"My father broke my heart long before any boy had the chance to."
-Adel-
•••
Sudah genap 2 bulan setelah perceraian Mama dan Papa. Aku sudah mulai bisa menerima kenyataan, kenyataan bahwa Mama dan Papa memang tidak di takdirkan untuk bersama.
Mau tidak mau aku harus menerima kenyataan ini. Toh aku ini bisa apa? Aku hanya seorang anak yang tidak bisa berbuat apa–apa dan tidak mempunyai hak untuk menghalangi perceraian ini.
Mungkin ini yang terbaik untuk Mama dan Papa dan mungkin juga, Mama tidak berjodoh dengan Papa, begitupun sebaliknya.
Mungkin pada awal perceraian Mama dan Papa, aku memang terpuruk. Bahkan sangat terpuruk. Menangis setiap malam, mogok makan, jarang sekali keluar kamar, dan yang lebih parahnya lagi aku pernah melukai diriku sendiri. Bisa kalian bayangkan bagaimana kondisiku saat itu? Mata bengkak, muka pucat, rambut berantakan, aku benar-benar seperti mayat hidup saat itu.
Tapi sekarang, aku sadar kalau menangisi Papa tidak akan membuat Papa kembali. Menangis tidak akan merubah apapun. Menangis tidak akan membuat semuanya kembali seperti dulu.
Lagipula, aku juga masih mempunyai Kak Nico dan Mama. Setidaknya, aku masih mempunyai tempat untuk berkeluh-kesah. Setidaknya, aku masih mempunyai tempat untuk pulang. Meskipun tidak ada seorang Papa di dalamnya.
Terkadang, rencana tuhan lebih baik dari perkiraan kita. Aku sangat percaya itu. Saat ini, keluargaku sedang di uji oleh Tuhan lewat perceraian Mama dan Papa. Yang harus aku lakukan saat ini adalah, merelakan. Merelakan sesuatu yang sulit itu bukan hal yang mudah. Tapi, kita tidak akan pernah tau sulit atau mudahnya kalau kita belum mencoba.
Mungkin, bisa saja aku mengatakan kalau aku sudah merelakan Papa. Tapi, aku tidak munafik. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku masih menginginkan Papa kembali.
Ya walaupun, rasanya tidak mungkin Papa akan kembali. Kurasa kak Nico juga tidak akan setuju, karena yang ku tahu kak Nico sekarang sangat membenci Papa.
•••
Aku terduduk di kursi taman yang berwarna putih. Taman yang dulu sering kami kunjungi, taman yang menjadi saksi bisu kebahagiaan sebuah keluarga yang kini hancur lebur hanya karena seorang, wanita.
Saat aku sedang asyik melamun, aku tidak sengaja melihat ke arah seorang pria berbadan tinggi yang sudah tidak asing lagi bagiku, Papa. Papa berdiri tidak jauh dari tempatku. Sedang apa Papa disini?
Papa sepertinya sedang menunggu seseorang, terlihat dari gerak-geriknya yang menunjukkan bahwa ia sedang menunggu seseorang. Tak berapa lama, wanita berpakaian mini dan ketat sedang berjalan menghampiri Papa. Aku yakin, wanita itu adalah wanita yang diceritakan oleh Kak Nico.
Samar-samar aku mendengar percakapan mereka.
"Hai sayang," ucap wanita tadi di sertai desahan yang membuatku bergidik geli.
"Oh hai Ellena," Papa mengkecup kedua pipi Ellena dan tak lupa, errr mencium bibirnya.
Oh jadi wanita itu Ellena, pantas saja Mama dan kak Nico menyebutnya dengan sebutan wanita jalang. Sangat terlihat dari penampilannya yang memang seperti wanita jalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home
Teen FictionAnak manapun pasti tidak menginginkan orang tuanya berpisah, sama halnya dengan Rachel. Rachel juga tidak menginginkan orang tuanya berpisah, tapi takdir berkata lain. "I'm just a daughter and my life is nightmare." [COMPLETED] Copyright © 2016 by P...