11

64.7K 5.3K 288
                                    

"It's hard watching people change. but it's even harder remembering who they used to be."
–Adel–

•••

Aku duduk di teras menunggu Kak Nico pulang. Sudah 2 hari ini ia tidak pulang ke rumah. Aku khawatir, ia melakukan hal-hal aneh mengingat kejadian 3 hari yang lalu. Ah sudahlah, aku tidak ingin mengingat-ingat kejadian itu lagi.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku sudah menelpon Kak Nico berkali-kali. Tapi, ia sama sekali tidak mengangkatnya. Ia justru mematikan sambungan teleponnya.

Aku takut sesuatu terjadi padanya. Ia satu-satunya anggota keluarga yang kumiliki. Aku tidak ingin kehilangan anggota keluargaku lagi, sudah cukup aku kehilangan Mama waktu itu.

Mobil sport merah berhenti tepat di depan rumahku. Dengan sigap, aku langsung berdiri dan membuka pintu pagar. Terlihat wanita berpakaian seksi keluar dari kursi pengemudi lalu membuka pintu di sampingnya dan keluarlah laki-laki yang sangat ku kenali, Kak Nico.

Aku melebarkan mataku melihat Kak Nico yang terlihat berbeda malam ini. Rambutnya di biarkan berantakan dan dua kancing kemeja atasnya di biarkan terbuka. Sekilas aku melihat Kak Nico mencium bibir wanita tersebut. Astaga, bukannya Kak Nico dulu paling anti dengan yang namanya 'ciuman'?

Setelah mereka berciuman, wanita tersebut langsung menaiki mobil sportnya lalu pergi begitu saja. Aku menghampiri Kak Nico yang setengah sadar, terlihat dari cara berdiri nya yang persis seperti sedang mabuk berar. Entah sudah berapa banyak botol wine yang sudah ia habiskan. Aku membopong tubuhnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Siapa wanita tadi, Kak?" tanyaku saat kami sudah sampai di dalam rumah.

"Bukan urusan lo," Kak Nico mengambil duduk di ruang tamu.

"Kakak habis dari mana?" Aku mengambil duduk tepat di depan Kak Nico. Kak Nico tidak merespon ucapanku, menatapku saja tidak.

"Kakak kemana aja?" Aku menatapnya dengan tatapan meminta jawaban.

Ia tetap tidak merespon ucapanku, "Kakak jawab aku! Kakak kemana aja 2 hari ini?"

Ia mendongak lalu menatapku, "Kakak jangan mabuk lagi ya. Gak baik buat kesehatan Kakak," cerocosku.

"Kakak jangan pulang malem lagi yaa. Aku takut kalo sendirian di rumah. Oh iya kak—"

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, "Berisik banget sih lo! Gue lagi pusing, celotehan lo itu bikin gue tambah pusing tau gak?!" bentak Kak Nico di sertai tatapan geram.

Aku tersentak mendengar ucapannya barusan. Laki-laki di hadapanku ini bukanlah Kak Nico. Kak Nico tidak pernah membentakku, Kak Nico tidak pernah berprilaku kasar padaku, Kak Nico tidak pernah berkata seperti itu padaku. Baru kali ini ia melakukan hal itu padaku.

"Ma–af, Kak." Aku merunduk ketakutan. Kak Nico berdiri lalu berjalan ke arah kamarnya dan,

Brak!!!

Suara pintu di banting terdengar nyaring yang membuatku sedikit terlonjak kaget. Tepat saat itu, kurasakan pelopak mataku mengeluarkan air bening yang terus meluncur membasahi kedua pipiku.

Kak Nico berubah 180 derajat. Ia jadi sering keluar malam, mabuk-mabukan, dan sering pulang malam dengan wanita yang berbeda-beda setiap harinya. Kak Nico berubah semenjak ia mengetahui Papalah penyebab kematian Mama. Aku yakin, Kak Nico sedang melampiaskan kesedihannya namun dengan cara yang salah.

Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang