"HAPPY NEW YEAR!", teriak Reta yang keluar dari dalam villa sambil membawa dua buah kembang api yang Ia bawa.
"HAPPY NEW YEAR TOO!", teriak Rafa yang menyusul Reta dibelakangnya sambil membawa 5 bungkus petasan. Mereka tersenyum sumringah.
"Ayo sini, sambil nunggu kita bakar-bakar daging, hehe.", ucap Rachel sambil cengengesan.
Abi dan Rein ikut tersenyum melihat keceriaan Rafa dan Reta.
"10... 9... 8... 7... 6... 5... 4... 3... 2... 1, HAPPY NEW YEAR!", teriak mereka berlima dengan hebohnya sambil memegang kembang api yang beberapa detik lagi ikut meledak kelangit.
DUAR!!! DUAR!!!
Mereka pun kembali bersenang-senang dengan petasan yang dibawa Rafa. Petasan dengan semburat api dari batang yang dipegang masing-masing. Mereka tertawa bersama. Sangat bahagia.
"Eh eh! Gue laper, makan yuk, dagingnya udah mateng.", celetuk Rachel.
"Eh lo tuh kalo udah kenal banget ternyata jadi cerewet juga yah.", kata Rafa pada Rachel.
Rein dan Reta sibuk memotret keasikan mereka semua memakai kamera yang dibawa masing-masing. Dari balik lensa kamera, Rein bisa melihat kini Rafa menghampirinya. Ia pun menurunkan kameranya dari matanya.
"Lo ternyata suka motret juga yah!", sapa Rafa lalu langsung mengambil kamera Rein tanpa izin. Rein hanya membiarkannya.
"Sering juara kontes malah.", ucap Rein dengan nada bangga.
"Oh ya?"
Rein mengangguk mantap sambil tersenyum. Rafa memotert beberapa spot yang menurutnya bagus untuk dipotret.
"Astaga Rafa baru kali ini gue rasa FREE BANGET!", teriak Rein dengan ceria lalu membentangkan kedua tangannya sambil berlari entah kemana.
Rafa tersenyum melihat Rein. Ia memotret Rein yang sedang berlari dibalik api-api petasan yang berwarna oranye sambil mengangkat kedua tangannya dan tertawa lepas.
Sangat bebas.
Belum pernah Rafa terlihat ikut senang melihat kebebasan seseorang seperti Rein.
***
Paginya, Rein dan Reta masih molor dikamarnya. Rachel pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan rencananya ingin mencari udara pagi segar.
Tapi langkahnya terhenti begitu Ia menengok kebawah, tepat diruang tv, disana sudah ada Rafa yang menonton kartun sendirian sambil sesekali tertawa.
Kebetulan Rachel juga suka menonton kartun itu saat pagi hari.
Ia pun turun untuk ikut menonton bersama Rafa dan mengurungkan niatnya untuk keluar villa.
Bunyi tangga parkit yang dipijak sangat jelas langsung membuat Rafa menoleh kesamping kiri melihat siapa yang turun. Ia mendapati Rachel masih dengan baju tidurnya dan rambut yang tergerai panjang.
"Lo cepet banget bangun. Ngga biasanya.", sapa Rachel sambil mengambil tempat duduk disamping Rafa.
"Iyalah! Kartun kesukaan gue nih ngga boleh dilewatkan.", katanya.
Rachel berdeham sejenak. "Lo emang suka beneran yah sama Rein?", tanya Rachel dengan hati-hati.
Pertanyaan Rachel sukses membuat Rafa menoleh dengan dahi berkerut. "Lo nanya gitu kenapa?"
"Yah, soalnya lo suka nyuri-nyuri gombalan ke dia. Dan lo kayak kode tau ngga.",ucap Rachel kembali lalu melipat tangannya didepan dada.
Rafa tertawa renyah. "Hahaha, ngga mungkin lah gue suka sama sahabat gue sendiri. Namanya juga kita udah sahabat, kan sekarang. Lagian gombal tuh candaan gue dari dulu.", jelas Rafa.
Ngga mungkin lah gue suka sama sahabat gue sendiri.
Ngga mungkin lah gue suka sama sahabat gue sendiri.
Kata-kata Rafa terus berputar layaknya kaset rusak dipikiran Rachel. Hatinya seperti diremas-remas lalu ditusuk-tusuk menggunakan jarum panas. Sakit.
Ia sadar kalau memang Ia menyukai Abi.
Sahabatnya sendiri.
"Tapi lo tau ngga perlakuan lo itu sama aja buat Rein lama kelamaan suka sama lo. Gue udah mulai kenal Rein sekarang. Dia bisa jadi orang yang insecure banget kalo ada apa-apanya. Dan lo tau rasanya mendem perasaan? Sakit."
"Lo kok tiba-tiba jadi dramatis gini sih?", lagi-lagi Rafa bertanya dengan bingung.
"Sebenernya gue juga nyimpen rahasia.", ucap Rachel hampir tak terdengar sambil menundukkan kepalanya dengan memainkan jari-jarinya.
"Tell me, hel.", kata Rafa sembari mulai lebih mendekatkan dirinya ke Rachel.
"Tapi please, gue ngga mau sampe orang-orang tau."
"I promise.", kata Rafa meyakinkan.
"Sejak pertama ketemu sama Abi, gue emang sadar kalo dia ganteng. Setiap ketemu ataupun sama-sama, dia selalu bisa bikin gue ngerasa lain. Kayak lo sama Rein. Dia yang selalu ngutarain kalimat-kalimat manis yang bisa bikin gue terbang. Lama-lama gue suka sama dia.", jelas Rachel dengan lemas.
"Astagaaa jadi lo suka sama Abi?!", pekik Rafa.
"Sssssttt!! Lo toa banget sih!", gertak Rachel sambil melihat kesekitarnya untuk memastikan tak ada orang lain selain dia dan Rafa.
"Oke, sorry. Gue kelepasan. Terus, terus?"
"Nah gitu deh. Gue takutnya dia cuman berlaku gitu ke gue tapi nyatanya itu semua cuman dianggap sebatas sahabat.", Rachel memberi jeda sejenak kalimatnya. "Gue takut hal itu kejadian sama lo dan Rein. Gue sengaja mendem rasa gue dulu. Gue sebagai cewek ngga berhak buat nyatain."
Rafa merangkul Rachel dan mengelus-elus penggungnya. "Lo tenang aja, gue ngga bakal nyakitin Rein. Dan lo... sebenernya gue ngga tau ngasih solusi apa ke lo yang nyatanya udah kelanjur suka karena sikapnya Abi. Tapi, gue harap kita bisa sahabatan aja selamanya.", kata Rafa dengan senyum simpul.
Tiba-tiba suara gemuruh tangga terdengar. Seseorang tengah menuruni tangga dengan cepat. "EH EH!", teriak Abi dengan nafas terengah-engah.
"Ada apaan?!", tanya Rachel dan Rafa serempak sedikit panik.
"Besok kita ada pertandingan basket lawan anak Tris Marga di GOR.", kata Abi masih dengan nafas terengah-engah.
"HAH?!", pekik Rafa. "DUH GASWAT! KITA HARUS PULANG HARI INI. Lo udah ngasih tau Reta belum? Otomatis kan dia juga cheers."
"Belum. Dia belum bangun.", kata Abi dengan wajah tak berdosanya.
Tiba-tiba dua orang anak cewek ikut menuruni tangga dan menyusul Abi. Mereka bertiga yang berada dibawah pun menoleh kearah Rein dan Rachel yang masih muka bantal. Matanya pun masih sedikit tertutup. Reta menggaruk-garuk kepalanya. "Kalian apa sih ribut-ribut dari tadi?", tanya Reta dengan malas.
"Astaga Ta, lo harus tau ini! Besok kita pertandingan basket lawan Tris Marga di GOR. Lo cheers kan?", tanya Abi memastikan.
"Iya, emang kenapa?", tanya Reta balik dengan santainya.
"EH BEGO LU JUGA IKUT LOMBA CHEERS LAWAN MARGA!", pekik Abi.
"Oh iya iya. WHAT?!!!! Duh gawat-gawat! We must go back home now. Gue belum sempat ikut latihan intensif.", katanya begitu heboh. Ia lalu berlari naik menuju kamarnya untuk mulai mempersiapkan diri.
"Eh, Re, lo ngapain masih disitu?", tanya Rafa pada Rein yang masih berdiri dengan malasnya ditangga.
"Kenapa sih heboh banget, lomba aja heboh banget."
"Eh nyante! Lo tuh sekarang bagian dari basket weither juga! Apalagi lo andalannya couch! Lo besok ikut lomba bego!"
"Emang lawannya siapa sih?"
"Tris Marga.", jawab Abi datar.
"Astaga serius lo Tris Marga?!", mata Rein melotot mendengar Abi menyebut nama mantan sekolahnya. "Gila! Besok gue ngelawan mantan temen-temen tim basket gue. GUE MAISH NGGA NYANGKA!", teriak Rein dengan girang lalu berlari menuju kekamar atas menyusul Reta.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
O'Clock [REVISI]
Teen FictionIni kisah persahabatan, lika-liku hidup, juga kisah cinta yang sulit dijelaskan. Sebuah kisah perasaan yang terpendam, mencarinya, dan pada akhirnya menemukan akhir kebahagiaannya. Ini kisah enam orang sahabat yang menemukan hidup mereka dikisahnya...