Justin
Hari hari gue jalanin sama Hailsey, kemana-mana. Dari sekolah, pergi makan, nonton konser, nonton film, masak sesuatu bareng Mama gue atau Mamanya, ngejailin temen-temen kita di sekolah, main segway keliling kompleks rumah, do all these stupid challenges, liburan ke Colorado, dan masiiiih banyak lagi. Sampe nggak kerasa satu bulan lagi gue sama Hailsey udah lulusan aja dari high school kita yang unyu dan penuh cerita itu.
Aaaand, the matter is.. gimana gue bilang ke Hailsey kalo gue mau kuliah di London? You know, kami bakalan LDR-an, dan you know again, i think its so hard for her, men. For me too. Gue nggak mau nyakitin dia, cuman gimana lagi? Kuliah disana itu salah satu mimpi gue banget, dan Papa gue uda ngurus semuanya dan well i didn't mean anything, cuman gue setelah lulusan—mungkin yaa beberapa minggu setelahnya—gue bakal terbang dan langsung sekolah di universitas London. Gue nggak bisa batalin semau gue, apalagi cuman gara-gara nggak mau ninggalin Hailsey demi mimpi terbesar gue.
Pagi ini seperti biasa gue ngejalanin my favorite routines; jemput Hailsey sekolah. Entah kenapa, setiap pagi dia mau sekolah atau mau pergi atau apa lah sama gue, dia keliatannya seneng gitu lho, wangi, trus wajahnya cerah, dan selalu senyum. Walaupun sesekali becandain gue nggak inget tempat.
"Yaelah, bro, sabtu besok udah prom night aja, ya. Cepet banget sekolahnya." Ujar Hailsey tiba-tiba.
Gue makin sedih. "I'm here, buddy." Sumpah, sedih banget.
"Siapa juga yang bilang lo disana."
Gue ngeliat dia heran. "Jadi sekarang siapa sih yang dickhead? Gue atau elo?"
Hailsey ketawa. "Lo lah, gue mah anak baik-baik."
"Hails, ntar malem pergi yuk?" ajak gue nabrak kata-kata Hailsey tadi.
"Yuk. Kemana?"
"Nggak tau."
"Lah, gimana sih, pak-_-"
"Yauda lah ya, tempat mah nomor kesekian. Lo mau pergi sama gue itu yang nomor satu."
"Yaelah, kaya nggak biasanya aja deh." Hailsey acak-acak rambut gue.
"Eh! Jangan acak-acak sekarang! Ntar cewe-cewe pada gamau nempel ke gue."
"Oooooh gitu yaaaa sekaraaaang?"
Muka Hailsey lucu banget, rasanya pengen gue cium semua-muanya. Tapi masih pagi. "Yaelah, ibu negara. Cemburuan banget, siiiih." Goda gue sambil cubit pipinya, rangkul dia, dan gue cium kepalanya. Dia ketawa. But deep inside my heart, gue makin sedih jadinya.
Hailsey
Kurang lebih udah tiga bulan gue barengan sama Justin sebagai pacarnya. Well, temen-temen kita di sekolah fine fine aja karena mereka udah sering liat kami berdua barengan. Gue jadi semakin nyaman dengan itu. Apalagi dengan cara Justin perlakuin gue di samping jadi sahabat, dia ngerti kapan saatnya dia jadi pacar gue, kapan saatnya dia gila-gilaan dan jadi sahabat terbaik gue. Thanks Lord, to gave him only for me.
Tadi pagi Justin ajakin gue pergi. Nanti malem, katanya. Nggak biasanya aja, sih, dia ngajak keluar sampe se-resmi itu ijinnya ke gue. Biasanya mah langsung bilang, 'I'll pick you up at 7' atau 'Tunggu aja nanti gue bakal dateng ke kamar lo sebagai zombie.' atau 'Gue tau lo laper, ayo makan, gue jejelin semua makanan yang lo mau.' That's my boy, my everlasting life-mate.
Justin
Jam 7 tepat, gue jemput Hailsey dengan perasaan nggak keruan. Antara takut, sedih, dan nggak pengen malem ini ada buat gue nyampein sesuatu yang nggak pengen gue sampein ke dia. Apa sih, ini maksudnya? Gue bener-bener nggak pengen jauhan sama dia. Yaelah, sehari dua hari nggak ketemu aja rasanya pengen terjun dari Empire State Tower. Gimana nanti gue selama kuliah?
Gue mau ke laut aja, deh.
"Hey, babe." Sapa Hailsey ketika dia bukain pintu buat gue. Seperti biasa, dia cium pipi dan peluk gue. Senyumnya bikin gue pengen banting diri di situ juga. Nggak kuat, men.
"Let's go." Jawab gue, senyum.
Gue bukain pintu mobil gue buat dia—only for her. Note this—dan berlari ke tempat duduk supir setelahnya.
"Kita mau kemana, sih?" tanya cewe gue setelah gue duduk dan pasang seatbelt.
"We're going to have a dinner. Just a dinner. Is it okay?" jawab gue.
"Ya, it's okay. As long as i'm with you."
Gue cuma senyum dan tancap gas ke tempat tujuan gue.
Tangan gue dingin. Semoga cuma karena AC dan udara di bulan Desember yang dingin aja. Semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Already Home
FanfictionProlog Hai. nama gue Hailsey. Gue tinggal di Canada bareng Mama gue, karena Papa terlalu sibuk jadi dia ga bisa sering-sering di rumah. Umur gue 18 tahun baru beberapa hari kemaren, dan baru juga masuk tahun terakhir di SMA. Hidup gue gini gini aja...