Flashback
Verel berjalan menuju apartemennya. Tangannya bergerak menuju tombol kode, matanya yang tajam segera melirik pintu yang sedikit terbuka. Ada orang? Batinnya. Tapi tidak ada yang tau pin apartemenku. Lanjutnya dalam hati.
Verel berjalan menuju dapur saat di lihatnya tidak ada orang di ruang tamu. Saat dia berada di dapur, ada laki-laki dengan pakaian serba hitam nampak menunggunya. "Ternyata kamu sudah kembali." Kata laki-laki itu. "Ricky?" Tanya Verel. "Kamu masih ingat suaraku dan pasti kamu masih ingat dengan apa yang aku katakan, bukan?" Laki-laki yang bernama Ricky itu berbalik menghadap Verel dengan senyum sinisnya.
"Itu sudah 20 tahun yang lalu. Bagaimana aku bisa ingat?" Tanya Verel. "Baiklah. Aku akan mengingatkanmu." Jawab Ricky. "Aku berjanji padamu untuk kembali ketika kamu sudah menemukan orang yang kamu cintai dan melakukan hal yang sama. Hal yang kamu lakukan pada orang yang aku cintai." Lanjutnya. Senyum sinis muncul di wajah Ricky.
Verel menundukkan kepalanya. "Jangan sakiti Luna." Kepalanya mendongak dan matanya sudah berubah menjadi biru, gigi taringnya ikut keluar. "Aku juga mengatakan itu dua puluh tahun yang lalu. Tapi apa yang kamu lakukan?" Ricky juga mulai mengeluarkan gigi taringnya. Tapi matanya berwarna merah.
Verel menyerang Ricky dengan pisau yang ada di atas meja. Tapi Ricky menangkis pisau itu hingga jatuh di lantai. Verel lebih lemah daripada Ricky. Beberapa kali Ricky memukulinya. Hingga Ia tak berdaya dan terjatuh di lantai.
"Dasar bodoh! Aku sudah berlatih sebelum bertemu denganmu. Kamu pikir dua puluh tahun adalah waktu yang singkat? Dengan waktu itu aku meningkatkan kekuatanku." Kata Ricky. Tangannya membuka freezer dan menemukan botol berisi darah.
Saat hendak bangun dan memukul Ricky bel apartemennya berbunyi. "Sepertinya ada yang datang." Kata Ricky lalu memukul kepala Verel dengan botol berisi darah dan pergi melalui jendela begitu saja.
Luna memasuki apartemen yang nampak aneh itu. Jendela ruang tamunya terbuka. "Argghhh!!!" Terdengar suara erangan kesakitan dari arah dapur. Luna berlari menuju sumber suara dan melihat Verel yang berlumuran darah, mata Verel berubah menjadi biru, gigi taringnya keluar. Luna hendak mendekat meskipun rasa takut menyelimuti dirinya. "JANGAN MENDEKAT!" Teriak Verel.
Luna memundurkan langkahnya. "Vampir?" Kakinya terus melangkah mundur, tapi tiba-tiba berhenti. Langkahnya mulai maju kembali, mulai mendekat ke tubuh Verel. "Aku mohon... jangan mendekat..." Verel terus memohon agar orang yang di cintainya tidak mengetahui siapa dirinya.
Verel menundukkan kepalanya dan tiba-tiba sebuah tangan melingkar di tubuhnya. Luna memeluk tubuh Verel. "Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Luna. Pelukannya semakin erat dan air matanya mulai mengalir. "Kenapa banyak sekali darah?" Luna terus bertanya, tapi Verel tidak menjawab.
Sedetik kemudian Verel membalas pelukan Luna. "Jangan menangis." Matanya sudah kembali berwarna coklat muda, gigi taringnya menghilang, nafasnya mulai stabil lagi. "Aku mohon jangan menangis. Maafkan aku selalu membuatmu menangis." Verel terus memeluk Luna dan mengelu punggung perempuan yang sedang menangis karena dirinya.
Di sisi lain Ravi dan Leo sudah berada di kantor. "Sepertinya mereka akan terlambat." Kata Ravi. "Setidaknya mereka harus menelepon kita kalau terlambat. Kita kerjakan dulu saja kasus ini semampu kita." Kata Leo dan setelah itu HP nya berbunyi menandakan ada sms masuk
From : Detektif Luna
Aku dan Verel akan terlambat, ada yang harus kami selesaikan. Periksa CCTV yang ada di TKP periksa kalau ada mobil lewat.
Leo menghembuskan nafas panjang. "Apa yang mereka lakukan?" Gumam Leo. "Apa yang baru saja kamu katakan?" Tanya Ravi. "Ah tidak. Tidak ada apa-apa. Aku akan mengecek CCTV dan kamu cek barang bukti yang sudah ditemukan." Ravi hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
.
.
.
.
Verel dan Luna sudah berada di kamar tidur. Verel berbaring di tempat tidur dan Luna duduk di sisi tempat tidur. "Aku bukan vampir yang lemah." Kata Verel menenangkan Luna yang mukanya sangat khawatir. Sekarang ini di pikiran Luna sangat banyak pertanyaan yang ingin di ajukan. Tapi Ia hanya memendamnya dan akan menanyakan saat waktunya sudah tepat."Berbaringlah di sampingku." Perintah Verel sambil menepuk sebelahnya. Luna menuruti kata-kata Verel dan berbaring di sampingnya. Mata mereka saling bertautan. "Apa kamu tidak takut denganku?" Tanya Verel.
Luna menggeleng pelan. "Maafkan aku kalau aku bukan manusia." Verel mengelus pipi Luna penuh kasih sayang. "Tidak apa-apa." Jawab Luna. "Aku juga punya sesuatu yang ingin ku sampaikan." Lanjutnya. "Apa?" Tanya Verel penasaran.
Akhirnya Luna menceritakan kalau dirinya bisa melihat apa yang tidak bisa orang lain bahkan vampir sekalipun lihat. Verel tersenyum mendengar Luna juga menceritakan rahasianya. "Siapa lagi yang tau rahasia ini?" Tanya Verel. "Leo tau. Kamu?" Tanya Luna balik. "Hanya Dokter Lito yang tau." Jawab Verel.
"Kita harus kembali ke kantor." Luna memposisikan dirinya duduk di tempat tidur. Verel ikut bangun dan mengagguk. Tiba-tiba HP Verel berbunyi. "Halo?" Kata Verel. "Ah maaf saya lama memberitahu. Terlalu banyak autopsi. Aku menemukan hal aneh. Ada luka gigitan di leher korban. Ini bukan hewan buas, ini lebih mirip dengan vampir." Jelas Dokter Lito. Verel segera menutup teleponnya tanpa sepatah kata apapun.
"Ada apa?" Tanya Luna. "Kenapa setiap kali aku menghilangkan satunya yang satunya muncul?" Verel beranjak dari tempat tidurnya diikuti Luna. "Apa yang baru saja kamu katakan?" Luna memutar badan Verel agar menghadapnya. "Ada... vam...pir lain." Jawab Verel gugup. "Ha?" Luna tambah tidak mengerti. "Luka di leher korban, itu vampir." Jelas Verel mengalihkan pandangannya.
Luna meraih wajah Verel dengan kedua tangannya. "Lihat aku saat berbicara. Aku akan membantumu menangkapnya. Aku tau kamu tidak sama dengan vampir itu." Kata Luna menenangkan Verel. Mereka berdua saling bertukar senyum dan meyakinkan diri mereka masing-masing untuk saling percaya.
.
.
.
.
.
Di kantor, Leo dan Ravi bekerja keras mencari pelakunya melalui barang bukti dan CCTV. "Ravi! Coba lihat." Ravi langsung berlari mendengar panggilan Leo. "Lihatlah. Ini CCTV di sekitar jalan di sana. Perempuan itu sedang jalan-jalan dan tiba-tiba..." Leo berhenti menjelaskan dan saling bertukar pandang dengan Ravi. "Lehernya di gigit?" Tanya mereka bersamaan.Mereka masih dalam kebingungan masing-masing hingga Luna dan Verel datang. "Kami datang." Luna berjalan mendekati Ravi dan Leo begitu juga dengan Verel. "Ada apa dengan wajah kalian?" Tanya Verel. "Lehernya di gigit." Ravi menunjuk rekaman CCTV. Luna dan Verel membelalakan matanya.
"Di dunia seperti ini?" Ravi masih tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. "Masih ada yang namanya Vampir? Itu bukan hanya dongeng?" Leo tambah tidak percaya. "Aku sebagai hantu saja tidak percaya." Rio ikut tidak percaya meskipun yang dikatakannya hanya bisa di dengar Leo dan Luna.
"Kita akan tetap menyelidikinya." Kata Verel memecah kebingungan. "Maksudmu mengejar vampir?" Tanya Leo. "Apa kamu sudah gila?" Ravi menambahkan. "Lalu apa kamu akan membiarkan manusia yang tidak bersalah mati begitu saja?" Giliran Luna bertanya dan mereka semua diam.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vomment ya!