13 - Bunga Matahari

330 36 2
                                    

Pagi ini Alena membawa beberapa tangkai bunga matahari, beberapa cup cake buatan Mama nya, dan 2 gelas coffe. Mereka sarapan bersama di taman rumah sakit, Daffa duduk di kursi roda karena tubuhnya mulai melemah. Saat mereka menggigit cup cake sedikit demi sedikit, Alena memulai pembicaraan "Daff..."

"Kenapa?" tanya Daffa yang mengunyah makanannya.

"Lo operasi ya?" Daffa langsung menoleh dan melebarkan matanya setelah mendengar itu.

"Kita berjuang sama sama ya? Gue dibelakang lo sampai kapan pun. Gue bakal temenin lo saat operasi nanti," ucapnya menggenggam punggung tangan Daffa.

"Tapi..." belum selesai Daffa berbicara, ia memotongnya.

"Lo pasti sembuh!" ucapnya yang seperti kekuatan untuk Daffa.

"Baiklah" Daffa menatap dalam mata Alena.

*****

Minggu, 24 januari 2016 operasi pencangkokan pada sumsum tulang untuk Daffa dilakukan. Pasca operasi Alena membelikan bunga matahari ke sukaan Daffa, mungkin sedikit aneh bila manusia seperti Daffa yang super dingin dan acuh itu ternyata menyukai bunga matahari. Namun setiap ia melihat bunga itu senyum diwajahnya mengembang.

"Daff kenapa lo suka bunga matahari?" tanya Alena.

"Bunga matahari itu memiliki filosofi kesetiaan dimana ia selalu setia mengikuti arah matahari dan warna kuningnya itu identik dengan arti kehangatan dan kebahagiaan." ucapnya dengan senyum lebar.

"Ngutip dari buku apa?" ia memasangkan senyum jailnya.

Seketika Daffa tertawa sangat keras "Hey, ayolah gue nggak suka baca buku,"

"Lalu, tau dari mana?"

"Google." Daffa tersenyum dan mengelus kepala Alena yang membuat Alena memanyunkan bibirnya.

"Dulu..." ia seperti mengingat masa lalu "Nenek gue suka banget bunga itu, gara gara dulu kakek selalu bawain bunga matahari. Tapi sampai leukemia membawa Kakek gue, penyakit itu seakan akan membawa juga kebahagiaan Nenek," ucap Daffa.

"Pasti semua itu susah untuk Nenek" tangan Alena menyentuh pundak Daffa.

"Lo tau apa yang membuat Nenek gue bangkit? Bunga matahari itu, bunga matahari yang telah mengering. Entah keajaiban apa yang membuat biji bunga itu tumbuh di belakang rumah nenek. Akhirnya nenek merawat mereka semua dan lo tau?, itu membuat sedih Nenek menghilang perlahan." ucapnya yang mengalungkan tangan dileher Alena lalu memeluknya. Lalu dokter membawa Daffa ke ruang operasi.

*****

Setelah beberapa jam kemudian dokter keluar dari ruangan operasi dan mendatangi keluarga Daffa, mereka mengobrol. Setelah beberapa menit Alena yang duduk dengan berdoa, kemudian ia berdiri ketika dokter pergi meninggalkan keluarga Daffa.

"Tante apa kata dokter?" tanya Alena penasaran.

"Operasi Daffa selesai," senyum lebar terpasang di wajah Mama Daffa.

Alena mengintip dari sela sela cendela kamar, karena Daffa membutuhkan istirahat jadi hanya beberapa orang yang boleh menjenguknya. Senyum lebar terpasang di wajahnya, ia merasa sangat bahagia sekali.

"Enggak capek? Nih ada roti." suara seseorang yang tidak asing mengejutkannya.

Namun ia tidak menjawab, sampai beberapa detik kemudian "Terima kasih Daffi." ucapnya kemudian pergi begitu saja dan mengabaikan roti yang dibawanya.

*****

Suara pintu kamar Daffa diketuk "Iya masuk." ucap Daffa. Pintu kamar terbuka, Alena berjalan masuk dan meletakkan bunga matahari di vas yang berisi air dingin "Selamat Pagi Daffa?" ucapnya dengan senyum di wajahnya. Ia mengeluarkan kotak makan yang berisi nasi goreng dengan telur mata sapi dan sosis yang dibentuk seperti cumi cumi dengan potongan tomat dan beberapa lembar selada. Mereka melahap nasi goreng dengan nikmat, setelah selesai makan mereka mengobrol "Mau lanjut ke mana?" tanya Daffa.

"Haa," ucap Alena tidak mengerti.

"Lo mau lanjut kuliah atau kerja?"

"Oh, kuliah."

"Dimana?"

"Entahlah, mungkin gue bakal ke paris bulan depan."

"Seriusss?" ucap Daffa teriak.

"Yah,"

"Tapi kenapa baru ngomong?"

"Karena lo baru tanya hahaha." tawanya membuat Daffa memanyunkan bibir.

"Udah daftar?"

"Iya udah,"

"Keterima?"

"Lo nggak tanya gue kuliah kemana dan jurusan apa?" Alena menyipitkan matanya.

"Hehehe, iya iya dimana dan jurusan apa?"

"Desainer, gue diterima di IFA Paris" ia memeluk Daffa tiba tiba.

"Ciee yang seneng ciee," Daffa mengelitik pinggang Alena yang membuat ia geli. Mereka mengobrol hingga matahari memaksa masuk ke kamar Daffa yang tertutup tirai. Kerena lelah Alena pulang meninggalkan rumah sakit, setelah keluar dari kamar langkahnya terhenti "Hai Len," sapa Daffi.

"Yah. Hai" balasnya.

"Udah mau pulang ya?"

"Iya." jawabnya singkat dan ia pergi begitu saja. Belum jauh langkahnya terhenti,

"Gue minta maaf," ucap Daffi. Alena hanya terdiam tanpa kata,

"Gue salah, maafin gue? Tapi..." ucapnya terhenti sebentar lalu "Tapi kenapa cuma gue yang salah di sini? gue ngelakuin ini semua karena permintaan dari Daffa demi lo, tapi sekarang apa yang gue dapetin?" sambungnya.

Alena berdeham menghilangkan gugupnya "Lo nggak salah kok, gue juga udah maafin lo. Permisi." ucapnya lalu pergi.

*****

The Last SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang