Berdiri dengan anggun, bibir yang tak hentinya tersenyum, kaki yang tak lelah berdiri, dan hati yang sudah menggebu-gebu.
Terlihat sekali kalau sekarang dan seterusnya, selamanya, akan begitu. Kalau mereka memang ditakdirkan untuk bahagia.
Kami mempunyai kebahagiaan kami masing-masing. Aku pun menaiki beberapa anak tangga untuk menghampiri mereka yang sibuk menjabat tangan para tamu hingga melupakan kehadiranku yang sedang tersenyum-senyum sendiri melihat mereka.
"Hey!"
"Rachel! Astaga, hel, gue kira lo lupa sama kita.", Rein memelukku erat. Dari nada bicaranya, nada haru begitu jelas terdengar ditelingaku. Caranya memelukku mengisyaratkan bahwa aku haruslah bersabar dan harus ikut merasakan kebahagiaan mereka juga. "Gue bakal kangen banget sama kita yang dulu.", sekali lagi Rein menatapku sambil memegang kedua bahuku lama. Berhubung para tamu sudah berlalu semua dan sudah tidak ada lagi antrian dibelakangku
Sementara Rafa, Rafa hanya bisa tersenyum kikuk. Aku pun menyenggolnya, "Awas lo bikin Rein gue nangis, gue jadiin lo dodol garut. Lumayan kalo dijual."
"Yee enak aja.", hampir saja Ia menoyor kepalaku. Aku hanya tertawa. "Udah, ngga usah deg-degan gitu, biasa aja. Santai.", aku pun menepuk pelan bahu keduanya sambil berekspresi sedramatis mungkin sampai mereka terlihat memutar kedua bola matanya.
Aku tersenyum sebisaku. Hatiku sekarang terasa campur aduk, mengingat keempat sahabatku ini yang sudah saling mengikat dengan Abi yang tak kunjung ada kabar sedikit pun.
"Hai tante," sapaku pada tante Jennifer yang sampai sekarang tak berubah. Masih tetap cantik dan makin mirip dengan Rein.
"Hai, sayang. Kamu kapan ke Indo?"
"Seminggu yang lalu, tan. Soalnya aku udah mutusin buat tinggal disini lagi aja."
"Oh bagus dong."
"Oke tan, kalo gitu selamat berbahagia yah!", kataku sambil memeluknya sekali lagi. "Rein dapet yang terbaik."
Setelah menyadari kalau para tamu mulai kembali berdatangan, aku memutuskan untuk kembali kekursi pengunjung.
"MAMA!", jeritan bocah perempuan dengan lengkingannya yang teredam oleh suara musik ruangan membuatku berlari untuk menghampirinya lalu menggendongnya. "Deryl kangen mama.", katanya setelah memeluk leherku lalu tersenyum padaku.
"Turun yuk, Ryl. Mam Rachel belum makan belum duduk kamu udah main lompat aja.", sahut Reta -bunda Deryl- yang berusaha mengambil alih Deryl dari gendonganku. Dan aku tersenyum saat Ia begitu menurut pada bundanya. Lalu kemudian kembali mengopernya pada Randi yang baru saja datang dari arah toilet.
Mungkin sekarang bukan waktunya. Mungkin belum sekarang, tapi nanti. Atau mungkin Tuhan berhendak lain pada hari-hariku selanjutnya, entahlah itu masih menjadi rahasia-Nya. Yang terpenting, inilah aku sekarang. Yang masih akan menjalani cerita-ceritaku selanjutnya, dan kuharap dia akan hadir kembali diceritaku yang lain. Atau mungkin aku harus lupa untuk selamanya.
Tertanda,
Racheleana Junita Putri.Rachel, maafin gue. Maafin gue yang selama ini udah nyia-nyiain lo, maafin gue yang udah nyesel akan perbuatan gue sendiri, maafin gue yang sekarang ninggalin lo tanpa jejak lagi, dan segala kesalahan yang mungkin hanya lo dan Tuhan yang tau. Tapi tenang aja, Hel. Gue masih ada, dan akan tetap ada, mengisi kisah-kisah lo selanjutnya. Seperti yang lo bilang, gue bakal ngisi itu. Maaf juga udah buat lo nunggu, lumutan disana, dan gue janji. Setelah semuanya selesai disini, gue bakal balik untuk buat keputusan. Keputusan untuk bersama dengan lo.
Terima kasih sudah ngebuat hidup gue semangat. Lo udah jadi patokan gue buat tetap berusaha menuhin semuanya selama gue disini. Dan balesannya, lo harus dapet yang lebih dari itu. Lebih dari semua perjuangan lo dimasa lalu.
Akhir kata,
Terima kasih, gue minta maaf.Abyan Anggika.
-----TAMAT-----
KAMU SEDANG MEMBACA
O'Clock [REVISI]
Novela JuvenilIni kisah persahabatan, lika-liku hidup, juga kisah cinta yang sulit dijelaskan. Sebuah kisah perasaan yang terpendam, mencarinya, dan pada akhirnya menemukan akhir kebahagiaannya. Ini kisah enam orang sahabat yang menemukan hidup mereka dikisahnya...