Justin
Gue nggak habis pikir sama manusia yang cuma cari dan menginginkan kebahagiaan yang sifatnya sesaat. Mereka sama sekali nggak pikirin apa yang bakal terjadi setelahnya. Kaya ceritanya Lola yang dimainkan oleh Miley Cyrus di film LOL. Dia sama sekali nggak mikir apa yang bakal terjadi setelah dia tidur sama pacarnya habis party nggak jelas. I dont know why i watched that movie tho, tapi pesan dalam film itu dapet banget. Gue salut.
"Pick me up at 7, ok?"
Satu pesan masuk ke ponsel gue setelah gue taruh tas gendong gue ke kasur siang itu. Lah? Dia serius ya minta gue nemenin dinner dia? Sebenernya kenapa sih harus ada kata 'nemenin' nya gitu? Bilang aja dia mau dinner sama gue atau gimana. Sebagai sahabat yang uda beberapa hari di London University itu ya nggak bakal lah gue tolak cuma gara-gara alesan nggak enak sama cewe gue atau cowo dia. Oh i forget, even she had no boyfriend. Padahal sifat dia model banget, agak aneh kalo dia nggak punya pacar.
"Audrey, open the door for me."
Bego juga ya gue. Kenapa nggak pencet bel atau telpon Audrey aja ketika gue uda sampe di depan rumahnya? Jangan bilang lo grogi, Justin. Jangan bilang.
"Hey."
Suara Audrey mengagetkan gue yang lagi berdiri sambil ngeliat ke layar ponsel. "Oh, hey." Gue senyum dan sedikit terpaku ke.. wait, why is she looks so beautiful wih that dress?
"What?"
Gue gelagapan gara-gara dikagetin Audrey. "Nothing. Let's go."
Hailsey
Gue kangen Justin. Untuk mungkin yang keseribu kali gue bilang begini. Nggak ngerti lagi harus gimana ngobatin ini dengan jarak yang jauh sama dia. Sabtu besok, tanggal 21 gue sama Justin genap sembilan bulan pacaran. Udah siap lahir deh pokoknya.
Kebetulan juga, tanggal itu ada long weekend, jadi gue ada niatan untuk pergi ke apartemen Justin dan bikin surprise buat dia. Gue gak mau bilang kalo gue mau kesana, bilang aja gue mau ke.. California buat jengukin sodara gue. Great, i can't wait.
Waktu itu Justin pernah send location ke gue lewat iMessage. Setelah gue save datanya, gue udah nggak sabar banget pengen dateng kesana. Gue pengen lihat ekspresi kaget Justin waktu gue tiba-tiba show up di depan pintu apartemennya.
I make a new exciting schedule. Gue mark tanggal-tanggal tertentu itu buat pergi ke London diem diem. Tenang, tabungan gue banyak kok. Nggak perlu minta Mama lagi deh kayanya.
"Ma, i'm gonna fly to London tomorrow morning." Kata gue izin ke Mama pas makan malem.
Mama hampir keselek. "Really? For what?"
"Mau kasih surprise ke Justin di hari monthversary kami, Ma. Hehehe," jawab gue cengengesan.
Mama senyum lega. "Mama kira ngapain. Berani sendiri? Mama kebetulan long weekend besok ada kerja nemuin klien di Texas. Jadi nggak bisa nemenin kamu deh." Raut wajahnya berubah jadi sedih.
"Nggak papa, Ma. Aku sendiri aja bisa kok. Lagian aku pernah kesana kan waktu itu sama Mama? Aku uda dikirim alamat apartemen Justin kemaren. Aku hafal jalanan London."
"Lagian kamu juga nggak bawa mobil ngapain hafalin jalan London." Ledek Mama.
Gue ketawa. "Mama nih.. aku serius.."
"Iya, sayang. Mama boleh aja kok. Hati hati, ya. Salam buat Justin, mantu idaman Mama."
Gue ketawa lagi, sekarang ditambah blush di pipi. "Ampuuuun, deh, Ma."
Justin
London jadi tempat favorit gue setelah Kanada sekarang. Bangunan-bangunannya, orang-orangnya, makanannya, udaranya, keramahan lingkungannya, dan teman-teman baru gue tentunya. Itu semua nggak bakal berarti tanpa usaha gue buat dapetin tiket jadi anak kuliahan sini. Dan tanpa disadar, gue udah bersama dengan wanita anggun dan lembut, model—yang jelas nggak sekelas vogue—kota ini, London University's freshmen, dan teman gue; Audrey Jenner.
She talks about everything. She's a talkative girl. Beberapa saat gue lihat matanya, giginya, senyumnya, dan jari-jarinya..
Goddamn it! Crap! Lo uda punya cewe, bego. Goblok. Gaboleh gitu, pea. Inget Hailsey!
"...dan gue nggak ngerti gimana lagi atasin itu semua hahahaha lo tau nggak sih itu lucu banget hahahahhaha!" lanjut Audrey antusias.
Me = not responding.
"Justin? Buddy? You okay?" kata Audrey sambil goyang goyangkan telapak tangannya di depan muka Justin biar dia sadar.
"O-oh, y-ya i'm okay." Jawab Justin kaget dan tersenyum meyakinkan.
Audrey melanjutkan ceritanya dan sekarang gue berusaha buat fokus. Gue nggak boleh gampang tergoda, gue nggak boleh nakal. Jodoh gue ada di Kanada, gue harus keep dia sampe gue sukses dan bisa nikahin dia. Please, oh God, just remove Audrey's most beautiful face from my mind, please God.
"Yaudah, yuk, pulang. Udah malem." Kata Audrey setelah ia melihat sekitar.
"Tumben lo jam segini uda minta pulang. Biasanya sampe pagi." Ledek gue.
"Itu kalo Friday night, bro. Sekarang nggak dulu deh."
Gue terkekeh. "Jadi lo bakal getting wild kalo hari Jumat doang? Belaga nenek lampir aja lo."
Wajah Audrey nggak terima. "Kurang ajar lo ngatain gue nenek lampir. Besok lo nggak gue temenin nih, sumpah."
"Yaudah sih nggak ditemenin lo juga gue masih bisa hidup sendiri," jawab gue angkuh.
Audrey ketawa. Cantik. "No, no, no, i'll keep it as my Friday-night routines. I'll keep it til forever." Katanya sambil senyum.
Lah? Dia kode? Apa malah flirting? Gue angkat bahu dan tersenyum, "Oh, okay, then. Terserah lo aja. Sekarang pulang yuk."
Audrey senyum sambil ngeliat gue. "Yuk."
ANJIR JUSTIN, KENAPA LO MALAH JADI KAYA ANAK KECIL YANG GAMPANG BANGET KAGUM SAMA ORANG, SIH?! LO PUNYA HAILSEY WOI SADAR!
-----
"Thank you, buddy." Audrey ngeliat gue dari tempat duduknya di mobil gue.
"Anytime," jawab gue, senyum.
"Have a great night." Tambahnya, dengan tangan kanan dia yang bertumpuk dengan tanganku di sebelah seat-nya.
Dia lihat gue serius, dan senyumnya manis. Gue nggak bisa ngomong karena gue bingung kenapa tiba-tiba tangannya ada di atas tangan gue, bergerak lembut dan..
Crap.
Crap, man.
She kissed my right cheek and smiled and went out from my car.
Crap.
Holy fucking crap.
-----
yooooo helloooo guys! so sorry for waiting this part to up too long. lagi banyak kerjaan hahahaha. i'll post the next chapter very very very soon! pls vote this ff for each part ya, jadi setelah baca divote gitu hehehe. thank you before, ya. luv xxxx
KAMU SEDANG MEMBACA
Already Home
FanfictionProlog Hai. nama gue Hailsey. Gue tinggal di Canada bareng Mama gue, karena Papa terlalu sibuk jadi dia ga bisa sering-sering di rumah. Umur gue 18 tahun baru beberapa hari kemaren, dan baru juga masuk tahun terakhir di SMA. Hidup gue gini gini aja...