0

13K 412 20
                                    

Ini hanya masa uji coba.
Kalau readers suka maka akan lanjut.
Kalau tidak akan unpub :)
Semoga suka.

Happy reading !

Warning Typo Detected!!

^^^

"Sialan!!"

Seorang lelaki tengah mengumpat selama beberapa saat.

Menyaksikan satu lagi mayat terbujur dengan cara yang sangat mengenaskan.

Setiap inci tubuhnya ditetesi lilin.

Kemudian lilin lilin beku tersebut diambil menyisakan bagian tubuh yang sudah terkuliti.

Menyisakan daging yang nampak segar dengan aroma sedikit gosong dan juga anyirnya cairan pekat disekitar situ.

"Komandan, ada pesan di meja rias" lapor salah satu anak buah sang komandan.

Laki laki yang dipanggil "komandan" tadi bangkit lalu berjalan ke arah yang dikatakan semula.

"Berharap kau suka hadiahku"

Tulisan itu terkesan menjijikan dengan kulit korban yang dikuliti tersusun rapi diatas meja rias itu.

Mata sang komandan sudah nampak lebih gelap dari biasanya. Menandakan ia sangat tidak menyukai hal ini.

"Bereskan ini semua!" Titahnya.

^^^

"Ini sudah korban kesekian yang mati dan dengan cara mengenaskan. Bisa jadi ini sama seperti kemarin dan kemarinnya"

Sejenak mengambil nafas panjang,"mungkin pelaku yang sama dengan antek baru lagi"

Orang orang di ruang rapat tidak terkejut dengan penuturan sang komandan.

Sudah hampir seminggu ini negara mereka terkena teror.

Yang semula hanya bom bom kecil.

Hingga kini pembunuhan yang semakin merebak dengan cara mengenaskan.

Bukan mereka tak mampu menuntaskan.

Komandannya dengan otak brilian yang dimiliki mampu menangkap sang pelaku hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 hari.

Namun keesokannya korban berjatuhan kembali.

Menandakan bahwa teror masih berlanjut.

Komandan itu bukan hanya seorang polisi. Ia adalah komandan pasukan barikade kamikaze. Komandan pasukan "siap mati" yang dibangun dengan tujuan keamanan negara.

Bagaimana negara akan aman. Bahkan kini barikade kamikaze saja tidak mampu menemukan akar pembunuhan dan teror yang terjadi. Jangankan akarnya. Ia bahkan tak tahu bagaimana batangnya. Ia hanya mampu menyentuh daun daun yang sudah berguguran tertiup angin dan mengarah padanya. Ya itulah antek antek yang membunuh korban.

Sang komandan mengamati wajah para anggota kamikaze yang terdapat di ruang rapat dengan intens.

Wajah yang sudah selama seminggu ini bahkan tidak tidur. Lingkar hitam di sekitar mata dan pipi tirus di setiap wajah. Menandakan bahwa mereka kelelahan dengan teror ini.

Ia harus sigap karena ia masih butuh bantuan pasukannya.

"Istirahatlah. Pulang dan nikmati kehangatan rumah kalian" titahnya.
Tidak tegas namun penuh dengan makna tekanan.

"Tidak Komandan. Bagaimana jika esok terjadi lagi atau bahkan nanti malam" salah seorang mengatakan dengan nada terburu.

Komandan itu hanya tersenyum miris. Ya bagaimana jika nanti malam bahkan ada aksi teror lagi. Bukan berarti ia takut hanya saja pasukannya butuh istirahat untuk nantinya akan bekerja untuk negara selama beberapa waktu tanpa jeda sedikitpun.

Ia menggeleng perlahan, "tak apa. Pulanglah. Temui keluarga kalian nantinya setelah itu kalian harus kembali ke markas dan bekerja untuk negara tanpa jeda waktu beristirahat. Jadi sekarang kalian kuberi waktu untuk itu."

Menghela napas sejenak,"pulanglah. Rapat kita akhiri"

^^^

Seorang laki laki tengah menyesap cairan pekat dan panas secara perlahan.

Kepulan asap terus bermunculan menandakan cairan dalam gelas tersebut masih baru dan panas

Dalam cafe itu ia nampak sendirian.
Duduk di sudut ruangan dengan cangkir cangkir kopinya yang ia sesap berulang ulang.
Ia sudah lebih dari setengah jam di sana tak berniat beranjak pulang ke rumah. Toh ia tak memiliki keluarga.
Masih bujang diusia 25 dengan pangkat komandan tertinggi barikade kamikaze. Suatu prestasi cemerlang.

"Sudah seminggu ini negara tercinta kita yang semula diteror bom kini penerorannya semakin menjadi. Ada apa gerangan? Mengapa pasukan kamikaze tidak meminta bantuan Black Rose?..."

Tak lagi ia dengarkan suara penyiar tv itu. Pendengarannya bahkan otaknya sekalipun hanya terpusat pada dua kata. Black Rose.

Bukan ia tak tahu.
Ia bahkan teramat mengenal Black Rose.  Siapa yang tak mengenalnya.
Gadis dengan segala warna hitamnya.
Bekerja hanya dengan cara
"Percaya padaku"

Cih. Gumamnya tanpa sadar.

Bukan berarti ia tak percaya.
Dulu saat berada di universitas militer sebelum pengangkatannya menjadi komandan ia satu universitas dengannya.
Wajahnya? Ia tak tahu setiap kali ke kampus selalu mengenakan topengnya. Alih alih mengenal bahkan dulu di kampus mereka menjadi musuh bebuyutan.

Hingga akhirnya insiden itu terjadi.
Black Rose bagaikan hilang ditelan sang bumi.
Dan sudah dua tahun ini nama itu muncul lagi.
Menggemparkan dunia.
Bisa dikatakan kedudukannya berpangkat sama sepertinya.

Ya.
Ialah White Rose. Seperti kepingan yang saling mengisi.

"Aku harus percaya padanya. Black Rose. Mungkin jika bekerja sama negara ini akan lebih aman sama seperti sediakala" gumamnya tanpa sadar.

Waktu sudah menunjukan hampir tengah malam. 23.59.

Saatnya pulang dan esok ia harus istirahat karena lusa ia akan kembali ke medan tempurnya.

^^^

Ia melangkah menapaki ruas jalan yang tak begitu luas. Mungkin hanya muat satu mobil saja.

Langkahnya ringan. Seakan bebannya menguap seperti kepulan asap kopi yang ia sesap tadi.

Mengetahui bahwa lusa ia akan kerja dengan Black Rose membuatnya sedikit tenang.

Langkahnya terhenti.

Di depan sana seorang tengah berdiri bersandarkan lampu jalan.

Tubuhnya terbalut serba hitam.

Matanya membulat. Ia tahu siapa sosok di depan sana.

"Black Rose" tuturnya perlahan.

Gadis itu berbalik.

Tersenyum padanya, "Kudengar kau sudah percaya padaku. White Rose"

^^^

Thanks untuk readers.
Semoga suka.
Ini hanya masa uji coba.
Kalau pembaca suka meskipun hanya 1 orang.
Saya akan melanjutkan.
Jadi tolong commen agar saya tahu lanjut atau tidak.

Kecup :*

DellAila

Cover made by Bellezmr :*

BLACK ROSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang