-chapter 5- by MarioBastian

3K 92 4
                                    

Pikiran seseorang memang nggak pernah bisa ditebak. Aku bahkan ragu telepati itu ada. Seiyanya ada, telepati pun nggak akan pernah bisa memprediksikan apa yang bakal seseorang lakukan. I mean, lihat itu wajah Esel ketika dia berdiri di depan pagar. Rahangnya mengeras dan matanya menyipit. Persis istri pemarah yang baru memergoki suaminya selingkuh dan yang ada di pikirannya hanyalah membunuh si jalang penggoda suami tersebut.

Waktu kulihat tatapan Esel tersebut, kupikir hanya tinggal menunggu waktu sampai dia menemukan pisau dapur terdekat dan menghunuskannya padaku. Tapi nyatanya tidak. Esel malah berlari menghampiriku dengan perasaan cemas.

"Kenapa ini? Ada apa?" serunya panik. "Dia kehabisan Oksigen? Keracunan udara? Oh, darling, bertahanlah..."

Esel bergerak secepat kilat. Dia langsung menghalau tanganku dan menarik Cazzo ke pelukannya. Tungkainya dilipat di bawah paha dan dibaringkannya kepala Cazzo di atas pahanya. Lagaknya sok pentiiiing banget. Mungkin dia pikir dia ini Baywatch berbikini merah atau apa gitu.

"Tadi dia tiba-tiba pingsan," jelasku, kemudian berusaha mengipasi wajahnya dengan tangan.
Tapi Esel rupanya nggak senang aku begitu. Dia langsung menahan tanganku dan menghentikannya. "Jangan digitu-gituin, nanti dia makin pingsan."

"Kita bawa masuk ke dalem, yuk?"
"Ya iyalah! Emangnya kita mau ngebiarin dia di sini kepanasan?!" seru Esel marah-marah. "Tahan ya Sayank..."

Esel mengelus-elus pipi Cazzo dengan gemas, dan bahkan membenamkan hidungnya di kepala cowok itu. "Hmh. Wangi Head and Shoulders," gumamnya.

Aku membungkuk untuk meraih Cazzo dan menggendongnya. Satu tanganku kususupkan di bawah tengkuk Cazzo dan tangan yang lain di bawah lututnya. Namun rupanya, Esel nggak setuju. "Eit-eit-eit! Ngapain you? Itu angkat kakinya aja!"

"Kakinya gimana? Dia bukan mayat, Esel. Dia mesti digendong dari pinggir."
Esel nggak mau kalah. "Tetep aja, seiyanya mesti begitu, I yang berhak gendong dia. Minggir-minggir!"

Aku mundur beberapa langkah dan menatap Esel yang kesusahan menggendong Cazzo. Mungkin emang banci nggak ditakdirkan jadi lifeguard kali, ya. Untuk mengangkat kepala Cazzo dari bawah tengkuknya saja, Esel mati-matian mengangkatnya. Kalo cowok itu lagi tidur, mungkin dia sudah bangun dari tadi karena terguncang-guncang. Setelah lima detik, Esel akhirnya menyerah.

"You kok cuma ngelihatin aja sih? Bantuin dong!" serunya.
"Kan tadi disuruh minggir!" balasku.
"You pikir Cazzo ini ringan, hah? Dia tuh berat... banyak otot! Macho... jadi nggak mungkin I gendong sendirian."

Astaga. Kalau Esel jadi aku semalam, mungkin itu bisa mengubah perspektifnya soal Cazzo yang macho.

"Udahlah, sama aku aja!" seruku.
"Tapi awas, jangan deket-deket mukanya!" Esel merengut. "Entar kalo dia bangun, terus lihat muka you, bisa-bisa dia pingsan lagi karena lihat muka you."

Aku nggak mendengarkan kata-kata Esel yang terakhir. Buru-buru aku menggendong Cazzo dalam posisi seperti tadi. Cowok ini memang berat, tapi nggak seberat yang digambarkan Esel. Aku sanggup kok kalau hanya membopongnya dari carport ke ruang tamu dengan jarak lima meter saja.

"Awas kepalanya kena tembok!" pekik Esel sok sibuk.

Astaga... tembok terdekat dari kepala Cazzo jaraknya jutaan kilometer! Kenapa sih Esel malah membuat segalanya makin sulit?!

-XxX-

Cazzo kini berbaring dengan nyaman di sofa tua Granny. Kepalanya ditopang bantal kecil yang empuk. Esel duduk tepat di samping wajah Cazzo, di tangannya terdapat kipas angin besar yang sejak tadi berputar mengangini wajah Cazzo.

"Sebenernya, you apain dia sih, tadi?" tanyanya cemas.
"Nggak ngapa-ngapain. Dia tiba-tiba aja pingsan di situ."
"Nggak you cium dia atau apa, kan? You kan tau, Gas, dia itu Mahobia. You nggak bisa sembarangan nyium cowok anggota Mahobia. Mereka bisa pingsan. Kayak begini nih." Esel lalu memandang Cazzo dengan wajah prihatin, lalu membisiki sesuatu, "You're safe now, Darling." Kemudian mengecup kening Cazzo.

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang