangun.
Aku menggerakkan tangan, "Aduh," erangku lalu kemudian menunduk menahan sakit yang berkelebat.
Aku masih diikat dengan tali yang sama.
"Uhuk! Uhuk!" Aku terbatuk-batuk, lalu segera sadar dan melihat sekitar.
Aku menggerakkan betis yang masih bergetar, lalu merasakan tekstur lantai kayu yang kasar.
Aku melihat sekitar dengan mata yang sulit dibuka sepenuhnya, lalu melihat kegelapan pekat dengan hanya secerca cahaya dari lobang reyot di sisi kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sketcher's Secret
Novela Juvenil(Completed) Bagi orang-orang lain, Aidan itu; -Cakep -Suka musik dan basket -Agak pendiam -Suka bawa buku sketsa ke mana-mana Tapi bagi Anya, Aidan itu; -Tidak hanya cakep, tapi juga ramah dan punya senyum yang manis. -Tidak hanya sekedar suka...