Chapter 10

34 5 4
                                    

"Merindukannya artinya kau mencintainya." - A Letters To Sam, Daniel Gottlieb

• • •

Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit diatasku yang berwarna biru muda dan seberkas cahaya lampu yang menyilaukan mataku. Lalu pandanganku beralih pada sosok laki-laki yang sedang terpengkur dengan laptopnya di pojok ruangan. Bau khas antiseptik rumah sakit langsung membuatku sadar dimana aku sekarang berada.

"Kevin?" Tanyaku dengan suara serak. Kevin yang sedang mengetikkan sesuatu diatas laptopnya pun menoleh lalu matanya membulat. Ia menaruh laptopnya dengan cepat dan berderap kepadaku.

"Gimana keadaan lo?" Tanyanya panik. Aku tersenyum kecil seraya menunjuk gelas yang berisi air putih diatas nakas. Kevin yang menyadari hal itu lantas mengambil gelas tersebut dan menyondorkannya kepadaku.

"Kok gue disini?" Tanyaku pelan. Kevin menghela napas panjang. Ia menatapku tajam.

"Lo pingsan. Dan napas lo udah satu-satu kayak orang kecekik." Aku menelan salivaku dengan susah payah.

"Pas nyadar lo nggak keluar-keluar, gue inisiatif buat masuk ke dalem. Gue udah punya feeling nggak enak. Tau sendiri kan feeling gue nggak pernah salah." Aku menghela napas panjang.

"Maaf ya, lo jadi panik gini."

Tiba-tiba aku mendengar suara pintu terbuka. Satria dan Ryan sedang bercanda sesekali mereka saling meninju pelan bahu. Lalu keduanya berhenti tertawa.

"Yan, kita salah kamar deh kayaknya? Perasaan tadi mau jenguk Galih. Kenapa jadi ini bocah yang tiduran diatas bangkar?" Gumam Satria pelan yang mendapat toyoran dari Ryan.

"Nggak, bego. Kita emang mau jenguk mother alien yang satu ini alih-alih nengok Galih sebenernya." Satria langsung memasang wajah protes.

"Lho, kita kan niatnya mau jenguk Galih bukan emaknya Medusa!" Kevin sudah tertawa terpingkal melihat kelakuan dua manusia itu. Aku hanya memasang wajah cemberut meski rasanya susah sekali untuk menahan tawa.

"Kalian tuh ya, demen banget bikin orang cemberut." Gerutuku pelan. Satria dan Ryan sama-sama menoleh, menatapku dengan kening berkerut.

"Lah, Yan, gue kira dia mendadak jadi bisu. Ternyata bisa ngomong juga tah?" Ryan terkekeh sementara aku semakin menatap Satria jengkel.

"Kalo kalian nggak mau liat gue ngapain kesini!?" Tanyaku ketus. Ryan menyenggol lengan Satria pelan.

"Lo sih Sat, mother alien-nya kumat kan." Bisik Ryan yang masih bisa kudengar dengan jelas. Aku menghela napas panjang. Lalu pandanganku tertuju pada laptop yang tergeletak begitu saja diatas meja.

"Lagi ngapain, Kev?" Tanyaku membuat Kevin berhenti tertawa.

"Oh, ngurus project bokap di Inggris." Jawabnya santai. Mataku membulat.

"Project? Project yang bikin hotel di Manchester itu!?" Satria mendengus.

"Lebay lo. Itu mulut apa toa masjid, gede bener suaranya." Aku melempar Satria dengan bantal, menatapnya bengis.

"Udah ah, mending gue cabut dari sini." Sungutku membuat Satria terkekeh. Saat aku hendak turun dari atas bangkar, Kevin mencekal lenganku.

"Mau kemana?" Tanyanya dengan kening berkerut. Aku hanya tersenyum kecil. Seakan tahu tujuanku, Kevin menggeleng cepat.

"Biar lo gue anter pulang aja." Ia berbalik, membereskan seluruh barang-barangnya kemudian menyampirkan tasnya di bahu, "Ayo, pulang."

"Tapi Kev, gue mau-"

Jingga Senja Dan Deru HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang