"Lo pasti ngga akan percaya deh, Re."
"Appaan emang?", tanya Rein dan Rafa berbarengan saat mereka bertiga memasuki suatu restoran mewah.
Randi menyapu seisi restoran dan mendapati Reta tengah duduk sambil memainkan ponselnya.
Mata Rein dan Rafa mengikuti arah kemana mereka akan melangkah dan...
"RETA?!"
Randi mengangguk mantap sambil tersenyum. Sedetik kemudian Ia tertawa kencang walaupun suara kencangnya telah ternetralisir oleh suara music jazz direstoran itu.
Randi duduk disofa samping Reta. Sementara Rein dan Rafa duduk dihadapan mereka. Perasaan Rein dan Rafa masih memiliki banyak pertanyaan terhadap dua orang cewek dan cowok yang sedang tersenyum manis dihadapan mereka ini.
"Kalian udah jadian?", tanya Rein spontan tapi masih terdengar sedingin es.
Reta hanya menampilkan cengiran manisnya, dibalas anggukan juga oleh Randi yang merangkul Reta.
"Sejak kapan?", tanya Rafa lagi.
"Maybe, tiga minggu yang lalu sih.", Randi menggedikkan bahunya sekilas.
Yang diberi jawaban hanya ber 'oh' ria. Kini Rein kembali berkutat dengan ponselnya sambil bersandar disofa.
Reta berdeham ditengah keheningan mereka. "Jadi... Kalian gimana?"
Lidah Rafa terasa kelu untuk menjawab. Ia masih tak yakin rasanya.
"Raf,", bisik Randi pada Rafa. "Can I talk to you, please.", mata Randi seakan mengisyaratkan mereka harus berbicara berdua saja. Rafa dan Randi pun sama-sama beranjak dari sofa dan berjalan keluar dari restoran.
Rein melirik Reta yang berada didepannya dengan jutek. "Kok lo ngga pernah cerita?! Jahat lo.", kata Rein jutek.
"Duh mba bro ku maaf deh. Jangan jutek gitu lah.", lerai Reta. Ia pindah kesamping Rein dan menatap sahabatnya itu dengan intens.
Ia tertawa kecil. "Lo tuh ngga pernah berubah yah dari dulu? Tomboy. Cool. Tapi lo udah berhasil buat dua orang cowok primadona disekolah klepek-klepek sama lo.", kata Reta sambil geleng-geleng.
Rein mengernyit bingung. "Maksudnya?"
---
"Lo udah yakin Raf?"
"Sebenarnya, gue masih belum yakin."
"Ngga gitu. Maksud gue, lo yakin udah bisa ngebahagiain kakak gue?"
Rafa mengangguk mantap tapi masih dengan wajah sendunya.
"Kalo gitu lo juga udah fix yakin nyatain."
"Kalo itu gue masih kurang yakin, Ran."
"Astaga lo cewek banget sih!", gerutu Randi sambil menjambak rambutnya sendiri frustasi. "Apanya lagi yang lo ngga yakin?"
Rafa terpaku sejenak. Lidahnya masih kelu bahkan hanya untuk mengobrol bersama Randi. Apalagi kalau sudah harus benar-benar menyatakannya pada Rein.
Ia menghela nafasnya dengan panjang. "Oke. Gue nyatain."
---
"Rein, lo bisa berdiri bentar?", Rafa datang dan berdiri tepat disamping sofa yang duduki Rein bersama Reta. Mengernyit bingung, Rein melepaskan pandangannya dari ponselnya lalu menuruti perkataan Rafa dengan berdiri.
"Sini.", panggilnya dengan datar. Rein pun berusaha keluar dari meja dan kursi yang menhimpitnya, dan kini berdiri tepat didepan Rafa.
Rafa masih menatapnya datar. Tanpa ekspresi. Tapi nafasnya terasa tercekat, serasa tak bisa menghirup oksigen lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
O'Clock [REVISI]
Teen FictionIni kisah persahabatan, lika-liku hidup, juga kisah cinta yang sulit dijelaskan. Sebuah kisah perasaan yang terpendam, mencarinya, dan pada akhirnya menemukan akhir kebahagiaannya. Ini kisah enam orang sahabat yang menemukan hidup mereka dikisahnya...