Dua.

126 5 0
                                    

Aku hanya bisa duduk pasrah saat ini. Bagaimana bisa aku satu kelompok dengan orang yang sangat aku benci! Bahkan satu kelompok hanya terdiri dari dua orang. Lihat saja kelakuan nya sekarang, dia menyuruh ku untuk mengerjakan tugas kelompok ini seorang diri, bahkan aku juga yang menulis nya.

Lalu apa yang dilakukan nya? Dia hanya bernyayi sambil mendengarkan Earphone yang berada ditelinga nya.

"Evaan!! Bantuin gue kek, gue nggak ngerti tau!" ucap ku sambil menepuk lengan nya.

"Lo aja nggak ngerti, apalagi gue."

"Ya seenggak nya, kerjain bareng-bareng."

"Males ah."

"Ish! Lo baca dulu kek ini Soal."

"Ogah ah, banyak banget bacaan nya."

"Nama nya juga Bahasa Indonesia! Cepetan ih, arti dari pantun ini apaan?"

"Rewel lo. Udeh deh lo kerjain aje." Ucap nya dengan gaya selangit.

"Evaaann!! Bantuin gue."

"Nggak mau."

"Oh, yaudah. Gue juga nggak mau ngerjain kalo gitu."

"Berani?"

"Emang nya gue pernah takut sama lo?!"

"Bener nih?" ucap evan lalu mulai mendekati aira.

"BU MIRA! EVAN ISENGIN SAYA NIH BU." teriak aira, ketika Evan ingin mencubit nya.

"Berisik lo, nyet." ucap evan sambil memegangi telinga nya, dan tidak jadi mencubit Aira.

Semua penghuni kelas memandangi mereka berdua, dengan tatapan malas, begitu juga dengan bu mira. Mereka Bosan, bahkan sangat bosan melihat aira dan evan selalu bertengkar.

***

"Ini semua gara-gara lo! Nyebelin banget sih lo." ucap Aira, sambil berdiri ditengah lapangan.

Kalian tahu? Kenapa sekarang aku berada dilapangan? Aku dihukum karna tidak mengerjakan tugas kelompok itu!

"Berisik lo."

Rasanya aku ingin memakan kepala bodoh nya itu. Dia itu benar-benar menyebalkan.

"Eh, zombie. Disitu tuh panas, lo disini aja." ucap nya santai, sambil menyuruh ku berdiri disampingnya yang dekat dengan pohon.

Aku hanya membuang wajah ku, tidak ingin melihat nya. Aku akan tetap disini. Tidak sudi, jika harus berdekatan dengan makhluk astral sepertinya.

"Awhhh! Lo tuh ya!" ucap ku kesakitan. Dia mencubit ku dan kali ini aku tidak mau diam, lalu aku mengejar evan yang sekarang mulai berlari. Alhasil, sekarang kita kejar-kejaran.

Astaga, kenapa dia berlari sangat cepat. Dan itu membuat ku lelah! Bahkan aku sekarang sudah tidak dilapangan lagi, melainkan dikoridor lantai 2, tempat nya orang-orang most-wanted, lebih tepat nya aku berada dikerumunan kakak kelas tempat tongkrongan nya Evan!

Ya, evan memang sudah berteman dengan kakak kelas dari kita awal MOS.

Brukkkk..

Shit! Aku terjatuh didepan kerumunan most-wanted itu, dan ini sangat memalukan.

Aku melihat mereka semua tertawa, begitu juga dengan Evan! Dasar Monster Badak!

"Zombie! Bangun. Lo ngapain tiduran disitu?" ucap Evan. Bisa tidak sih, dia tidak memanggil ku dengan sebutan 'Zombie?'

"Lo panggil dia Zombie, van?"

"parah, hahahaha.."

"Bantuin dia bangun sana, bego."

"Cakep kayak gitu, lo panggil Zombie? Ckck"

"Bangun neng, sini duduk sama abang.."

Dan masih banyak lagi! Mereka semua keterlaluan. Bukan nya membantu ku untuk berdiri, mereka malah menertawai ku serta mengejek ku. Aku bangun, lalu segera berlari menuju kelas ku. Aku sangat marah, bahkan rasanya ingin menangis sekarang juga.

Aku mendengar evan memanggil nama ku, seperti nya dia mengejar ku. Tapi apa perduli ku? Aku bahkan sangat membencinya saat ini. Ralat! Bukan saat ini, tapi selama lama lama lama lama nya.

Aku membuka pintu kelas, dan hanya menemukan Lana disana. Karna penghuni kelas yang lain nya mungkin sekarang sedang berada dikantin.

"Kenapa lo, ra?" ucap nya ketika melihat ku langsung duduk disudut ruangan.

Aku menangis sekarang. Aku bahkan tidak tau kenapa aku merasa secengeng ini.

"Kok lo nangis ra? Lo Kenapa? Kasih tau gue." ucap Lana sambil mendekati ku.

Aku menutupi wajahku dengan tangan ku sendiri. Aku mendengar suara derap kaki seseorang, berjalan mendekati ku.

"Ini pasti gara gara lo yee?" ucap Lana.

Aku tahu, orang ini pasti si monster itu.

"Dia kenapa dah?" ucap evan, tertawa.

Lihat? Bahkan dia tertawa ketika melihat ku menangis. Aku sangat membencinya sungguh.

"Kok lo ketawa sih, van! Aira nangis gara-gara lo nih." ucap lana.

"Lo kenapa, Aira Aslee?" Dia meledek ku, dengan cara memanggil nama panjang ku.

Dia mendekati ku, lalu berusaha menarik tangan ku agar dia bisa melihat wajahku yang menangis. Oh, dare you?!

"Pergi lo tai!" ucap ku, masih terus menutupi wajahku.

Tidak tau kenapa, aku selalu berkata kasar jika sudah berhadapan dengan nya.

"Pergi sana, van. Aira nggak mau ketemu lo, bego." ucap lana, seperti nya dia mengerti perasaan ku.

"Lah, emang nya gue salah apaan?" ucap evan tidak terima.

Dasar bodoh! Apakah aku harus membunuh nya dulu agar dia sadar!

------------------

Evan nya emang kayak gitu, ra. Gondokin hehe..
Aslinya apalagi. Sabar gue mah. Wkwk..

HATE Or LOVE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang