#24

53 8 0
                                    

"Yang ditunggu tunggu akhirnya dateng juga." Sambutan hangat sangat terasa di satu tempat reserfasi dekat dengan kolam.

"Maaf banget, kita telat!" Aska menduduki bangku yang kemudian melepas satu kancing jazznya berwarna grey. Dan lagi lagi dia terlihat amat sangat tampan dengan jambulnya.

"Iyaa gapapa, cantik banget kamu Rash." Beberapa sanjungan Arrash dapat dari bonyok Arrash maupun Aska.

"Aduh jadi malu nih kan." Gue mengucap sambil menutup mulut gue tersipu. Lebay.

Makanan yang sudah mulai diberi pramusaji, kami santap bersama dengan banyakanya canda dan gurau yang sangat mencairkan suasana. Gue sedikit memperhatikan Aska yang sedari tadi memandang gue dengan kilauan mata yqng membuat gue sedikit risih.

"Lo kenapa sih ngeliatin gue mulu?" Celetuk gue yang membuat Aska sedikit terkejut.

"Geer banget sih lo!" Aska mengelak, padahal dia bener ngeliatin gue.

"Mungkin Aska terkesima ngeliat kamu." Aska mencubit punggu lengan papahnya pelan.

"Kalian tuh cocok loh kalo jadi pasangan." Ceplosan papah gue itu sukses bikin gue tersedak pas banget saat gue lagi minum.

"Lha apa apaan pah? Pasangan? Nggak nggak!!"

"Iyaa kalian kan udah sahabatan dari kecil, lebih baik hubungan kalian itu lebih ada artinya lagi." Papah gue semakin menjadi jadi dalam bicara.

"Emang persahabatan kita ga ada artinya apa pah? Papah ngaco banget sii." Ga tau kenapa si Aska malah diem aja saat gue debat sama papah gue. "Mamah, papah tuh mah!!"

"Lo lagi malah diem aja! Bukannya bantuin gue buat debat juga!"

"Pada intinya dan pada ujungnya. Kita sahabat om! Tante! Pah! Mah! Kak elvo. Sahabat." Sekalinya Aska ngomong, dia langsung menegaskan dengan singkat dan padat.

Jamuan makan malam kali ini disudahi oleh pertengkaran karena ulah papah gue yang rusuh. Jahat banget gue. Menjengkelkan tapi ada hati kecil gue yang mulai tergerak untuk memikirkan omongna papah tadi. Apa bener apa Aska yang kalian mau? Tapi perasaan gue masih abu abu ke dia, asakkan hati bisa ditentuin pasti gue bakal milih Aska yang udah paling tepat buat ngisi hari hari gue tanpa kedatangan kevin.

***

"Ke taman dulu yuk Ka!" Ajak gue ke taman depan rumah. Tempat dimana gue sama Aska suka curhat segala galanya.

"Ngapain? Udah malem. Lo ga capek apa?!" Aska mengiyakan dengan mengikuti lari Arrash.

"Hemm. Langitnya bagus banget Ka. Bintangnya. Bulan purnamanya. Gemerlapnya. Hembusan anginnya." Gue menatap indahnya langit sebaik mungkin.

"Tuhan emang yang menciptakan Lazuardy. Tuhan juga emang yang menciptakan semua rasa tanpa syarat. Tapi kenapa tuhan ga menciptakan lo buat gue?" Aska berandai seraya sedikit mengungkapkan perasaan yang selama bertahun tahun ia pendam.

"Karena gue tercipta bukan untuk sahabat sendiri, tapi gue tercipta untuk orang yang nyakitin gue."

"Seyakinnya lo ucapin itu, semakin lo tersiksa mencintai Kevin Rash"

"Gue? Ini jalan yang gue tentuin, yaitu ngerasain fall in love. Seperti apa yang lo minta dulu. Tapi apa ujungnya? Sakitnya Cuma gue yang rasa."

'Gue lebih merasa dari pada lo, gue yang lebih ngerasain sakit dari pada lo, gue yang pendem selama ini, gue tutup rapat rapat rasa gue Rash. Sekarang gue liat lo tertatih ngejalain ini untuk pertama kalinya, gue ga tega Rash.' Gumam Aska semakin kuat.

"Itu pelajaran pertama lo, mungkin aja kan kalo Kevin juga suka sama lo."

"Suka? Impossible Ka! Ada Mirella sekarang." Gue yang masih saja menatap indahnya langit yang gelap dengan kilauan bintang yang bertaburan bebas di angkasa.

"Yaa walaupun Kevin ga ada rasa sama lo. Tapi, bagi gue lo itu lebih dari apa yang dimilikin Mirella"

"Jangan memuji kalo belum tentu benar. Jangan membanggakan kalo ada yang lebih dan jangan menyadarkan kalo masih ada yang bermimpi. Gue ga ada apa apanya dibanding itu semua Ka! Mirella itu udah kayak bidadari bagi Kevin."

"Jangan juga lo merendah sebelum lo mendapatkan! Itu yang harus lo pegang dalam setiap jalan lo."

"Ahh jadi dramatis gini sii Ka?! Masalah hati biar gue aja yang urus lha." Gue mulai bosan dengan pembahasan yang sedikit membuat mata gue berkaca kaca.

Dia berhasil bikin suasana gue melemah. Detak jantung gue berdegup kencang seakan butuh pelukan yang bisa buat gue tenang dan yang gue butuhin itu Kevin. Tapi, entah gue yang selalu merasa membutuhkan dia atau dia yang tak ingin dibutuhkan.

"Ohh iyaa Rash! Gue punya pertanyaan buat lo."

"Apa??"

"Kalo misalkan ada dua hal di dunia ini yang pengen banget lo gapai, hal itu apa?!"

"Apayaa? Pertama, gue pengen banget nyanyi di cafe. Kedua, gue pengen banget ngerasain pacaran." Arrash berangan angan berharap semua itu akan terwujud.

"Sama Kevin pacarannya?!" Aska menanyakan permintaan Arrash yang kedua.

"Yaa entah lha, mau Kevin ataupun siapa pun itu di luar sana, mungkin aja lo Ka."

"Gue?! Yaa ga mungkin lha. Orang gue ga suka sama lo."

"Kan seandainya doang. Tapi bisa aja kan gue suka sama lo." Ledek Arrash.

'Gue percaya Rash sama omongan lo. Gue ngerasa hati lo bimbang.' Gumam Aska lagi.

"Sekarang! Your wish?"

"Gue cuma pesen banget sama lo! Lo harus jadi diri lo sendiri tanpa iri sama kelebihan orang lain, yang tau luar dalemnya diri lo itu cuma diri lo sendiri. So, you should be your self."

"Oke siap. Gue coba untuk lebih pede."

"Balik yuk. Udah malem banget ini."

"Tapi sebelum balik. Gue mau ngucapin.. happy birthday Aska Wilangga Putra." Gue dan Aska sudah terbangun dari berbaring diatas rumput dan saling berhadapan.

"Too you!" Kita saling berpelukan dengan senyuman dan bahagia untuk lelahnya hari ini gue dengan tangis.

***

Lagi sweet seventeen, hadiahnya malah tangisan.
Kevin emang bener bener...

Sorry kalo ga nyambung.


End Of First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang