"Mereka yang pergi tidak bertanggung jawab atas sisa kenangan yang tidak mereka bawa serta." - Memento (2013)
• • •
"Vira!? Vir! Bangun Vir!"
Sayup-sayup aku mendengar suara Kevin yang berdengung di telingaku disusul dengan tubuhku yang berguncang.
Kukira, aku sudah mati.
"Vira? Vir? Lo denger gue kan!?"
Kevin menepuk-nepuk pipiku. Lalu ia menekan-nekan dadaku, berusaha mengeluarkan air sebanyak mungkin dari paru-paruku.
Dan kurasakan sesuatu yang basah dan lembut menyentuh bibirku, mengisi rongga mulutku dengan oksigen banyak-banyak.
Tapi tetap saja rasanya aku sulit bernapas.
"Vir! Ayolah bangun!"
Lagi, sesuatu yang berat menghentak paru-paruku. Lalu aku merasakan air yang mengisi paru-paruku tertahan ditenggorokanku.
Blash!
Aku mengeluarkan semua air tersebut dan terbatuk-batuk hingga dadaku terasa sakit. Kevin memelukku seraya menepuk-nempuk punggung belakangku, membantuku mengeluarkan sisa air yang tadi tertelan banyak saat aku tenggelam.
"Lo bikin gue khawatir tau nggak!" Aku mendengar suaranya yang serak bercampur rasa cemas luar biasa.
"Gue ..."
Kevin menutup mulutku dengan menjepitnya menggunakan jari telunjuk dan jempol.
"Ceritanya nanti aja. Sekarang gue harus bawa lo ke rumah sakit. Jangan ngebantah!"
Kevin menyelempangkan tasku di tubuhnya lalu ia menyelipkan lengannya yang kokoh di pinggangku. Ia membopongku menuju mobilnya yang ia parkirkan di pintu masuk jalan setapak yang tadi kulewati.
Aku merapatkan tubuhku ke dadanya. Rasanya hangat. Harusnya Galih yang membawaku seperti ini. Bukan Kevin. Atau siapapun.
Diantara aku, kamu dan bayangan.
Buncahan rasa bahagia melebur hangus dalam duka.
Tak ada bayangmu di sampingku, di depanku, di belakangku.
Aku mencari dan berputar.Kini aku sendiri.
Bayangmu lenyap dalam peti kayu yang mengurungmu.
Wajahmu pucat pasi, senyum itu ada lagi namun dinginnya mengalahkan rasa percayaku.
Kamu tiada.Bagaimana tentang mimpi?
Bagaimana dengan kita?
Apa harus aku berjalan sendiri?
Jangan pergi.
Bahkan isakku pun tak dapat melawan kehendak Tuhan.***
Matahari sudah tinggi dan memancarkan sinarnya tetapi aku masih enggan untuk membuka mataku. Aku merapatkan selimut yang kupakai. Rasa nyeri menjalar di punggung tanganku saat aku menggerakan sedikit tanganku.
Masa bodoh jika infus itu terlepas kembali.
Aku hendak kembali memejamkan mata lebih erat saat mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki lebar-lebar berlari kearahku.
"Bego! Lo sinting apa gimana sih!?"
Aku terpaksa membuka mataku, mendapati Kellin melotot padaku seperti hendak menerkamku.
"Bipolar." Jawabku cuek. Kellin mendengus sementara ia menatap kantung infusku dengan ngeri.
"Beruntung adek gue bisa dateng tepat waktu. Coba kalo nggak. Lo lewat." Aku mendengus dan kembali meringkuk ke dalam selimut. Justru itu yang sebenarnya aku ingin lakukan.
![](https://img.wattpad.com/cover/59022670-288-k652165.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Senja Dan Deru Hujan
Fiksi RemajaBukankah semua orang ingin membahagiakan orang yang ia cintai? Bukannya semua orang rela mengorbankan apa saja sekalipun itu nyawanya sendiri untuk orang yang ia sayangi? Lantas apa yang akan kamu lakukan jika orang tersebut mengabaikanmu dan mengan...