Part 9 - Sorry...

1.5K 40 4
                                    

Part 9 - Sorry...

Sudah selama seminggu ini Amethyst tinggal di mansion ini. Saat pagi menjelang membuat nafasnya seakan berhenti dan seluruh persendian badannya tiba-tiba sakit saat di terpa matahari. Dengan gerakan cepat, Amethyst menutup gorden kamar tersebut.

"Selamat pagi." Sebuah suara familiar membuat badan Amethyst terlonjak sadar dan langsung mengambil posisi siaga.

"Ya tuhan, jangan telalu kaget seperti itu sayang." Admika terkekeh melihat sikap Amethyst yang menjadi sedikit galak dan sensitif pada suara.

"Kamu ini mengagetkan ku tau !" Dengus Amethyst merasa kesal. Lalu dengan tingkah kekanak-kanakkan Amethst menghentak-hentakkan kaki kiinya ke lantai.

"Ssssttt... sudah, maaf kan aku sayang."

"Tidak !"

"Sayang..."

"Apa ?" Sembur Amethyst dengan galak, sambil melotot garang.

Namun pelototannya berhenti begitu saja, karena Amethyst merasakan kedua tangan besar milik Admia melingkar lembut di perutnya. Amethyst sangat merindukan momen ini, momen dimana Admika selalu memanjakannya.

"Jangan marah... maafkan aku." Admika berkata dengan lirih sambil menenggelamkan wajahnya di leher Amethyst. Perlahan Admika menciumi leher Amethyst dengan lembut.

"Hmmm." Gumam Amethyst tidak jelas.

"Jangan marah... aku mohon." Pinta Admika dengan nada serak.

"Kalau aku tidak mau?" Bukannya Amethyst menjawab tapi yang ada Amethyst malah balik bertanya kepada Admika.

Dan tentu saja, Admika gemas sekali dengan tingkah manja Ametyst saat ini. Entah apa yang ada dipikiran Admika. Admika mengeluarkan kedua gigi taringnya lalu menusukkan perlahan ke arah leher Amethyst.

"APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriak Ametyst tidak terima, sambil berusaha melepaskan pelukan Admika yang mengerat.

"Ughh..." Admika tersedak, seakan darah yang ia hisapdari leher Amethyst yang ia telan itu bukan hak nya.

"LEPASKAN!" Bentak Amethyst dengan kemarahan yang mencapai batas maksimum.

Dengan sekali injakkan,Amethyst menginjak kaki kanan Admika dengan kaki kanannya juga. Admika refleks langsung mendorong tubuh Amethyst kedepan.

"Ughuk... uhukkk..." Admika terbatuk sambil menyemburkan darah yang lebih banyak ketimbang yang ia hisap.

Amethyst yang kaget, sejenak lupa akan perlakuan tidak manusiawi yang Admika lakukan terhadapnya. Ralat. Vamprisiawi lebih tepatnya. Dengan cemas, Amethyst berusaha membopong Admika dari tempatnya yang dimana Admika sedang setengah berdiri.

"Apa yang harus aku lakukan?" Perkataan bingung terlontar begitu saja dari bibir mungil Amethyst dengan raut wajah yang begitu pucat. 

Saat Amethyst akan berdiri, tangan Admika langsung mencekal pergelangan tangan Amethyst dan memandang Amethyst dengan sorot kekecewaaan.

"Dia sudah menandaimu." Ucap Admika, dengan perlahan dan mulut yang tidak henti-hentinya mengeluarkan darah.

"Apa maksudmu?" Amethyst menjawab sambil bertanya kembali kepada Admika, ia tidak mengerti apa maksud Admika.

"Ronald. Dia sudah menandaimu Sa-yang." Admika memandang Amethys dengan sendu saat menyelesaikan perkataannya. Ditambah dengan terbata di kalimat terakhirnya. Admika merasa... ia tidak pantas memanggil Amethyst dengan panggilan seperti itu.

Amethyst bungkam, ia tahu dengan pasti. Saat ini perasaan lelaki yang berada di hadapannya ini terluka karena mengetahui kebenarannya.Ya, Amethys tidak salah. Perlu di tekan kan sekali lagi. Amethyst tidak salah sama sekali.

"Ya."Jawab Amethyst dengan dingin, sorot matanya kembali saat Amethyst akan menghabisi mangsanya.

"APA YANG KAMU PIKIRKAN! TIDAKKAH KAMU MEMIKIRKAN PERASAANKU ?" Raung Admika sambil terbatuk dan memincingkan mata merasa marah kepada Amethyst.

"Hanya satu alasannya. Karena kamu." Ujar Amethyst dengan melayangkan tatapan menyalahkan kepada Admika

"APA? KARENA AKU APA?"Admika meraung tidak terima.

"Karena kamu telah MEMBOHOGIKU dan MEMBIARKAN aku terjatuh dalam pesoamu dan percaya pada semua kata-katamu. Kamu... kamu yang aku pikir adalah manusia... namun kenyataannya bukan." Isak Amethyst sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajah tirusnya.

"Aku..." Ucapan Admika tergantung begitu saja. Karena ia baru sadar, ternyata Amethyst tidak sadar kalau ia adalah seorang Vampire.

"Aku membencimu." Ujar Amethyst lalu menjauh dan menutup pintu dengan sekali gerakan keras sehingga mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga.

"Sorry..." Ucap Amethyst tanpa sadar dan menutup kedua mata ungunya. Ia menjadi teringat kembali akan raut wajah Ronald waktu itu.

Raut wajah tidak rela, tidak terima, kecewa, terluka, sakit. Semu tergurat dan tersirat dengan jelas di wajah tampannya. Amethyst tahu. Amethyst harus memilih Admika. Dan sekarang, ia melihat raut wajah yang sama di wajah Admika.

Badan Amethyst perlahan melorot dan  tersungkur di pintu kamar Admika. Ya, saat ini Amethyst benar-benar membenci Admika. Sampai sebuah tangan besar meraih Amethyst dalam pelukan.

"Coba check keadaan Tuan Muda." Yang sedang memeluk Amethyst tersebut mengeluarkan perintah.

"Baik Tuan."

Terdengar suara pintu dibuka lalu di tutup kembali, dengan perlahan Amethyst mengeratkan pelukannya kepada sosok tersebut.

"Menangislah, jika kamu ingin menangis."

Setelah mendengar ucapan sosok tersebut, air mata Amethyst pecah diiringi dengn tangisan memilukkan yang menyayat hati  siapa saja yang mendengarnya. Termasuk sosok yang sedang memeluknya.

"Luapkanlah dengan tangisan, karena menangis akan membuatmu merasa lebih lega."

"Sorry... " Ujar Amethyst sambil terisak.

"Sorry... Ronald."

"Sorry... Admika."

***

Holaaaaaaaaaa...im back hahahahaha :D

ada yang kangeun dengan Admika-Amethyst-Ronald kah ?

Nih mereka hadir setelah sekin lama bersemayam di pikiranku hahahaaha :D

Well, comment dan vote ya jangan lupa lho :)

see ya!

-R

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang