22

47 4 0
                                    

Hailsey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hailsey

Pagi itu gue bangun dan tersenyum karena inget hari itu gue bakal pergi ke London, tempat Justin berada. Setelah gue mandi dan sarapan, gue pake sepatu dan bersiap pergi ke bandara bareng sopir gue. Baru gue mau mangap buat masukin first bite sarapan gue waktu itu, ponsel gue nyala dan bergetar.

Ricky is calling..

"Halo, Rick?"

"Hey, Hails. Lo katanya mau ke London ya pagi ini?" katanya di seberang sana.

"Iya, kenapa? Lo tau dari siapa?"

"Dari Mama lo tadi. Trus sekarang udah di airport?"

"Belom kok. Gue masih sarapan. Kenapa?"

"Gue aja yang nganter, ya?"

Tuhkan, Ricky itu udah kelewat baik sama gue. "Waduh, nggak usah, Rick. Sopir gue udah siap daritadi."

"Udah, sama gue aja. Gue ntar yang bilang sama sopir lo. Biar dia istirahat buat pagi ini."

Gue diem sejenak. Kayanya Ricky mau ngelakuin sesuatu yang penting deh sampe mau nganter gue ke bandara tanpa gue minta. "Well, okay. Lima belas menit lagi lo udah di depan rumah gue, ya."

"Lima menit doang juga bisa, kok, Hails."

Gue senyum. Hey, Rick. Thanks for being here when no one else does.


Justin

Gue bangun dengan senyuman yang merekah di bibir kissable gue ini. Bukan karena semalem, tapi karena hari ini adalah hari Jumat. Gue nggak bisa bener-bener deskripsiin bahagianya gue kalau hari Jumat datang. Nyenengin. Kaya Hailsey.

Ngomong-ngomong tentang Hailsey, Sabtu tanggal 21 besok adalah our fucking 9th monthversary. Gue bener-bener kangen sama dia, apapun yang dia miliki. Hidungnya, matanya, bibirnya—oh God that's the only one i've been asking for when the 21st of this month come, rambutnya, oh my Lord she has everything. Gue pengen dia, gue cuma pengen dia tanggal 21 besok, nggak yang lain. Bahkan i dont need no presents or suprises, Hailsey aja cukup.

Dan setelah gue berandai-andai ria tentang Hailsey, alarm gue berisik lagi dengan snooze-an gue sepuluh menit yang lalu. Gue kuliah jam 9, dan sekarang udah jam 8.35. Typical. I just can't handle myself when i think about her. Crap.

----

"Morning, Justin." Sapa seseorang yang berusaha mengagetkan jantung gue pas lagi buka loker.

Gue menoleh ke balik pintu loker gue, and there she is; Audrey.

"Oh, hey, Audrey. Morning." Jawab gue sambil senyum dan melanjutkan memilah buku yang bakal gue pake buat kelas habis ini.

"Nanti malem Dave nggak bisa dateng ke Friday-night routines kita." Katanya. Mukanya sedih sambil bersandar ke deretan loker disitu.

Gue ngelirik Audrey. "Oh ya? Kenapa?"

"Ada urusan sama keluarga katanya."

"Oh, okay. Jadi lo aja yang dateng?" tanya gue sambil nutup pintu loker dan ikut bersandar ke loker gue tadi.

Audrey mengangguk. "Nggak papa, kan, ya?" tanyanya hati-hati.

Gue tersenyum dan menggeleng. "Nggak papa, Audrey. Santai aja sama gue."

Audrey ikut tersenyum yang disusul dengan genggaman tangannya dan menuntun gue untuk pergi ke kelas.

Crap, man.

Crap.


Hailsey

"Hails."

Itu Ricky. Dia masuk nyelonong aja nggak minta izin atau semacamnya.

"Mas, ketok pintu dulu, mas." Kata gue sambil memegang gelas air putih.

"Sorry, Hails. I wanna surprise you." Katanya senyum.

Gue ketawa. "I think you were born to be a good surpriser, deh."

Ricky ketawa sekarang. Mukanya kelihatan lega dan bahagia. "Buruan selesaiin makan lo. Ntar lo ketinggalan pesawat baru deh nangis kejer, nggak jadi ketemuan sama Justin Bieber lo itu."

Gue langsung habisin sarapan gue dan segera minum airnya. "Nggak suka banget kayanya gue mau nemuin Justin Bieber gue?" tanya gue sengit.

Mukanya seketika bingung seperti terjebak. "Diem lo. Pagi-pagi udah nyengit aja."

Gue ketawa sambil nepuk bahunya. "Yuk, yuk ah!"


"Lo berapa hari di London?" tanya Ricky setelah kami berdua on the way ke bandara.

"Minggu balik kayanya, Rick. Senin ada kuliah gue. Kenapa?"

Ricky menggeleng. "Nanya doang kok."

Gue ngangguk. "Okay."

"Justin gimana disana? Nggak ngelirik cewe lain kan?" tanya Ricky.

Gue menoleh dan mengacak-acak rambutnya jahat. "Wah, ngajak ribut lo, ya."

Ricky ketawa. "Nope, i'm just asking." jawabnya sambil benerin keadaan rambutnya.

"Semoga sih enggak, Rick. Gue tau kok Justin itu orangnya setia. Apalagi sama gue."

"Serius lo? Yakin? Gue nggak mau denger cerita lo yang nggak nggak ya setelah balik sini besok."

"Ih, Rick! Lo kenapa sih? Ada yang disembunyiin dari gue ya?" tanya gue mulai curiga.

Ricky ngeliat gue heran. "Hah? Apa, sih? Nggak ada lah. Gue nggak pernah nyimpen rahasia sama lo, Hails. Apalagi tentang Justin."

Gue melipat tangan gue di depan dada. Kesel ceritanya. Abis si Ricky mencurigakan sih pake ngomong begitu segala. Awas aja kalo sampe ketauan Ricky gak terbuka sama gue tentang Justin. Kelar hidupnya.

"Hails.. Gue cuma bercanda, kok. Jangan cemberut gitu dong. Cantik lo ntar ilang." Kata Ricky sambil elus-elus rambut gue.

Rick.. please..


---------------

end of this part! jangan lupa vomment setelah baca yaaaa, it'll means the world to meee hehe tunggu chapter selanjutnya, ya! :)


Already HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang