Chapter 3

74 7 0
                                    

"Seolah dia menari dimataku. Melekat dikulitku. Dihatiku." - Jatuh Cinta, Tulus.

• • •

Pesawatku lepas landas sesuai dengan jadwalnya. Aku menatap landasan udara dari jendela, lalu beralih menjadi kota-kota yang semakin lama semakin mengecil dari atas sini. Untuk beberapa jam kedepan pesawat ini akan transit sebentar di Hongkong lalu meneruskan perjalanan menuju London.

London?

Ah, kota itu merupakan salah satu kota favorit kamu. Aku masih ingat betul bagaimana kamu menggebu-gebu menceritakan bangunan-bangunan vintage yang berada di Kota London tersebut. Kamu yang sangat ingin melihat Big Ben dari dekat.

Kamu dan segalanya tentang kamu.

•••

Langit masih gelap. Waktu juga baru menunjukkan pukul 02.12. Tetapi aku sudah terbangun sejak dua jam yang lalu karena mimpi buruk. Akibat menonton film action-yang aku lupa judulnya apa-semalam bersama Galih, adegan-adegan tersebut menjelma jadi mimpi buruk untukku.

Saat hendak mencari iPod kesayanganku, mataku tak sengaja menatap novel yang tempo lalu kubeli. Novel yang kubiarkan berhari-hari di atas meja belajarku tanpa pernah berniat kusentuh sama sekali. Lalu, bayangan kamu seketika berkelebat di pikiranku.

Aku meraih headphone yang tersampir di lengan kursi lalu menyambungkannya ke iPod milikku. Seketika lagu Aerosmith mengalun ditelingaku. Aku kembali membuka novel tersebut dan membacanya pelan-pelan. Teramat pelan hingga aku harus mengulang setidaknya tiga kali untuk bisa kupahami setiap kalimatnya.

Ada satu adegan yang membuatku tertegun beberapa saat. Dimana sang tokoh utama, Asha, melepaskan salah satu cinta pertamanya, Ryu, untuk saudaranya sendiri yang tak lain adalah Kiera. Bukan karena kerelaan Asha yang membuatku terdiam, melainkan justru aku membayangkan bahwa mungkin saja suatu saat nanti Galih akan menyukai kamu. Aku tidak tahu definisi suka Galih terhadapnya akan seperti apa. Tetapi aku takut. Bagaimana jika Galih berhasil merebut kamu dariku?

Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Lagipula, kenapa aku bisa berpikir seperti itu?

Siangnya aku memutuskan untuk pergi ke salah satu toko yang menjual pernak-pernik hadiah. Sebentar lagi sepupuku ulang tahun dan aku ingin memberikannya hadiah. Aku yang sedang melihat-lihat di sepanjang etalase mainan anak-anak langsung tersenyum kecil saat melihat kamu sedang mengamati setiap pajangan yang tertata rapi di seberang etalase tempatku berdiri.

"Halo, ketemu lagi kita." Sapaku membuatnya menoleh dan mengulas senyum di wajahnya. Sementara aku memilih hadiah untuk sepupuku, kamu hanya melihat-lihat toko tersebut saat tak sengaja tertarik dengan arsitektur toko ini yang bergaya vintage. Aku hanya manggut-manggut lalu tanpa mau pertemuan ini berakhir bergitu saja, aku memintanya untuk membantuku mencarikan hadiah. Klise memang, tetapi bukankah kau akan melakukan apapun untuk membuat orang yang membuatmu tertarik untuk tetap berada disisimu?

"Sepupumu itu perempuan apa laki-laki? Dan usianya sekitar berapa tahun?" Tanyamu saat kami sedang melihat-lihat di area mainan anak-anak. Aku tersenyum saat kamu begitu antusias mencari hadiah.

"Eh? Laki-laki. Dia suka banget sama serial tokoh Marvel Superman." Sahutku saat memegang sebuah boneka bertema Batman. Aku menaruhnya pada rak dan kembali melihat-lihat mainan.

"Yah, mahal banget." Aku mendengar nada suaramu yang kecewa saat berjalan di sekitar etalase yang memajang miniatur-miniatur lucu. Aku menghampirimu lalu bertanya kenapa. Kamu hanya menggeleng lalu kembali menaruh miniatur berbentuk Big Ben yang menjadi ciri khas dari Kota London.

Jingga Senja Dan Deru HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang