9

69.3K 5.5K 739
                                    

"sometimes you just gotta stay silent because no words can explain the shit that's going on in your mind and your heart."

-Adel-

•••

Author POV

Jalanan sangat lenggang malam ini. Hanya ada beberapa mobil yang berlalu-lalang. Hujan sudah berhenti meninggalkan genangan air di sudut kota. Lampu penerangan berjejer menerangi jalanan yang gelap.

Ollie menyalakan radio dengan volume kencang, membuat suasana mobilnya menjadi gaduh. Ia merasakan ponselnya bergetar di dalam tasnya. Dengan segera, ia mengambil ponselnya dan terdapat 1 SMS dari Edward.

Edward: Hi, Ollie. Setelah aku dan kamu resmi bercerai, aku akan menikahi Ellena 2 minggu lagi. Undangannya sudah aku taruh di kamarmu. Aku harap, kamu berkenan datang ke acara pernikahanku. Dan jangan lupa ajak anak-anak kita. See you.

Ollie membaca pesan itu dan mengulangnya berkali–kali. Pandangannya masih tertuju pada ponsel yang ia pegang. Ia sama sekali tidak memperhatikan jalanan di hadapannya. Ia juga tidak peduli dengan pengemudi lain yang terus mengklakson mobilnya.

Lebih tepatnya, Ollie menyetir tanpa melihat jalanan. Air mata sudah memenuhi pelopak matanya. Karena suasana hatinya sedang kacau, ia melampiaskannya dengan menancap gas dengan sangat kencang.

Karena terlalu sibuk dengan pikirannya yang berkecambuk, ia sampai-sampai tidak melihat mobil yang melaju dari arah yang berlawanan dengan sangat kencang. Karena si pengemudi lengah dan Ollie juga masih sibuk dengan ponselnya, kecelakaan hebat tidak dapat di selamatkan.

•••

Rachel POV

Aku menatap punggung Papa dan Ellena yang sudah menghilang di balik pintu. Kak Nico mengeratkan rangkulannya lalu membawaku duduk di sofa. Ia duduk tepat di hadapanku dan menatap mata coklat mudaku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan.

"Hel," panggilnya.

Belum sempat aku menjawab panggilannya, ponsel Kak Nico berdering di atas meja. Ia meraih ponselnya lalu berjalan menjauhiku.

"Hallo."

"...."

"Anda siapa?"

"...."

"Iya, saya Nico."

"...."

"...."

"...."

"Saya akan segera kesana."

Kulihat raut wajah Kak Nico berubah menjadi merah padam. Ia terlihat seperti menahan amarah sekaligus panik.

"Ada apa?" tanyaku penasaran.

"Cepet ganti baju, kita berangkat," ucapnya lalu menaiki tangga dengan tergesa-gesa.

Aku hanya menurut meskipun tidak tau ada apa sebenarnya. Setelah berganti baju, kami berdua segera menaiki mobil milik Kak Nico dan melenggang pergi dengan kecepatan sangat tinggi.

Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang