23. Two Years Later.

2.2K 146 1
                                    

Waktu berlalu dengan cepat. Dari tahun ke tahun dan mereka pun kini sudah menginjak kelas 12. Akhir mereka diperguruan menengah atas.

Mereka telah bersahabat sekitar dua tahun lebih. Mereka makin akrab. Orang tua mereka juga sudah saling mempercayakan anak-anak mereka. Dan berkat belajar kelompok itu, Rein dan Rafa memiliki perubahan dinilai mereka. Walaupun cuman sedikit, setidaknya Rein sudah tidak kalang kabut lagi dengan hitung-hitung.

Rein memiliki cukup banyak perubahan semenjak mereka berlima bersahabat. Rein lebih sering bergaul sekarang. Dia kini sudah banyak menguasai mata pelajaran. Dia sudah tidak kaku dalam mengobrol dan bercanda sehari-hari. Malahan dia berubah menjadi orang yang humoris dan jail. Yah, jail dan sifat pembuat onarnya belum bisa berubah.

---

"REIN! RACHEL! ABI! RAFA!", teriak seorang cewek yang wataknya tak pernah berubah dari dulu. Ia selalu ceria hampir setiap hari dan rajin menyapa keempat sahabatnya setiap pagi.

Rein, Abi, dan Rafa tak menjawab karena sedang fokus dengan sesuatu.

"Pada ngerjain apa sih?", tanya Reta pada Rachel yang satu-satunya tengah duduk manis sambil sesekali mengecek ponselnya.

"Tuh pada nyalin PR Bindo.", kata Rachel acuh sambil menunjuk ketiga sahabatnya dengan dagu.

"Oh kalo itu sih gue udah.", ucap Reta dengan santai lalu menyandarkan punggungnya dikursi.

"Bukan bindo aja, Ta!", seru Rafa sambil tetap bekerja.

"Ada biologi juga!", susul Rein.

"HAH?!", pekik Reta lalu buru-buru mengeluarkan buku tulis biologinya dan ikut nimbrung di ketiga temannya.

Rachel geleng-geleng dengan tawa gelinya melihat tingkah keempat sahabatnya. Beginilah mereka kalau lupa mengerjakan PR. Semuanya menjadi serius dan tidak ada satupun yang menyahut diantara mereka. Rafa dan Reta sering mengomel tidak jelas karena buku yang dilihatnya dirampas Rein atau Abi.

KRING... KRING... KRING...

Bel masuk kelas berbunyi membuat keempat orang ini membeku ditempat masing-masing.

Reta dan Rafa meringis. "Bel.", desisnya dengan tampang kaget. Walaupun Rafa, Rein, dan Abi sudah kelar, tapi dia ikut meringis.

"Duh gue juga belum kelar! Mana pelajaran pertama bu Jena lagi! Ampun!", gerutu Reta dengan frustasi.

"Sabar yah, Ta.", kata Rafa pada Reta dengan wajah prihatinnya. Ia menepuk-nepuk bahu Reta.

Reta masih kaget. Mereka tau seberapa kejamnya bu Jena kalau mengajar. Bertubuh gumpal, suara bak maestro neraka, mata yang bulat melotot sempurna seperti sudah mau keluar dari kelopaknya, dan juga... Mistar kayunya yang memiliki berat 1 kilo dan juga panjang 1 meter. Biasanya mistar itu dipakai buat mukul betis siswa yang macam-macam seperti tak mengerjakan PR dan sebagainya. Ia juga tak memandang gender dalam bertindak. Begitu tegas.

Suara heels bu Jena dari arah luar kelas mulai terdengar mendekat. Para siswa yang sebelumnya mencatat sukses menegang karena langkah itu, termasuk Reta.

"Duh mati, riwayat gue.", ringis Reta pada dirinya sendiri.

Rachel yang berada disamping terus mengucapkan doa dalam hatinya agar sahabatnya tak diberi hukuman berat hari ini. Ia memiliki feeling yang bagus tentang hari ini. Mudah-mudahan saja benar.

Reta menatap bu Jena yang mulai memasuki kelas dengan wajah takut. Bu Jena sempat merapikan sedikit pakaiannya lalu menatap siswa-siswanya. Ia tersenyum miring.

"Oliv, Dea, Kean, Tata, Gweny, Farah, Reta, sama Randi.", panggil bu Jena dengan manisnya. Semua siswa yang dipanggil hanya bisa tersenyum miris. Bu Jena bisa baca pikiran dan tau siapa saja yang tidak mengerjakan tugas.

O'Clock [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang