12

65.7K 4.9K 275
                                    

"I hate the feeling when you have to say goodbye to someone you want to spend every minute with."
Adel

•••

Suara angin berhembus sangat damai di tambah suasana hening dan tenang membuatku merasakan rasa kantuk yang teramat sangat. Aku menguap lalu membenarkan posisi tidurku supaya lebih nyaman untuk terlelap.

Saat aku ingin memasuki alam mimpi dan ingin bertemu dengan pangeran impianku, tiba-tiba saja ponsel sialan itu bergetar di atas meja yang membuatku berdecak sebal.

Siapa sih yang telpon malem-malem? Ganggu aja, gerutuku dalam hati.

Aku mengambil ponsel dan mataku yang semula menyipit langsung terbelalak saat melihat nama yang tertera di layar ponselku.

Rio Calling....

Aku menarik napas dalam-dalam, "Stay cool, hel. Stay cool," gumamku.

"Hallo?"

"Bentar lagi gue jemput lo. Ada sesuatu yang penting."

"Ngap---"

"Udah lo ikutin aja. Bentar lagi gue otw."

Tepat saat itu, sambungan terputus secara sepihak. Aku menaikkan kedua bahuku lalu melempar ponselku ke sembarang arah.

Kulihat pantulan diriku di cermin rias. Bibirku tertarik ke atas saat mengingat siapa yang akan aku temui malam ini. Membayangkan wajah tampannya saja membuatku tidak sabar untuk segera pergi. Malam ini, aku terlihat cantik tanpa polesan make up sedikitpun.

Rambut coklat mudaku di ikat ekor kuda. Tubuhku hanya terbalut sweater biru polos dengan celana jeans hitam yang di lipat sedikit di bagian bawahnya. Aku memang lebih sering memakai baju santai dari pada baju resmi seperti dress. Karena, aku memang lebih nyaman memakai baju santai seperti ini.

Suara klakson motor membuatku tersadar akan lamunanku. Aku segera memasukkan ponsel ke dalam sling bag milikku lalu berjalan ke luar rumah. Di luar rumah sudah ada motor besar yang di kendarai oleh laki-laki tampan, siapa lagi kalau bukan Rio. Aku segera menghampirinya lalu menaiki motor besarnya itu.

Belum sempat aku berpegangan, motornya langsung melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Yang sukses membuatku sedikit terjungkal ke belakang. Beruntung, aku langsung memegang pundaknya. Kalau saja tadi aku lengah sedikit, sudah kupastikan aku akan benar-benar terjungkal ke belakang.

Jalanan malam ini bisa di bilang ramai namun tidak padat. Melihat jalanan yang lumayan lenggang membuat Rio semakin menambah kecepatan motornya. Aku semakin mengeratkan penganganku di pundaknya karena Rio terus menambah kecepatan motornya. Rambutku yang semula tertata rapih menjadi acak-acakan karena tertiup angin.

Sampailah kami di ru– hm tunggu dulu, rumah sakit? kenapa ia mengajakku ke sini? aku pikir, ia akan mengajakku ke cafe atau restaurant untuk makan malam. Mungkin memang aku saja yang terlalu percaya diri. Tapi, entah mengapa, saat aku melihat rumah sakit ini aku merasakan ada yang mengganjal di hatiku. Ada aura yang aneh saat Rio mengajakku kemari. Namun, dengan segera aku tepis firasat buruk itu.

Aku dan Rio memasuki rumah sakit yang cukup mewah karena letaknya di kawasan yang terkenal sebagai kawasan elit. Aku berjalan di samping Rio tanpa tau untuk apa ia mengajakku kemari. Ia terus berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit yang terlihat sepi. Dan akhirnya, ia berhenti tepat di depan ruang IGD. Melihat ruangan ini, membuatku kembali teringat Mama. Teringat kejadian beberapa tahun yang lalu dimana Mama mempertaruhkan nyawanya di ruangan ini.

Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang