VII. Percy

1.1K 84 9
                                    

Percy tidak takut pada dewa minor biasa, tapi dia takut pada dewa yang bisa mempermainkan pikirannya, sama seperti penyihir - penyihir jahat yang pernah Percy temui. Abrielle menyerang pertama kali setelah amarahnya dipicu oleh si Algea ini. Percy secara pribadi belum pernah mendengar tentang Algea ini, mungkin dia tidak terlalu penting. Pemikiran itu langsung digantikan dengan sebuah pemikiran yang membuat hati Percy mencelus.

Dia kembali ke Tartarus, bukan hanya dengan Annabeth, Ibunya, Sally Jackson yang tenggelam di Sungai Cocytus, muka kedua orang yang paling dia sayangi di dunia ini sekarat dan di depannya berdirilah Kronos, musuh bebuyutan Percy, masih dalam wujud Luke Castellan, putra Hermes. Yah, masa harus seperti ini sih? pikirnya. Dia masih bisa mendengar Abrielle meneriakkan namanya akan tetapi lama kelamaan suara Abrielle menghilang digantikan dengan suara nafasnya sendiri yang berjuang melawan udara belerang yang ada di Tartarus ini. Dia meraba kantong celananya dan merasaksn Riptide menyembul dari situ, insting Percy mengambil alih dan mengeluarkan Riptide dan mencabut tutupnya yang serta merta memanjang menjadi sebuah pedang perunggu langit yang mematikan. Akan tetapi tiba - tiba pedangnya terasa terlalu panas di tangannya dan bilahnya kemudian meleleh menjadi lava dan mengenai lengan Percy sehingga dia secara refleks langsung menjatuhkannya. Annabeth dan Ibunya kini sudah tenggelam hampir seluruh badan, hanya kepala mereka yang masih kelihatan dan berusaha tetap diatas permukaan. Jadi dia mengikuti instingnya, dia menyerang Luke Castellan dengan tangan kosong. Sebelum Percy mencapai 2 kaki di depan Luke, dia dihempaskan sampai ke bibir sungai Cocytus.

Kronos tertawa terbahak - bahak lalu membuka untuk mengatakan sesuatu untuk memaki - makinya, Percy yakin hal itu. Ketika Kronos membuka mulut, suara yang keluar adalah suara Abrielle, "Percy sadar!" Seketika pikiran Percy langsung jernih kembali. Sebilah pedang hanya beberapa inci diatas dadanya dan si pemegang adalah Algea. Serta merta Percy langsung tersadar dan menendang Algea ke atas dan berguling terbalik dan langsung berdiri. Riptide ada di tangannya kembali. Dia melihat sekeliling, Abrielle berada di pojokkan, luka di tangannya cukup parah, Apollo tidak kelihatan dimana - mana sedangkan Tyson tergeletak di samping kiri Percy kelihatannya pingsan. Amarah menggelegak dalam diri Percy dan dia pun menyerang. Pedang perunggu Percy seharusnya bergesekkan dengan pedang asap Algea akan tetapi Riptide hanya menembusnya saja. Itu mengejutkan Percy sampai dia mundur dua langkah ke belakang. Algea tersenyum dan menebas lengan Percy. Luka pedang tersebut menganga dengan lebar dan berasap. Percy cukup yakin kalau luka pedang seharusnya tidak berasap. Lengan kanan Percy mati rasa. Percy berusaha mengangkat pedangnya dengan tangan kirinya, akan tetapi seluruh tubuhnya bergetar menahan sakit.

Penglihatan Percy mengabur dan Percy berusaha dengan sekuat tenaga untuk memfokuskan penglihatannya kembali. Terdengar denting logam, Abrielle melompat dan berusaha menebas kepala Algea dengan sebilah pedang perunggu langit. Sejak kapan Abrielle punya pedang? Akan tetapi Algea menangkisnya dengan terkejut, sekali ini, asap di pedangnya menghilang dan digantikan dengan sebilah peang besi Stygian yang mengkilat - kilat seperti pedang milik putra Hades, Nico Di Angelo.

"Wah Non, kau kurang ajar ya? Aku akan menghabisimu dengan perlahan!" raung Algega murka.

"Oh ya?" jawab Abrielle tenang sambil berlari ke arah Algea. Percy mau membantu, dia berdiri pelan - pelan, memantapkan pegangan pada pedangnya. Pedang Stygian milik Algea patah disertai bunyi krek yang keras dan menggema diseluruh lorong Labirin. Abrielle tersenyum puas, lalu melempar pedangnya ke atas yang serta merta berubah menjadi trisula kembali dan menusuk Algea sampai menembus badannya. Abrielle mengangkat trisula miliknya sebagai Algea menjadi ujung tongkat yang bagus. Algea berubah menjadi asap dan terbuyarkan.

"Sampai jumpa di Tartarus brengsek." ucap Abrielle. Percy tidak bergeming. Ini pertama kalinya Percy melihat seorang demigod membunuh dewa. Apakah memang Abrielle sehebat itu? Dia lebih hebat daripada Percy? Dari dulu, Percy selalu melindungi teman - temannya. Sekarang, apakah dia sanggup menahan diri untuk mundur? Berganti tempat sehingga dia yang dilindungi? Athena dulu sekali pernah bilang padanya, kelemahan terbesar miliknya adalah rasa setia terhadap teman - temannya. Dia akan tetap melindungi teman - temannya, keluarganya, walaupun dunia akan hancur karenanya.

"Kau tidak apa Kak?" tanya Abrielle sambil mengerutkan wajah.

"Memangnya kenapa?" tanya Percy kembali.

"Kau memelototi ku."

"Oh, sori."

Percy dan Abrielle berusaha membangunkan Tyson, akan tetapi Tyson tidak bergeming. Tidak mungkin kan, Percy harus menggendong Tyson? Bisa - bisa, habis itu, Percy tidak punya tangan lagi. Abrielle mencetuskan ide untuk membuat papan yang bisa ditarik. Rencananya Percy akan berjaga dibawah sementara Abrielle kembali ke atas untuk mengambil papan kayu tua sebagai alas untuk tubuh Tyson. Percy melihat Abrielle naik pelan - pelan. Kaki Abrielle menghilang dari pandangan Percy dan dia seharusnya merasa sendiri bukan? Kenapa dia merasakan banyak orang disini? Perasaan itu ada ketika Apollo masih disini, bertarung dengan Algea, tapi saat semuanya sudah tidak ada, perasaan banyak orang yang berdiri di dekatnya sangatlah kuat. Bulu kuduk Percy berdiri. Kira - kira sudah berapa lama Abrielle di atas, apakah Percy harus memanggilnya, karena Percy tidak yakin jika banyak yang menyerang, dia akan sanggup melindungi Tyson dan juga dirinya sendiri. Pendar redup dari Riptide juga tidak membantu, hanya memberi penerangan sejauh 3 meter. Ada yang salah. Percy tahu ada yang salah, mengapa semuanya makin gelap? Lubang yang tadi Abrielle untuk bisa keatas sudah hilang, sehingga tidak ada penerangan yang cukup. Seketika dia panik. Dia meninggalkan Tyson dan berlari ke bawah lubang yang seharusnya berada disitu. Akan tetapi sebelum Percy sampai di bawahnya, Percy menengok ke arah Tyson dan dia sudah menghilang. Percy terdiam karena tidak tahu harus berbuat apa. Tiba - tiba dinding kiri kanan dan atas di sekeliling Percy bergerak mengapit tubuhnya. Percy lari dengan putus asa.

Percy harus berjalan menyamping karena badannya sudah terlalu besar di celah sempit itu. Dinding atas yang kian dekat juga tidak membantu sehingga Percy harus berjalan menyamping sambil membungkuk. Jalan keluar tinggal 2 meter lagi akan tetapi kenapa gelap sekali? Tidak masalah karena Percy tidak mau jadi demigod gepeng. Sedikit lagi. Dia pasti bisa. Saat - saat menjelang keluar, tembok kian rapat, Percy harus mendorong sekuat tenaga ke arah yang berlawanan. Saat akhirnya keluar dia tidak menapak lantai melainkan udara hampa dan dia terjun bebas.

The NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang