All About Magic-chapter 10- ( 9 )by MarioBastian

1.6K 89 1
                                    


"Maaf aku nggak bisa bantu." Bello melayang-layang di sekitarku, prihatin dengan wajahku yang pucat. "Ada beberapa hal yang memang rahasia, tapi sebagian besar memang aku nggak tahu. Aku kan di sini hanya untuk sebuah tugas."

"Tugas apa?"

Bello mendesah. "Nah, itu dia. Aku nggak bisa nyebutin tugas aku. Maaf." Bello duduk kembali di atas lemari dan sesekali memandangku dengan khawatir. Aku nggak bisa menyalahkannya. Apa lagi mengingat dialah yang telah membantuku keluar dari ruang bawah tanah.

Waktu itu, aku melihat Granny berbicara dengan seekor makhluk yang tak dapat kulihat wujudnya. Granny bicara dalam bahasa Sunda yang tak kumengerti. Tubuhnya bergetar dan berkali-kali pingsan. Tapi Granny sanggup bangun lagi dan melakukan ritual-ritual lain di hadapan meja tersebut.

Bello tiba-tiba muncul, memergokiku... dan langsung melotot marah. Dia kemudian mengalihkan perhatian Granny dan membuatku berhasil kabur dari ruang bawah tanah. Saat keadaan sudah lebih baik, Bello memarah-marahiku soal larangan masuk ke ruangan terlarang yang lagi-lagi kulanggar. Saat itu aku mendengar nada marah Bello lebih terkesan khawatir. Aku bahkan sempat terharu. Tetapi tetap aku berutang budi padanya.

"Ini... ini bener-bener... di luar dugaan aku..." Aku mengusap pipiku dan menarik napas lagi. Tenggorokanku tercekat sepanjang petang. And yes, I'm crying. "Itu bukan... Granny." Aku terisak lagi.

Bello menunduk menatap jari kakinya sendiri. Dia melirikku sekali, ingin memberikan pernyataan. Tapi kemudian urung lagi.

Kalau dari pencarianku... googling, of course, motivasi seseorang melakukan kegiatan perdukunan... astaga, aku baru saja mengatakan nenekku sendiri melakukan kegiatan perdukunan! I mean, motivasi seseorang melakukan ritual macam tersebut... biasanya untuk membalas dendam pada seseorang. Seperti misalnya voodoo.

Tetapi, aku baru saja mengecek ke salah satu anggota Itchy Bitchy, menanyakan apakah Jeng Nunuk baik-baik saja, dia bilang, "Never Better!" which means, Granny tidak melayangkan voodoo-nya ke Jeng Nunuk. Atau mungkin belum, no one knows.

Pilihan kedua adalah: Granny ingin hidup abadi. Seperti penyihir dalam film yang hidup hingga 500 tahun meski tubuhnya sudah keropos dan kepalanya sudah lepas, tapi mulutnya masih bisa bicara. Apa lagi jika kita melihat betapa enerjiknya Granny di usianya yang sudah senja. Semua masuk akal, bukan? I mean, nenek mana sih yang berjiwa muda macam itu, mengidolakan boyband dan sebentar lagi akan tampil dalam girlband fight, dan punya twitter... Jelas, Granny ingin hidup selama-lamanya.

Tapi kemudian, kalau iya Granny melakukan kegiatan "itu" demi tetap berjiwa muda, kenapa the rest of The Jandaz juga berjiwa muda? Apakah mereka semua juga dukun? Apa mereka semua juga punya ruang bawah tanah dan tempat pemujaan khusus? Mengerikan sekali kalau begitu. Berarti selama ini aku berada di lingkungan kelompok wanita-wanita tua pemuja setan.

Paling yang masuk akal adalah pilihan ketiga. Granny melakukan itu demi uang. Maksudku, memangnya kalian nggak pernah curiga Granny dapat uang dari mana? Suaminya kan sudah lama meninggal. Kecuali Granny menjadi simpanan pejabat kaya raya, paling juga dia memuja setan untuk mendapatkan uang. Dan itu menurut Google—yang tentu saja nggak aku percaya 100%.

"Pokoknya kamu jangan sampe bilang ke Nanny, kalo kamu masuk ke ruangan itu," ujar Bello untuk kesejutakalinya.
"Iya. Aku tahu."
"Sebab nanti Nanny bakalan sedih kalo kamu tahu."
"Oooh, jadi kalo Granny nggak boleh sedih, sementara aku harus sedih? Gitu?"

"Bukan gitu." Bello menggaruk-garuk kepala berambut emasnya. "Nanti juga, kalo waktunya tepat, Nanny bakal ngasih tau alasannya."
"Kenapa nggak sekarang?"
"Karena kamu belum siap."
"Dari mana kalian tahu aku belum siap?"

"Dari... ngng..." Bello menelan ludah. "Aku... nggak tau."

Aku memutar bola mata dan turun dari kasur. Kuhapus bekas airmataku dan bergegas keluar. Bello memutuskan untuk diam di atas lemari dan berhenti membuntutiku untuk pertama kalinya. Padahal selama tiga hari terakhir hidungnya hanya berjarak satu meter saja dari hidungku. Dia selaluuuu ada di sekitarku untuk memastikan mulutku terkunci rapat.

KADANG CUPID TUH TOLOL (KCTT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang