Chapter 2

104 10 2
                                    

"Aku yang memikirkan namun aku tak banyak berharap. Kau membuat waktuku tersita dengan angan tentangmu." - Kekasih Sejati, Monita Tahalea

• • •

Ini sudah memasuki bulan Desember, yang artinya intensitas hujan sudah semakin tinggi. Aku memandang dinding kaca apartemenku yang berembun akibat terpaan hujan. Tanganku menyentuh dinding kaca tersebut. Dinginnya menjalar dari sela-sela syaraf telapak tanganku, menuju pergelangan tanganku dan berhenti tepat di ulu hatiku.

Rasanya kebas.

Aku menatap awan kelabu yang menggantung diluar sana. Berharap aku bisa menyibaknya dan membiarkan langit biru yang cerah menggantikannya. Aku terlalu benci dengan segala sesuatu yang begitu... samar.

Seperti hari itu, saat dimana aku untuk pertama kali mengobrol denganmu. Tanpa sepengetahuan yang lain. Terutama Galih yang selalu memandangmu sebelah mata.

•••

Aku berjalan kaki menuju minimarket untuk membeli kebutuhan belanja bulanan menggantikan Kellin yang sedang sakit. Kubuka pintu minimarket tersebut dengan pelan dan suara selamat datang yang khas terdengar ditelingaku. Aku mengambil keranjang yang terletak disebelah pintu masuk lalu berjalan menuju rak-rak yang menyediakan kebutuhanku sehari-hari.

"Mahal, Sa. Duitnya kurang."

Lagi-lagi suara itu..

Meskipun aku baru melihatnya sekali, entah kenapa aku hafal dengan suaranya. Aku berjinjit untuk melihatmu. Kamu mengenakan jaket adidas yang terlihat kebesaran untuk tubuhmu. Di belakangnya tercetak tulisan Dokuz Dort yang seingatku berasal dari bahasa Turki tetapi aku tidak tahu artinya apa.

"Yaudah kamu mau beli apalagi?" Kamu menoleh, menatap seorang remaja perempuan yang tingginya tidak melebihi pundakmu. Remaja tersebut memilah-milah cemilan yang berjejer di rak-rak snack.

"Ini aja, Kak. Beli banyak." Kamu mengambil beberapa snack, lalu berjalan menuju kasir. Aku bergegas mengambil sisa barang yang berada di list-ku hari ini lalu cepat-cepat mengantri dibelakangmu.

"Kakak nggak jadi beli buku yang ini?" Tanya remaja tersebut sambil mengacungkan sebuah buku berjudul Rain yang tercetak tebal. Kamu menggeleng lalu mengacungkan selembar duit lima puluh ribu tinggi-tinggi.

"Duitnya kurang. Lagipula aku udah baca." Remaja itu lantas menaruh kembali buku tersebut ke raknya dan berderap melangkah mendekatimu. Aku melirik novel yang tadi dipegang remaja tersebut dengan penasaran.

"Terima kasih." Saat kamu dan remaja tersebut berjalan keluar minimarket, buru-buru aku mengambil novel tersebut dari raknya dan memasukkan ke keranjang belanjaanku.

"Cuma ini aja mas?" Seorang karyawan menunjuk belanjaanku. Aku mengangguk. Kemudian ia mengerutkan dahinya saat melihat novel yang berada di dalam belanjaanku dengan bingung.

"Kenapa mas?" Tanyaku pelan. Ia menggeleng lalu kembali memindai barcode belanjaanku. Aku mengetukkan jemariku diatas meja kasir dengan pelan. Setelah karyawan tersebut menyebutkan totalnya, buru-buru aku mengambil beberapa lembar uang lima puluh ribu dan memberikan kepadanya. Aku mengangkat kantung belanjaanku dan menjinjingnya dengan erat.

Sesampainya dirumah kutaruh semua belanjaanku pada lemari gantung sesuai dengan tempatnya masing-masing. Suara kantung kresek dibuka dan ditutup memenuhi ruang dapur untuk sejenak.

"Dari seseorang yang merindukan hujan meski kini ia tak akan pernah kembali datang. Vin, seriously? Lo beli ini?" Aku menoleh, mendapati Kellin sedang mengangkat tinggi-tinggi novel berjudul Rain yang tadi kubeli. Mataku melotot lalu merampas novel tersebut dengan cepat.

Jingga Senja Dan Deru HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang