4 Tahun kemudian...
Disinilah aku sekarang. Hidup sendiri di Negara orang lain dan menjalani keseharianku seperti biasa. Berada ditengah-tengah keramaian kota yang tak pernah tidur dengan aku yang tak pernah menganggap itu semua. Semuanya masih sama. Keramaian yang sunyi ditelingaku. Kesunyian yang hampir membuatku gila selama ini.
Semuanya juga masih sama. Saat aku pertama melihat wajah 'nya'. Saat aku mulai jatuh cinta pada 'nya' sampai sangat dalam. Kemudian aku jatuh hati. Pada akhirnya aku dibuat benar-benar jatuh kejurang, tapi aku masih maunya memberi 'dia' kesempatan kedua.
Aku tau mungkin aku begitu baik sampai memberikan orang seperti 'dia' kesempatan kedua. Tapi CINTA tak pernah bisa menolak.
Tertanda, Rachel.
***
"Ya, halo bu.", Rachel mengapit ponselnya dengan telinga dan pundaknya sambil berusaha meraih buku yang Ia cari dirak atasnya.
"Kamu udah sarapan, nak?"
"Udah kok bu. ADUH!", beberapa buku-buku tebal menimpa kepala Rachel. Suara buku yang berjatuhan diantara lantai-lantai kayu membuat wanita yang masih terhubung dengannya ditelpon ikut merasa kaget.
"Hel, kamu kenapa?! Ngga papa kan?"
Rachel berdeham. "Ngga kok, cuman ketiban buku-buku. Duh, udah dulu yah, bu. Rachel udah siap-siap kuliah nih, udah telat! Bye, muach!", lalu Rachel memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Sebenarnya Ia sedang buru-buru pagi ini. Ia terhitung terlambat masuk karena semalam Ia harus begadang mengerjakan tugas kuliahnya.
Ia membereskan buku-buku yang berserakan dilantai lalu menatanya kembali dirak buku atas.
BUK!
"Lo ngga papa?", tanya Abi sambil memegang kedua pundak Rachel untuk membantunya berdiri.
"E-eh, iya iya ngga papa."
"Oh iya, kenalin gue Abi."
"Rachel."
Rachel tersenyum ketika bayangan masa lalu itu terlintas kembali dipikirannya saat Ia membungkuk untuk mengambil buku-bukunya tadi.
Yah, dia masih menyimpan dengan manis semua memori itu sampai sekarang.
Drrrtt...
Sender : Fiona Alay
Gue udah dibawah nih nunggu. Cepet, udah telat kita!
Tanpa pikir panjang, Rachel langsung meraih tas ranselnya dan juga membawa beberapa buku ditangannya. Tak lupa memakai kacamata yang sama namun ukuran minus yang telah berubah jauh.
Fiona, mahasiswa seangkatannya, sekampus, sekelas dengannya, juga salah satu mahasiswa yang berasal dari Indonesia. Sejak pertama masuk kuliah, tepatnya 5 tahun lalu, hanya Fiona-lah yang pertama kali mengajaknya berbicara. Hanya Fiona, sampai sekarang.
Fiona adalah sosok wanita cantik, cewek banget, stylish, dan smart girl. Namun begitu, Ia tak pernah ada niatan untuk menerima para lelaki yang menyukainya dikampus. Ia lebih nyaman dengan dirinya sendiri yang memiliki segala kelebihan.
"Hei!", sapa Rachel begitu mendapati Fio tengah duduk dengan wajah cemberutnya disofa apartemen.
Fio berdiri dari duduknya dengan malas. Keningnya berlipat-lipat memandang Rachel dengan kesal. "Lo lama bangetsi! Dasar siput! Kita tuh udah telat tau ngga!", Fio mendahului langkah Rachel keluar apartemen sambil mengomel terus. Rachel hanya bisa mengikutinya dari belakang.
"Ya ampun, santai dong. Gue tadi telat bangun soalnya semalem lembur ngerjain tugas yang ketinggalan."
"Bodo."
"Ih lu ngeselin banget juga sih! Emangnya lu semalem ngga ngerjain?"
"Yah ngerjain sih, cuman kan gue ngga sampe kemaleman kerjanya.", Fio melambatkan tempo berjalannya sehingga Rachel lebih mudah menyejajarkan posisinya kini.
"Selesai ngga?", Rachel tersenyum jahil sambil menaik-naikkan kedua alisnya melirik Fio.
"Ya-yaa... Ya ngga sih."
"GOTCHA!", Rachel berseru menang. Fio hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal dengan rasa gusar dipikirannya.
***
"Hai", Rachel membanting tubuhnya dengan lemas kekursi belajarnya. Menghadap layar laptop sambil menyapa ketiga sahabatnya yang kini berpisah jauh dengan keberadaannya. Wajahnya terlihat sangat penat sehabis pulang kuliah.
"Capek banget tuh keliatannya.", sahut Rafa yang terlihat jelas bahwa Ia sedang bersandar disofa sambil memakan pop corn.
"Lo kalo gitu istirahat deh. Kitanya ganggu kali, nih", kini Rein menyahut dengan wajah cemasnya. Menatap layar laptop lamat-lamat hingga menemukan kantung mata berwarna coklat berada tak terlalu mencolok diwajah Rachel. "Kalo gitu kita matiin ya-"
"EH-gausah. Lo cerita aja.", walaupun sebenarnya sangat penat, Rachel masih rela mendengarkan.
"Ngga, lo harus istirahat, Hel. Okefix, kita matiin."
"Tapi- yaaah putus.", Rachel menghembuskan napasnya pasrah saat tak ada lagi wajah tiga orang nampak dilayar laptopnya. "Mungkin next time." kata rachel lagi sambil tersenyum dan menutup laptopnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
O'Clock [REVISI]
Teen FictionIni kisah persahabatan, lika-liku hidup, juga kisah cinta yang sulit dijelaskan. Sebuah kisah perasaan yang terpendam, mencarinya, dan pada akhirnya menemukan akhir kebahagiaannya. Ini kisah enam orang sahabat yang menemukan hidup mereka dikisahnya...