"Akhirnya kau hilang. Kau meninggalkanku—dan kenangan kini satu-satunya masa depan yang tersisa."- Aan Mansyur (2016)
• • •
Kevin mengurusi jenazah Galih dengan cepat dan Kellin dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Sementara aku?
Yang bisa kulakukan hanya menatap kosong lantai marmer rumah sakit yang sering kutapaki belakangan ini. Menyesali kenapa dulu aku tak berani mendekati Galih dan menjelaskan maksudku selama ini. Menyesali bahwa baru kali ini aku baru berani bertemu dengannya setelah dua tahun berpisah.
Penyesalan selalu datang terlambat bukan?
Aku menatap ruang ICU itu nanar. Tanganku bergetar memegang kenop pintu. Terlihat mudah memang untuk membuka pintu, tetapi butuh tenaga ekstra bagiku hanya untuk mendorongnya agar terbuka lebar.
Ruangan itu mendadak sunyi. Tak ada lagi bunyi monitor pendeteksi detak jantung yang terdengar. Tak ada lagi tetesan cairan infus yang jatuh. Tak ada lagi deru napas tenang seseorang. Semuanya tiba-tiba saja lenyap.
Ruangan ini jadi berkali-kali lipat menyeramkan dari yang terakhir kali kudatangi. Berkali-kali lipat lebih dingin suasananya dari yang kubayangkan. Tubuh itu berada di sana, terbujur kaku di atas bangkar dalam diam.
Kuseret langkah kakiku dengan susah payah, mendekati ranjang tersebut dalam diam. Tangisku kembali luruh. Rasanya seperti ada yang menikam jantungku berkali-kali.
"Gal.."
Suaraku memantul di setiap sudut dinding ruangan ini.
"Bangun."
Tak ada yang menjawab.
"Jangan bercanda deh. Ini nggak lucu."
Lagi. Hanya aku yang bermonolog.
"Ayo, bangun. Katanya mau makan ramen bareng?"
Bibirku bergetar. Aku terisak.
"Terakhir kali kamu ninggalin aku, asmaku kambuh lho. Masa kamu mau bikin aku mati mendadak?"
Isakkan itu semakin kencang.
"GALIH INI NGGAK LUCU! BANGUN NGGAK?!"
Aku jatuh terduduk, kakiku lemas tak kuat berdiri. Napasku berderu cepat.
Kudengar pintu terbuka, lalu seseorang berlari masuk ke dalam ruangan ini.
"Vir, ngapain disini?" Tanya Kevin khawatir
Bodoh! Memang lo nggak bisa liat gue lagi ngapain? Gue lagi bangunin sepupu lo yang tolol ini.
"Ayo, kita keluar. Jenazahnya mau gue bawa ke rumah."
Apasih, Kev. Galih itu tidur. Kenapa lo bilang dia sebagai jenazah?
"Gue udah ngurus semuanya. Tante sama Andrean juga udah sampe di lobby."
Terus urusannya sama gue apa?
"Kita harus urus pemakaman Galih secepatnya."
Pemakaman apaan sih? Gue nggak ngerti.
Aku bermonolog ria dalam pikiranku, menjawab semua omongan Kevin dengan geram. Tidak ada yang meninggal di sini. Tidak sekarang. Tidak nanti.
"Ayo, gue anter lo pulang." Aku menepis tangan Kevin dengan kasar.
"Apa-apaan sih!? Gue nggak mau pulang! Lagian lo juga! Galih tuh tidur, Vin. Dia nggak mungkin ninggalin gue gitu aja!" Teriakku membantah semua ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Senja Dan Deru Hujan
Teen FictionBukankah semua orang ingin membahagiakan orang yang ia cintai? Bukannya semua orang rela mengorbankan apa saja sekalipun itu nyawanya sendiri untuk orang yang ia sayangi? Lantas apa yang akan kamu lakukan jika orang tersebut mengabaikanmu dan mengan...