Love Letter

1.3K 116 11
                                    

"Aku suka Seulgi."

Lalu hening. Hening sekali. Seulgi jadi bingung harus berekspresi bagaimana. Kaget iya, takut iya, ingin keluar saja dari sana dan mengamankan diri. Hingga tawa Jongin selanjutnya cukup membuat cair suasana kembali.

"Kenapa wajah kalian seperti itu? Aku kan hanya bilang suka. Seperti mendengarku melamar Seulgi saja. Apa kalian pikir aku gila? Dibandingkan pacarnya sekarang aku bukan apa-apa," jelasnya diselingi tawa. "Itu sudah lama. Lagipula, siapa yang tidak suka Seulgi? Kalau pun dia putus dengan Oh Sehun sekarang, aku yakin banyak calon-calon dokter lain yang akan mengantri untuk kencan dengannya. Benar, kan? Kalian setuju, huh?"

"Aigoo, aku pikir—ah, harusnya sudah tahu kau ini namja macam apa!" Minseok mencengkeram leher Jongin seolah akan mencekiknya.

"Memang benar, sih. Namja mana yang tidak suka Seulgi. Aku juga suka," aku Baekhyun sambil mencibir, sebelum kembali menenggak soju.

"Kalau boleh jujur, aku juga menyukai Seulgi. Tapi tenang saja, hanya sebatas suka sebagai seorang hoobae," Siwon ikut mengaku.

"Walau aku perempuan, aku juga menyukai Seulgi," sambung Yuri sambil terkekeh.

"Semuanya menyukai Seulgiku rupanya. Ya, ya, dia memang loveable," kata Joohyun seraya merangkul Seulgi.

Perasaan Seulgi kembali lega. Tidak ada yang bisa dia ucapkan untuk menimpali, hanya diam saja sambil tersenyum. Sekilas lirikannya jatuh pada Jongin yang sibuk tertawa dan berusaha menghindari amukan Baekhyun, Jongdae, dan Minseok. Sepertinya hari ini dia merasa tertekan berkali-kali. Dia sangat berharap seminggu ke depan tidak akan terulang lagi.

***

Di luar dugaan, peserta pengobatan gratis membludak. Padahal ini hari pertama, tapi mereka sudah sibuk minta ampun. Tidak terbayang bagaimana sibuknya saat hari operasi gratis lusa nanti. Seulgi ikut andil dalam kesibukan di posko obat-obatan bersama Seungwan. Anggota lain telah melaksanakan tugasnya masing-masing, seperti mengurus pendaftaran dan pengisian formulir, mengantar setiap pasien untuk berpindah pos, juga menyediakan konsumsi. Tidak ada yang menganggur satu pun.

"Maaf, apa ada yang bisa bantu mengukur tekanan darah? Satu perawatnya harus kembali ke klinik karena ada urusan darurat," Jongdae muncul dengan sebuah kabar yang tidak baik. Jelas tidak baik karena di saat sesibuk ini mereka kekurangan personil.

"Kami berdua bisa sih," Seungwan yang menjawab, sejenak meninggalkan obat-obatan yang sedang dia bungkus. "Tapi di sini juga akan kekurangan orang."

"Apa tidak bisa satu orang saja? Atau ganti orang. Pengukuran tekanan darah tidak bisa dilakukan sembarangan," paksa Jongdae.

"Kalau begitu aku saja yang pergi. Seulgi lebih teliti menakar dosis dan membuat puyer*," kata Seungwan. "Tapi siapa yang akan membantunya di sini?"

"Akan ku carikan, tenang saja. Sekarang kau ikut aku sini," ucap Jongdae meyakinkan.

"Seulgi, aku pergi dulu ya," pamit Seungwan.

Seulgi hanya membalasnya dengan anggukan. Memang benar kepergian Seungwan membuat pekerjaannya makin berat karena pasien begitu banyak dan otomatis obat yang harus dia siapkan bertambah. Sebisa mungkin dia menjelaskan pada para manula yang menunggu untuk bersabar, dan untungnya mereka juga tidak keberatan menunggu agak lama. Saat sibuk menggunting tablet dengan jumlah sesuai resep, pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Ada yang bisa ku bantu di sini?"

Well, dia memang tidak sanggup bekerja sendirian. Tapi bisakah dia mendapat partner lain? Kenapa harus Kim Jongin yang datang?

"I-itu," dengan gugup dia menunjuk tumpukan resep dokter serta obat-obatannya. "Kau baca nama obat yang tertulis di sana, lalu ambil sesuai jumlah yang tertera. Kalau ada sediaan puyer, kau berikan padaku. Biar aku yang siapkan."

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang