Chapter 5

44 5 3
                                    

"Ku coba semua segala cara. Kau membelakangiku, ku nikmati bayangmu. Itulah saja cara yang bisa. Tukku menghayatimu untuk mencintaimu." - Hanya Isyarat, Drew.

• • •

Daerah Piccadilly Circus pagi itu terlihat ramai oleh orang-orang yang berlalu-lalang. Sisa-sisa musim dingin masih terlihat di berbagai sudut. Aku mengisi paru-paruku dengan udara segar. Sesekali kumakan fish and chips yang kubeli di sebuah restoran kecil yang kulewati. Sepatuku meninggalkan jejak di jalan setapak. Headphone berwarna putih gading terpasang di telingaku. London terlihat begitu cerah hari ini.

Biarkan doa ini mengalir tanpa putus untukmu
Menyampaikan ribuan doa rinduku kepadamu
Sungguh yang kuinginkan hanyalah dirimu
Meski rasanya meraihmu saja aku tak mampu

Tanpa sadar aku menangkap sesuatu yang berbeda dari manik matamu
Tatapan memuja itu membuat aku tertegun
Kamu menatapnya seolah ia malaikat yang baru saja tiba
Mengisi hari-harimu yang menggantikanku

Ingin rasanya aku menepis semua rasa cemburuku padamu
Tetapi aku tak bisa melakukannya
Hati adalah yang paling jujur dari segalanya
Termasuk perasaanku kepadamu

Aku tersenyum kecil saat mendengar lagu tersebut. Seandainya Kau Tahu. Satu dari sekian lagu yang kuciptakan untukmu.

"Aaahh! Theodor!" Aku menoleh, mendapati seorang perempuan tengah berlari menuju seorang laki-laki yang mengenakan beanie cokelat bertuliskan Dazzling. Tangannya memegang selembaran brosur.

"What's up huh?" Laki-laki yang bernama Theodor tersebut mengangkat kepalanya dari brosur tersebut dan menoleh.

"Tadaaa!" Perempuan tersebut memperlihatkan sebuah cincin yang sederhana dengan satu permata mungil ditengahnya. Laki-laki tersebut mengangkat satu alisnya lalu membuang brosur tersebut ke tong sampah.

"I'm officially now!" Perempuan itu berseru histeris lalu tersenyum tanpa henti sambil sesekali memandangi cincin yang tersemat di jemarinya. Sontak lelaki tersebut menunjukkan gestur yang terlihat kaget. Seperti mendadak baru saja mendapat kabar buruk.

Atau mungkin itu memang kabar buruk.

"Jason?" Tanyanya pelan. Perempuan tersebut mengangguk antusias. Aku bisa melihat perubahan yang signifikan dari laki-laki tersebut.

Kau tahu, apa yang kulihat saat ini mengingatkanku pada kejadian dua tahun yang lalu.

Saat kamu berkata bahwa kamu menyukai laki-laki lain disaat aku mulai merasakan sesuatu yang aneh terhadapmu.

•••

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku memandangi dinding kaca yang berembun akibat hujan yang baru saja reda. Ini udah memasuki akhir musim liburan semester yang artinya sudah hampir sebulan Ibumu dirawat di rumah sakit ini. Aku berbalik, berjalan menuju ruang tunggu dan lagi-lagi mendapatimu dengan secangkir kopi hitam pekat yang mengepul di tanganmu.

Sudah berapa kopi yang kamu habiskan hari ini?

Hari ini aku memutuskan untuk mampir menjenguk Ibumu-atau mungkin menjengukmu-di rumah sakit selepas pulang sekolah. Baik Kellin atau Galih tidak kuberitahu karena itu akan menimbulkan tanda tanya besar.

"Jangan kebanyakan minum kopi, Vir. Nggak baik buat lambung lo." Kamu mendongak, menatapku dengan lemah. Senyum tipis terukir diwajahmu. Lalu pelan-pelan kamu menyesap kopi tersebut dengan pasti.

"Cuma ini satu-satunya pelampiasan gue." Katamu sambil memandangi asap yang mengepul dari cangkir tersebut. Tidak ada lagi kata aku-kamu yang terucap dari bibirmu. Meskipun aku merindukan kalimat itu keluar dari bibirmu, tetapi aku nyaman jika kita menggunakan kata lo-gue.

Jingga Senja Dan Deru HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang