"Goaaaal!", sorak Rein begitu berhasil memenangkan game tandingnya bersama Rafa. Rafa mendengus kesal sambil menopang dagunya.
Rein menoel dagu Rafa. "Udah ah jangan cemberut gitu lo. Kan lo udah terlatih kalah.", Rein tertawa kencang.
"Lo tuh cewek yang terbuat dari apa sih? Udah kuat, overskill, banyak kemampuan.", decak Rafa sambil menggeleng tak menyangka.
Walaupun tak beniat menjawab, Rein masih memikirkan apa jawabannya. 'Pertanyaan yang konyol.'
"Turun yuk!", tanpa pikir panjang, Rein langsung menarik tangan Rafa untuk berdiri.
"Mau ngapain?!", tanya Rafa dengan langkah malasnya.
"Kita delivery aja deh. Serah lo deh mau pesen apa. Sepuasnya dah. Nonton sepuasnya juga. Asal lo ngga males lagi."
"Emang kenapa sih kalo gue males?"
"Gue juga ikut males bego! Udah ah yuk turun!"
Ting nong...
"Siapa tuh?"
Rein berjalan mendahului Rafa menuju pintu rumah. Rafa hanya bisa mengikutinya dari belakang masih dengan pikiran bertanya-tanya.
Rein menganga saat melihat siapa yang datang. "Randi?", desisnya. "Ngapain lo kesini?!", tanya Rein dengan sinis.
Randi tersenyum tulus sambil menatap Rein dan Rafa bergantian. Randi langsung memeluk Rein dengan erat. "Gue kangen sama lo.", bisiknya tepat ditelinga Rein.
Rein terpaku, membeku ditempatnya. Seakan ditiban berkarung-karung semen sehingga tidak bisa beranjak dari tempatnya. Tidak juga menunjukkan respon penolakan.
Sudah lama Ia mendambakan momen seperti ini lagi.
Bisa ngga ini abadi?
Bisa ngga ini kembali kayak dulu lagi?
Kayak gini.
"Gue juga kangen sama lo.", desisnya tanoa sadar dan juga masih terdengar sangat dingin. Rein masih tak menyangka ini, bahkan Rafa saja masih sama terpakunya dengan Rein.
"Gue mulai sekarang tinggal sama kalian. Lo dan mama. Boleh kan?", kata Randi masih memeluk Rein. Ia enggan melepas pelukan Rein. Ia benar-benar rindu dengan momen seperti ini.
Rein melepas pelukannya lalu menatap Randi dengan senyum simpul sambil mengangguk pelan.
"Maafin gue.", kata Randi lagi. Ia memegang kedua pipi Rein, menghapus air matanya. "Kakak."
Rein makin tersenyum mendengar panggilan Randi padanya.
Kakak.
Beda 30 menit doang...
"Eh Raf.", panggil Randi sambil mengahapus air matanya. Ia berjalan menghampiri Rafa dan memeluknya. "Maafin gue bro."
Rafa membalas pelukannya dan menepuk punggung Randi pelan. "Gue juga bro."
Mereka pun melepaskan pelukannya dan sedetik kemudian mereka tertawa bersama entah apa yang lucu.
"Lo homo!", seketika tawa Randi pecah.
"Yang meluk siapa coba!", seru Rafa.
Randi masih tertawa kencang. Ia senang bisa kembali tertawa bersama Rein dan kini ada teman-teman yang lain juga.
"Eh delivery aja! Putar film, kita movie marathon!", sorak Rein yang kini berada didapur bersama Randi.
Suara derik pintu utama menyadarkan Rafa dan menoleh kearah pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
O'Clock [REVISI]
Teen FictionIni kisah persahabatan, lika-liku hidup, juga kisah cinta yang sulit dijelaskan. Sebuah kisah perasaan yang terpendam, mencarinya, dan pada akhirnya menemukan akhir kebahagiaannya. Ini kisah enam orang sahabat yang menemukan hidup mereka dikisahnya...