"Kenapa kalian saling berpegangan tangan?" Tanya Leo dan Ravi bersamaan. Mata Luna membelalak lebar dan Verel segera melepas genggamannya.
"Ah karena hujan dan... dan aku menariknya ke dalam." Jawab Verel gugup. "Ohhhh..." Kata Leo dan Ravi bersamaan. "Untung saja." Gumam Luna. "Bagaimana kalau kita menonton film horror?" Tawar Luna memecahkan keheningan sesaat. "Boleh juga. Tapi jangan takut tidur sendiri ya." Ejek Leo. Bagaimana aku bisa takut, kalau setiap hari aku melihat 'mereka'. Batin Luna.
Di awal film yang mereka putar, sudah banyak kejadian menyeramkan. Ravi dan Leo sempat berteriak bersamaan, tapi Verel dan Luna yang duduk bersebelahan hanya berdiam memperhatikan film.
"Astaga!" Teriak Leo saat hantunya tiba-tiba muncul. Tanpa dia sadari tubuhnya mendekap tubuh mungil seksi Luna yang ada di sampingnya. "Kamu ini ngapain sih? Gitu aja takut." Ejek Luna. Leo melepaskan pelukannya dan tidak sengaja melihat Verel yang melihatnya dengan tatapan tajam.
Dia ini kenapa sih? Memang Luna miliknya? Aku hanya memeluknya sebentar saja, sudah menatapku seakan besok aku tidak bisa melihat matahari terbit lagi. Gerutu Leo dalam hati.
Setelah beberapa jam film yang tidak menakutkan sekali bagi Luna dan Verel akhirnya selesai. Tapi Ravi dan Leo sudah tertidur lelap. Ravi tidur di sofa lain, sedangkan Leo tidur di pundak Luna. Verel melihat ke arah Leo dan menahan gejolak cemburunya.
Luna mengangkat kepala Leo dan memindahkannya ke sisi lain. "Apa kamu tidak tidur?" Tanya Verel tiba-tiba. "Ini sudah jam setengah dua belas." Lanjutnya. "Aku akan tidur." Jawab Luna. Tepat saat Luna berdiri, Verel meraih tangan Luna.
"Ada apa?" Tanya Luna terkejut. "Tetaplah di sini." Pinta Verel. Luna kembali duduk dengan tatapan bingungnya. "Kenapa?" Tanya Luna. "Jangan pergi." Jawab Verel. Dan secara tiba-tiba lagi, Ia menaruh kepalanya di pundak Luna.
Luna Point of View
Apa-apaan sih Verel? Kalau begini aku bisa apa? Duhhh jantungku kenapa terus berdetak sangat cepat setiap kali dia seperti ini? Jangan bilang kalau aku menyukainya dan dia juga sama. Tapi untuk apa dia melakukan ini kalau bukan karena menyukaiku?
Author Point of View
Beberapa menit kemudian Luna ikut terlelap karena terlalu lelah. Kepalanya bersandar di kepala Verel. Karena Verel seorang vampir bukan berarti dia tidak bisa tidur, dia juga tidur, tertidur di pundak Luna. Tangan Verel terus menggenggam tangan Luna.
.
.
.
.
Verel terbangun dari tidurnya, tapi Luna sudah tidak ada di sampingnya. Verel mengecek ke kamar Luna yang di cari juga tidak ada. Ia lantas menuju halaman depan dan melihat Luna sedang berolahraga. Verel berjalan mendekati Luna yang sedang membelakanginya.Langkahnya terhenti saat melihat seorang laki-laki tampan mendekati Luna. Dahinya mengernyit saat melihat laki-laki yang sedang bersama Luna. Matanya melebar saat tau laki-laki itu sejenis dengannya. Aura seorang vampir terlihat oleh Verel. Matanya tambah melebar lagi saat tau kalau laki-laki itu tidak lain dan tidak bukan adalah vampir jahat yang menjadi musuhnya.
"Luna!" Panggil Verel. Luna menoleh dan tersenyum. Pertama kalinya dia tersenyum saat Verel memanggilnya. "Sepertinya ada temanmu, terima kasih bantuannya." Kata laki-laki itu dan tersenyum lalu pergi. Verel menghampiri Luna, tapi matanya terus menatap laki-laki itu. Lelaki yang misterius itu sedikit menoleh dan tersenyum sinis kepada Verel.
"Siapa dia?" Tanya Verel. "Ah, tadi dia bilang tersesat. Kamu juga tau kan kalau di tempat ini jalannya sangat rumit." Jawab Luna. "Jangan sering berkeliaran sendirian." Kata Verel dengan nada serius. "Tenang saja! Aku kan pandai berkelahi." Kata Luna sambil mengepalkan tangannya di depan Verel. "Pandai berkelahi? Tapi memangis saat di tempat karaoke itu apa?" Ejek Verel yang sukses membuat Luna memasang wajah sebal.
"Maafkan aku. Mau jalan-jalan sebentar?" Ajak Verel. Luna mengangguk tanda mengiyakan. Bagaimana dia bisa menolak ketika seorang laki-laki tampan mengajaknya dengan senyum malaikatnya? Verel langsung menggandeng tangan Luna.
Di sisi lain, Leo memperhatikan dari jendela rumah tingkah laku Luna dan Verel. Apa mereka berkencan? Pikir Leo. "Apa yang kamu lakukan di sini? Mana Verel dan Luna?" Tanya Ravi yang baru saja bangun. "Ah tidak ada apa-apa. Mereka sedang berolahraga." Jawab Leo bohong. "Oohhhh..." Kata Ravi lalu berjalan ke kamar mandi.
Di tempat lain, Luna dan Verel berjalan perlahan. Menikmati waktu berdua. Sebagai seorang teman, karena belum ada yang saling menyatakan cintanya.
"Apa tidak apa-apa kita tidak mengurusi kasus-kasus?" Tanya Luna memecah keheningan. "Jangan bicarakan kasus untuk saat ini. Kita sedang liburan." Jawab Verel.
Saat sedang berjalan bersama, tiba-tiba Luna melihat sesosok arwah laki-laki berdiri beberapa meter darinya. "Di saat seperti ini. Ada apa lagi?" Gumam Luna. "Apa maksudmu?" Tanya Verel. "Ikut aja." Ajak Luna sambil menarik tangan Verel. Rasa penasaran sekaligus bingung muncul di kepala Verel.
Setelah berjalan beberapa saat, Luna dan Verel menemukan mayat seorang laki-laki tergeletak di sisi jalan yang penuh pepohonan. "Aku sudah tau ini akan terjadi." Kata Luna. Verel melepaskan genggamannya. "Darimana kamu tau?" Tanya Verel kebingungan.
Luna baru ingat kalau hanya Leo yang tau tentang kelebihannya. "Cepat telepon Leo dan Ravi. Aku akan menelepon Dokter Lito." Jawab Luna mengalihkan pembicaraan. Melihat Verel yang tidak menanggapi perintahnya, Luna mulai mengernyitkan dahinya. "Di sini aku ketuanya." Seru Verel. "Sudahlah, cepat lakukan." Kata Luna.
.
.
.
.
.
Sekitar 10 menit kemudian Ravi dan Leo datang di TKP. Polisi setempat juga sudah datang. Verel berjongkok di samping tubuh korban dan memakai kaca mata hitamnya. Verel mencium aroma darah yang keluar dari leher korban. Matanya berubah menjadi biru dan beberapa kejadian pembunuhan terulang tapi tidak semua. Wajah pembunuhnya tidak terlihat."Apa kamu mengaktifkan kekuatanmu itu?" Tanya Leo. "Aku tidak mengaktifkannya. Itu selalu aktif setiap hari, setiap jam, menit, dan detik." Jawab Luna sebal. "Ah! Sepertinya kita harus mengirimkan mayatnya ke Dokter Lito. Dokter tidak bisa datang karena sedang ada autopsi." Lanjut Luna.
"Huuufffttt... Kenapa ini semua harus terjadi saat liburan kita?" Keluh Ravi sehabis mencari bukti. "Entah. Mungkin karena tim kita yang hebat. Sampai tidak ada hari libur." Jawab Leo dengan senyum tengilnya.
"Mayatnya akan di urus oleh polisi setempat dan di bawa ke rumah sakit Dokter Lito. Kita harus kembali ke vila dan membereskan barang-barang. Setelah itu kita akan pulang. Sesampainya di rumah jangan terlalu lama, langsung kembali ke kantor." Perintah Verel. Ketiganya hanya mengangguk-angguk mengerti.
.
.
.
.
.
Kurang lebih perjalanan sekitar 3 jam, akhirnya mereka sampa di rumah Verel terlebih dahulu. "Kalian nanti cepat ke kantor." Kata Verel sambil menutup pintu mobil. "Siap kapten!" Seru ketiga manusia yang masih di dalam mobil.Verel berjalan menuju apartemennya. Tangannya bergerak menuju tombol kode, matanya yang tajam segera melirik pintu yang sedikit terbuka. Ada orang? Batinnya. Tapi tidak ada yang tau pin apartemenku. Lanjutnya dalam hati.
Di sisi lain Luna menggeledah isi tasnya. "Sebentar, sepertinya HP ku dan HP Verel tertukar. Apa kalian bisa kembali? Aku akan naik taksi nanti." Pinta Luna. "Baiklah." Jawab Leo dan mulai memutar mobilnya.
Setelah beberapa menit, mereka sudah berada di depan gedung apartemen Verel. "Maafkan aku, kalian sekarang bisa pulang." Kata Luna sembari menutup pintu mobil. "Siap nona." Balas Leo sedikit mengejek dengan sapaan 'nona'. Luna dan Leo saling bertukar senyum sebelum akhirnya Leo bersama Ravi menghilang menggunakan mobilnya.
.
.
.
Luna sampai di depan apartemen Verel dan memencet bel. Beberapa kali Ia memencet bel sang pemilik rumah tidak juga membukakan pintu hingga Ia sadari pintunya sedikit terbuka. Apa aku tidak apa-apa masuk begitu saja? Tanyanya dalam hati dan melangkah masuk ke rumah.Jendela ruang tamunya terbuka. "Argghhh!!!" Terdengar suara erangan kesakitan dari arah dapur. Luna berlari menuju sumber suara dan melihat Verel yang berlumuran darah, mata Verel berubah menjadi biru, gigi taringnya keluar. Luna hendak mendekat meskipun rasa takut menyelimuti dirinya. "JANGAN MENDEKAT!" Teriak Verel.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vomment ya!