Halaman 1

153 18 2
                                    

Semilir angin berhembus melintasi siang ini. Angin berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat. Tak terasa waktu istirahat sudah hampir habis dan angin mulai bertiup kencang dengan membawa suasana dingin yang tak biasa.

Menandakan akan turunnya hujan, orang-orang berhamburan dan mulai menempatkan posisinya masing-masing. Terlihat seorang gadis mulai meninggalkan tempat duduknnya dengan mendekap beberapa macam buku di salah satu tangannya dan tangannya yang lain mencoba untuk membenarkan pakaiannya yang tertiup oleh angin. Rambut sebahunya yang hitam kecokelatan mencoba menari-nari oleh terpaan angin. Dengan langkah cepatnya gadis itu berjalan menyusuri jalan yang cukup jauh untuk sampai ke tempat yang diinginkannya.

Dia mulai memasukkan buku-buku itu ke dalam tas ransel saat sampai di kelas. Dia memutuskan untuk segera pulang karena guru jam terakhir hari ini tak bisa hadir dan hanya memberikan tugas. Segera ia ambil lembaran tugas itu dan segera ia pergi dan mengerjakan tugas itu di rumah. Dia melihat di sekitarnya, anak-anak terlihat senang karena jam kosong yang dinanti tiba.

Gadis itu tersenyum melihat tingkah laku teman-temannya. Dia merasa bahagia melihat pemandangan seperti itu. Namun itu semua hanya pelipur lara yang sekejap akan hilang. Bingung, kegelisahan, dan rasa sayang bergejolak menjadi satu. Mendidih seakan-akan ingin meledak. Tapi itu semua hanya bisa ia pendam jauh di dalam hatinya. Semuanya sudah terlanjur dan tak bisa diulang kembali. Gadis itu hanya bisa diam dan menunggu apa yang terjadi nantinya.

Dia berjalan keluar kelas dan ia berhenti sejenak. Laki-laki tinggi dengan kulit putih, mata karamelnya dan rambutnya yang hitam berdiri tepat di hadapan gadis itu. Gadis itu memandang laki-laki itu dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu mengamati gadis itu lalu memalingkan wajahnya dan mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada gadis itu. Gadis itu hanya bisa terdiam tak berkutik melihat sosok yang ia kagumi.

Setelah cukup lama, laki-laki itu berjalan namun tiba-tiba ada yang menghentikan langkahnya. Gadis itu mencoba menggenggam pergelangan tangan laki-laki itu.

"Kita perlu bicara!" suara lembut gadis itu cukup jelas di antara mereka berdua.

."Untuk apa kita bicara lagi? Semua sudah jelas, Emily," laki-laki itu berusaha melepaskan genggaman gadis yang bernama Emily -Emily Hudson-.

Tak mau kalah dengan seorang laki-laki, Emily tetap bersikeras untuk tidak melepaskan genggamannya.

"Dengarkan penjelasanku Jacob," Emily menurunkan nada bicaranya dan terdengar mulai putus asa.

"Ini semua hanya jebakan," tambah Emily.

New Year EveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang