Stupid, Dumb, Idiot

1.7K 150 11
                                    

I know I'm stupid.

But not stupid enough to let you walk out my life.

I know I'm dumb.

Too dumb to realize that I made a mistake and hurt you.

I know I'm idiot.

An idiot who can't do anything when you're not around.

I need you here... always.

***

Ada kalanya Jongin merasa iri pada orang lain. Tak rela sesuatu yang diinginkannya terengkuh. Melihat Seulgi berada dalam dekapan Sehun membuat tangannya terkepal. Dia merasa dirinyalah yang seharusnya berada di sana, bukan Sehun. Bukan berarti dia pria bejat yang suka merusak hubungan orang lain. Hanya saja, pemandangan ini terasa tidak benar. Jongin tahu Sehun dan Seulgi saling mencintai. Dia sendiri juga telah memiliki Soojung. Lalu kenapa ada ganjalan di hatinya yang mengatakan bahwa dia 'menginginkan' Seulgi?

Jongin mulai berandai-andai. Kalau saja Soojung itu seperti Seulgi. Kalau saja Soojung adalah Seulgi.

"Bodoh," dia menggumam pelan seraya tersenyum miring. Tidak ingin berlama-lama menyaksikan kedua sejoli itu berpelukan, Jongin berbalik dan melangkahkan kakinya menjauh.

***

Soojung membukakan pintu dengan tergesa dan langsung tersenyum senang saat melihat Jongin berdiri di depan pintu.

"Jongin-ah, tumben datang—" ucapannya terpotong karena Jongin langsung menghambur ke pelukannya. Tidak hanya itu, Jongin mulai menciumi leher dan pundaknya. "Hey, kau kenapa?" tampaknya Soojung menyadari bahwa Jongin sedang mabuk berat. Biasanya kalau keadaannya begini ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Hahaha, tidak ada," jawab Jongin sambil tertawa pelan, masih dalam keadaan mabuk. "Aku menginginkanmu."

Soojung mengerti, menutup pintunya rapat dan membiarkan Jongin menciumnya. Kali ini terasa kasar dan sangat menuntut, membuatnya sedikit kesulitan mengimbangi. Berbagai pertanyaan ingin dia utarakan. Mungkin nanti. Setelah Jongin melakukan apa pun yang dia mau atas dirinya dan merasa lebih baik.

***

"Kau tidak suka biologi? Sungguh?"

"Iya—aku tidak ingin kuliah kedokteran, tapi ayahku yang menginginkannya."

"Lalu selama beberapa hari ini apa yang kau lakukan....?"

"Apa ya? Merenung?"

Seulgi memukul pelan dada Sehun, dan pemuda itu hanya tertawa. Sudah 3 jam—sejak sore sepulang kuliah tadi—mereka berpelukan di atas tempat tidur Seulgi, membicarakan banyak hal dari hati ke hati. Kini mereka makin mengenal satu sama lain. Seulgi tahu poin-poin penting tentang Sehun yang sebelumnya dia tak tahu, begitu juga dengan Sehun.

"Kau mengabaikan semua pesan yang ku kirim," protes Seulgi, mengerucutkan bibirnya.

"Maafkan aku, sayang," Sehun mempererat pelukannya. "Aku juga sangat kesulitan. Sungguh, aku merindukanmu."

"Tapi kenapa mendadak kau bersikap seperti itu?"

Sehun dan Seulgi memang telah terbuka tentang semuanya. Kecuali satu hal. Sehun tidak mengatakan alasan yang membuat pikirannya kalut belakangan ini. Dia tidak ingin membahas apa pun yang berhubungan dengan Jongin. Terlebih karena dia bisa merasakan, pemuda itu menginginkan gadisnya. Yang paling penting sekarang Seulgi hanya mencintainya. Hanya dirinya.

"Aku—" Sehun berpikir sejenak. "Sebenarnya ada masalah di rumah. Kalau memaksakan diri bertemu denganmu, aku takut nanti malah menumpahkan kekesalanku padamu," jawab Sehun, berbohong.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang