-chapter 4- by MarioBastian

2.3K 66 1
                                    

No matter where you live, I'm sure you're gonna love the weekend.

Ini adalah weekend keduaku di Indonesia. So far, semua berjalan lancar. Aku sudah lima hari bersekolah di CIS dan semua berlangsung tertib. I mean, bullying kelihatannya nggak begitu "hidup" di sini. Kecuali kalau aku menganggap kehadiran Esel sebagai bullying batin.

"You lihat tadi Cazzo main futsal? Seksi kan? Seleraku bagus, kan?"

Hari Jumat di CIS sudah berakhir. Aku sedang menunggu dijemput Bang Dicky di sekolah. Esel dari tadi terus membuntutiku dan merecokiku tentang kejadiannya hari ini termasuk mengomentari kejadianku hari ini meski aku sama sekali nggak cerita.

"I lihat you tadi makan burger di kantin. It's so alay, girl," katanya.
"Gimana caranya makan burger bisa jadi alay?" Aku memutar bola mata dan mencuci tanganku di wastafel.
"Karena si Joni, yang kampungan dan alay itu, suka makan burger. Jadi pasti semua yang makan burger is alay."

Kami berdua sedang ada di WC siswa. Aku sih barusan pipis, kalau Esel sedang merapikan maskaranya. (Dia percaya, kalau bulu matanya lentik ke atas, dia bakal kelihatan so-middle-east.) Tapi entah kenapa kami malah menghabiskan waktu di WC bersih ini (sebersih WC hotel berbintang—dengan aroma jeruk dimana-mana, disemprot oleh sebuah kotak putih di langit-langit) mengobrol ngalor ngidul meski jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore.

"Aku makan burger karena aku kangen junkfood," tukasku.

Esel merenung sebentar. Dia menelan ludah. Kelihatannya, untuk beberapa hal, dia mesti setuju. "Well, sebetulnya, Cazzo juga pernah makan burger. Jadi mungkin... kadang-kadang... makan burger tuh nggak alay."

Ini lagi, Cazzo. Kelihatannya semua cowok keren di Bandung adalah milik Esel dan aku sebisa mungkin didoktrin untuk nggak jatuh cinta sama semua cowok itu, tapi setiap menit dia terus membicarakannya.

"Burger bisa bikin otot. Kamu lihat otot Cazzo, kan? Keren, kan?" lanjutnya kemudian, kontra dengan semenit sebelumnya waktu dia bilang burger tuh alay.

Cazzo adalah salah satu cowok populer di CIS. Of course, cowok itu sadar kalau dia populer, sehingga dia akhirnya jadi sok ganteng. Cazzo blasteran Indonesia-Italia. Dia punya kulit mediterania yang eksotis dan tubuh kurus berotot yang menakjubkan. Bulu matanya pun lentik, mirip orang Arab, mungkin pengaruh benua tetangganya yang middle-east. Kegantengannya udah nggak diragukan lagi.

"Kamu mau kemana, Agas?" Esel membuntutiku. Lagi.
"Ke perpustakaan."
"Ngapain?" tanyanya, dengan nada meremehkan seperti biasa. "Bukannya di sana ada penyakit menular... semacam... kutu?" Esel memutar otak. "Kutubuku," lanjutnya.

"Better, lah. Daripada nunggu dijemput di WC. Di situ kan banyak bakteri E.coli."
"Tapi kalo kita nunggu di WC, mungkin ada satu dua cowok CIS ganteng yang pipis dan kita bisa ngintip, gitu?"
"Aku nggak larang kok kamu nunggu di sana. Kenapa mesti ngikutin, hayo?"

Esel mendengus kesal.

Aku nggak ngerti. Mestinya aku ini orang yang nyebelin buat dia (sama seperti dia yang nyebelin buatku). Tapi Esel begitu gigihnya menjadi "best-friend"-ku. Sudah total... delapan hari dia kemana-mana berdua denganku, berlagak menjadi sahabat terbaik. Padahal seringnya kami beda pendapat.

"Terus entar ngapain di perpus?" tanya Esel. "I belum pernah ke sana."
"Ngng... baca buku?"
"Boring." Esel memutar otak. "Di perpus ada yang jual milkshake, nggak?"

Sebetulnya, Esel sudah punya "kawan bermain" sendiri, kok, sebelum datangnya aku. Namanya The Jelitaz. Isinya empat orang banci-banci kampung yang hobi tubruk-tubruk aksesoris demi dapet perhatian. Nggak percaya? Hari ini aja, Esel pake gelang-gelang hippies dari pergelangan sampe sikut, dan kalungnya itu lho, menjuntai sampai selangkangan. Rambut mereka sama semua. Lurus, smoothing, poni berayun-ayun mirip artis Korea, dan ada anting gemerlap satu butir di telinga kiri mereka.

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang