Part 2 - That Moment, Always In My Dream!

3.3K 83 10
                                    

Part 2 - That Moment, Always In My Dream!

     Ronald berjalan dengan pelan menuju kastil-nya. Dimana setiap penghuni kastil itu menghembuskan nafas lega. Lega akan keberhasilan Ronald yang telah membawa Amethyst kembali. Ronald tidak peduli dengan keadaan sekitarnya yang telah rusak akibat kemarahannya beberapa waktu lalu, karena Ronald tidak melihat Amethyst di kamarnya. Ronald pun kalap dan menghancurkan barang-barang yang berada di sekitarnya.

      Mengingat kejadian itu. Ronald pun hanya tersenyum kecut. Bagaimana tidak? itu adalah kejadian perdana Ronald mengamuk dan hampir membuat kastil roboh. Hanya gara-gara sosok Amethyst menghilang dikamarnya.

    Ronald merebahkan tubuh Amethyst perlahan agar tidak mengganggu tidur nyenyak perempuan yang cantik jelita bermata ungu ini.

     Drap. Drap. Drap.

     Terdengar langkah kaki yang menuju kamar Amethyst. Ronald tidak memperdulikannya. Ia hanya mempunyai dunianya sendiri. Dunia yang hanya dia miliki saat menatap wajah polos Amethyst yang tertidur lelap. Damai, nyaman, dan tenang menghampirinya.

     "Tuan." Margareth memanggil tuannya dengan sangat hati-hati. Ia takut melihat tuannya itu mengamuk seperti kejadian beberapa waktu tadi.

     "Ada apa?" Ronald menatap Margareth dengan tatapan 'kau telah menggangguku!'.

   "Tuan muda Osmond ingin bertemu dengan tuan." Margareth menjawab dengan satu nafas. karena takut menatap wajah tuannya. Ia hanya menunduk.

      "Osmond? mau apa lagi dia." Mata hitam pekat Ronald berubah menjadi merah lagi. Terlihat sekali dia sedang menahan amarah. Terdengar gigi rapihnya berbunyi. Menahan kekesalan yang ada.

      Admika menuggu resah di ruang tamu kastil Osric dengan harap-harap cemas. bagaimana tidak? Saat sedang berburu, Admika menyuruh Amethyst untuk duduk manis di hutan Forrenburg. Hutan perbatasan wilayah kekuasaan Osric dan Osmond. Dia kehilangan jejak kekasihnya Amethyst saat kembali.

***

   "Sayang, aku ingin ikut." Amethyst merajuk sambil mengerucutkan bibirnya kehadapan kekasihnya Admika. Amethyst memandang kagum Admika yang mempunyai pesona yang sangat memabukkan baginya.

    Rambut merah yang terkesan soft bahkan sering kali di katakan pink, milik Admika di terpa angin menambahkan kesan lembut dan penuh cinta. Amethyst hanya merona melihat pandangan Admika yang sedang menatapnya.

    "Apa kamu tidak ingin makanan hasil buruanku Sayang?" Admika menatap lekat-lekat kedua mata Amethyst yang berwarna ungu itu. Sesekali Admika mengelus rambut hitam berkilau Amethyst dengan sayang.

    "Aku ingin ikut. Entah firasatku atau apa. Aku... Aku takut kehilanganmu. Aku takut tidak bisa bertemu denganmu lagi." Amethyst memandang was-was ke arah belakangnya.

    Dan sekarang Amethyst memandang ke mata Admika yang berwana hijau tosca itu.

    "Tidak akan, kamu tidak akan kehilanganku Sayang." Admika mencob menenangkan lalu tiba-tiba Amethyst memeluk Admika dengan sangat erat. Pipi Admika merona merah dengan perlakuan tiba-tiba dari Amethyst.

    "Aku Cinta Kamu Amethyst." Admika mencoba mengontrol nafsunya. Agar tidak menyerang mahluk cantik yang sedang memeluknya ini. Ia harus ingat dengan perjanjian itu. Aku harus menginngatnya! Admika berseru dalam hati.

    "Aku ingin ikut." Pelukan Amethyst makin erat.

    "Tunggu aku disini ya Sayang. Sebentar kok 5 menit saja." Bujuk Admika.

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang