15

2.4K 118 5
                                    

Halo..maaf ya lama update..
Ini buat kalian..
Terimakasih masih setia :D

Ini penjelasan buat yang gak terima kalau Black Rose mati ya 😆😆😆

o0O0o

Brian pulang dari cafe hampir lewat tengah malam, setelah menyesapi puluhan kopinya yang begitu pahit-yang mungkin juga sama seperti hidupnya. Ia menelusuri jalan pulang, hatinya sedikit berdesir tatkala melihat sebuah lampu di sisi jalanan berharap bahwa ada sosok yang sama seperti sedia kala, berharap bahwa ia akan bertemu Brigitta untuk kali ini juga berharap bahwa selama ini hanyalah kebohongan semata. Ia tersenyum singkat, melanjutkan langkah kakinya untuk kembali pulang.

DUAKK!! BUGH !!

Cepat, Brian menoleh asal suara itu. Suara yang menurutnya perkelahian-mungkin preman preman kota ini. Ia mengamati, siapa yang harus di bantu, siapa yang di serang, mungkin sekitar sepuluh orang berkerumun di tengah mereka ada yang terpojok.

Degg!

Brian menghentikan langkahnya, di sana yang sedang di serang membalas preman preman itu tanpa kesulitan. Sosok yang seharusnya tak ada lagi di dunia ini. Sosok yang sangat ia rindukan beberapa minggu ini. Tangan dan kakinya gemetar, ia  tak mampu menyambut kedatangannya. Tanpa ia sadari, wajahnya sudah basah bersimbah airmata.

Ia melawan preman preman itu sendirian. Tanpa sengaja, mata mereka bertumbukan sekilas namun cukup untuk meyakinkan Brian bahwa ia memanglah ia. Mata Brian menangkap kilatan cahaya dari satu pria, ia membawa sebilah pisau.

Sial, Brian hendak terbangun membantunya. Naas, pisau itu sudah tertancap pada kakinya. Sontak, mata Brian membulat, tidak-bukan karena darah segar yang mengucur namun karena sama sekali tak ada darah di sana. Ia mengambil pisaunya hati hati, perlahan luka itu terlihat menganga, namun bukan daging yang mereka saksikan hanya beberapa kabel dan beberapa saat kemudian luka itu sembuh.

"Cih.. sialan.." Ia mengambil beberapa pisau kecil dari sakunya, sedetik kemudian preman-preman itu mati tanpa ada teriakan dan gadis itu sudah menghilang di balik bangunan.

o0O0o

Tidak seperi biasanya, jika selama ini Brian terbangun dengan daya minus kali ini ia bangun dengan kekuatan penuhnya.

Ia memanggil seluruh pasukannya untuk berkumpul di markas utama.

"Selidiki, siapa yang menjadi buronan selama ini. Cari tahu, apakah ada pembunuh wanita diantaranya"

"Tapi pak, itu bukan tugas divisi kita. Kalau kita melanggar protokol, semua akan terkena imbasnya"

Brian berdecih, ia melupakan protokolnya tanpa ia sadari.

"Akan ku coba berbicara dengan divisi yang bersangkutan. Atau mungkin aku akan berpindah divisi"

Brian mengakhiri rapat itu dengan singkat, ia berjalan dengan cepat ke arah parkiran.

"Brian! Apa yang kau lakukan?"

Suara bariton menginterupsinya, langkah kakinya terhenti sebelum sampai pada mobilnya. Ia menoleh, mendapati Bagas tak jauh darinya. Ia menghela napas sejenak, apakah ia harus mengatakan tentang siapa yang dilihatnya semalam?

"Black Rose" satu kata itu membuat Bagas membulatkan matanya. Skeptis.

"Apa maksudmu, Black Rose?"

Brian menggeleng tak menjawab, ia melanjutkan langkahnya dengan cepat ke arah mobilnya. Meninggalkan Bagas dengan sejuta tanya dalam benaknya.
Brian menekan beberapa nomor pada ponselnya, "Selidiki di mana Black Rose dan suruh orang kita menggali kuburannya malam nanti. Oh, satu lagi.. Kalian semua bekerja lagi padaku"

o0O0o

Brian sampai di depan rumah mewah dengan gaya klasik yang kentara. Ia berjalan cepat menuju pintu utama rumah itu dengan nuansa yang ramah lingkungan itu. Tak perlu mengetuk, derit pintu terdengar di rongga telinganya. Menampilkan sosok yang lama tak ia saksikan beberapa minggu belakangan ini.

Dominic.

"Apa yang membawamu kesini"

Bugh!! Bugh!!

Lagi dan lagi, Brian memukul Dom dengan membabi buta. Beberapa satpam berdatangan setelah mendengar suara keributan di ruang tengah milik Dom. Memisahkan Brian dari Dom agar tuan mereka tak mengalami sesuatu yang buruk.

Dom terkekeh perlahan, ia sudah menyambut Brian dengan baik namun ini balasannya. Sungguh sialan bocah satu itu.

"Kau sembunyikan di mana Brigitta!!!"
Suara menggelegar milik Brian menggema, menghentikan kekehan Dominic dan kini raut wajahnya sedikit pias mendengarkan nama itu lagi.

"Apa lagi kali ini?" Terdengar meski samar suara Dom bergetar. Mungkin menahan tangis atau mungkin ia sedang menahan sesuatu yang membuncah di dadanya? Entahlah.

"Semalam, aku melihat Brigitta-tidak, mungkin bukan dia-ah tunggu"

Dominic tak mengerti arah pembicaraan Brian kali ini. Ia menyuruh semua pekerjanya masuk dan mengajak Brian berpindah tempat ke yang lebih intens. Dalam ruangan itu, Brian menceritakan semuanya tanpa kurang pada Dominic.

"Tapi, tak mungkin jika itu Brigitta. Ia sudah tenang di alam sana. Kau jangan gegabah mungkin saja apa yang kau lihat semalam hanya ilusi belaka"

Brian menahan segala gejolaknya, tangannya terkepal kuat pastilah Dominic menolak keadaan Brigitta tapi mau bagaimana lagi toh kenyataan Ia memang melihat Brigitta semalam tadi. Tentang wajahnya, cara bergeraknya, bahkan lekuk tubuhnya ia mengingat setiap inchi.

Ah sial! Ada yang terbangun tanpa ia minta.

Getar dalam sakunya membuyarkan lamunan Brian akan fantasi lekukan tubuh Brigitta. Ia mengangkat ponselnya, sementara Dominic masih mengoceh tentang ketidakmungkinan Brigitta masih hidup.

"Ku harap kau tidak memikirkannya, biarkan ia tenang disa-"

"Tubuh Brigitta tidak ada di liang lahatnya" Brian memotong ucapan Dom tepat setelah ia mengangkat teleponnya.

"Ku ulangi lagi, Dom" Brian berhenti sejenak, "Aku menyuruh anak buahku membongkar makam Brigitta dan kenyataan yang ada.. "

Dominic melanjutkan ucapan Brian meski lirih, "Brigitta masih hidup?"

o0O0o

Makasih buat yang setia

Salam hangat,

DellAila

BLACK ROSE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang